Kacamata Alit Rama Antara Budaya Bali dan Legislatif

Alit Rama akan memperjuangkan bantuan dana untuk krama adat, dalam setiap menggelar upacara keagamaan.

Penulis: I Wayan Eri Gunarta | Editor: Rizki Laelani
TRIBUN BALI/I WAYAN ERI GUNARTA
Anggota DPRD Gianyar, I Nyoman Alit Sutarya 

Kacamata Alit Rama Antara Budaya Bali dan Legislatif

TRIBUN-BALI.COM, GIANYAR - I Nyoman Alit Sutarya, baru saja dilantik sebagai anggota DPRD Gianyar dari PDIP, Dapil Gianyar.

Pria yang akrab disapa Alit Rama ini, mengaku memiliki visi besar berkaitan dengan krama adat yang akan diperjuangkannya selama duduk di lembaga legislatif.

Alit Rama akan memperjuangkan bantuan dana untuk krama adat, dalam setiap menggelar upacara keagamaan.

Baik di tingkat desa adat hingga tingkat dadya. Ditemui di Sekretariat DPRD Gianyar, Selasa (20/8/2019), I Nyoman Alit Sutarya mengatakan, perekonomian Bali selama ini sangat bertumpu pada pariwisata.

Sementara ruh dari pariwisata merupakan budaya atau kebisaan krama adat Bali yang berlandaskan agama Hindu.

Namun sejauh ini, bantuan untuk krama adat dalam menjalankan budayanya masih belum maksimal.

Terutama dari segi biaya yang dikeluarkan dalam menjalankan swadarmaning agama.

Tiba Selasa Sore, Ini Agenda Presiden Jokowi Selama 2 Hari di Bali

Binaragawan Asal PABBSI Gianyar Wakili Bali di PON XX Papua

Catat! ini Pembukaan Liga Giriasa 2019, Stadion Mengwi Badung jadi Venue Ceremonial

SEDANG BERLANGSUNG Live Streaming Madura United vs Bali United, Ini Starting XI Kedua Tim

SEDANG BERLANGSUNG Live Streaming Perseru Badak Lampung FC vs Persebaya

“Kalau kita lihat destinasi budaya di Bali bahkan nusantara, semuanya hampir sama. Peninggalan kerajaan Majapahit dan perang. Lalu kenapa Bali justru yang paling mencolok, dan bahkan menjadi pariwisata dunia, itu karena di sana ada sentuhan budaya, mulai dari kematian hingga sembahyang, yang tidak ada duanya,” ujarnya.

Dalam kematian, kata dia, terdapat prosesi pengabenan.

Dalam ngaben, terdapat sejumlah hal penting yang menjadi penunjang pariwisata, yakni kidung, aktivitas krama adat, bebantenan, sesajian hingga petulangan.

Baik lembu, bade dan sebagainya. Dalam kegiatan persembahyangan di pura, terdapat petapakan Ida Bhatara, tarian dan sebagainya.

“Dari semua prosesi itu, krama adat menjalankan semuanya berdasarkan swadharmaning agama, berdasarkan ketulusan hati. Mereka tidak dituntut oleh siapa-siapa. Dari ketulusan itu, Bali didatangi wisatawan, lalu menghasilkan dolar untuk pemerintah melalui retribusi pajak,” ujar pria yang sebelumnya berprofesi sebagai pengacara itu.

Menurut Alit Rama, di sinilah harus ada sinergi pemerintah. Sebab, kata dia, kita tidak bisa berbicara hasil tanpa ada proses.

Proses adanya pariwisata ini harus diberikan perhatian. Sebab dalam proses tersebut, krama adat Bali, telah menghabiskan uang dalam jumlahnya tidak sedikit.

Halaman
12
Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved