Lomba Perahu Layar Warna-Warni, Jelantik Yakin Jukung Akan Tetap Eksis di Sanur
Jukung layar warna-warni serangkaian Sanur Village Festival 2019 di Pantai Segara Ayu, Sanur, Rabu (21/8/2019)
Penulis: Putu Supartika | Editor: Widyartha Suryawan
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - I Wayan Suwena membenarkan letak jukungnya di pesisir Pantai Segara Ayu, Sanur, Denpasar, Rabu (21/8/2019) siang.
Ia bersama 24 nelayan lain ikut dalam lomba jukung serangkaian Sanur Village Festival (SNV) 2019.
Beberapa kali jukungnya I Wayan Suwena terkena hempasan gelombang yang membuat posisinya berubah, sehingga ia harus kembali membetulkan letaknya hingga luruh menghadap lautan.
"Saya berparisipasi memeriahkan acara ini. Dan kali ini saya turunkan dua jukung, yang satu dikemudiakan teman," kata Suwena.
Persiapan untuk ikut lomba jukung SVF 2019 telah ia lakukan sejak sebulan lalu. Mengecat bagian jukung dan juga menambalnya jika ada badan jukung yang berlubang.
Ia mengeluarkan uang Rp 1 juta untuk persiapan lomba ini.
"Ya itu untuk menambal dan ngecat saja, karena jukungnya saya perbaiki sendiri," katanya.
Sebanyak 25 jukung dengan layar warna-warni berjajar di bibir Pantai Segara Ayu untuk ikut lomba ini.
Para nelayan dengan mengandalkan angin dan tenaga dalam mendayung jukung untuk menempuh jarak 15 kilometer yang dilombakan.
Ketua Panitia yang juga ketua Persatuan Jukung Penambang Dewi Satayujanagandhi Sanur, I Wayan Jelantik mengatakan para peserta akan melewati rute Pantai Segara, Loloan Taman, Tower Mertasari, dan kembali ke Pantai Segara Ayu.
"Lomba kali ini masuk babak final. Penyisihannya sudah dilaksanakan sejak sebulan lalu," kata Jelantik.
Lomba ini dimaksudkan untuk mempertahankan eksistensi jukung layar atau perahu layar yang kini hanya ada di Sanur.
Apalagi maskot dari Sanur Village Festival 2019 adalah jukung layar. Dengan adanya perlombaan ini, Jelantik optimistis jukung akan tetap ada di Sanur.
Jelantik menambahkan, saat ini kelompoknya memiliki sebanyak 170 jukung.
Selain dijadikan sarana untuk menangkap ikan, jukung-jukung itu juga difungsikan untuk tujuan wisata, yakni wisata sailing (berlayar) bagi para wisatawan penyewa.
Dalam lomba jukung ini, menurut Jelantik, kecepatan jukung dan ketangkasan nakhoda menjadi kunci untuk memenangkan kompetisi. Selain itu, kondisi air, dan arah angin juga turut mempengaruhi.
"Karena kami kan menggunakan perahu tradisional, maka bergantung pada kondisi alam. Khususnya angin yang bisa menggerakkan layar perahu-perahu ini," ujar Jelantik.
Seorang wisatawan Australia, Robert Melow mengaku senang melihat lomba tersebut. Apalagi warna layar jukung terlihat warna-warni, yang semakin mempercantik tampilan jukung baik dilihat dari dekat maupun jauh.
Melow berharap jukung layar ini tetap ada dan menjadi daya tarik wisatawan untuk berkunjung ke Sanur.
I Wayan Jelantik mengatakan, nelayan yang berusia muda di Sanur, mulai menyusut jumlahnya. Tak seperti dulu, kini nelayan muda yang tersisa hanya 30 persen dari total jumlah nelayan yang ada di wilayah Sanur.
"Ya sesuai dengan perubahan zaman, generasi muda sudah jarang ada yang mau berjemur di luat seperti kami. Tapi masih ada 30 persen pemuda yang melaut, itu pun kebanyakan sudah menjelang tua," jelas Jelantik.
Jelantik menambahkan, saat ini kebanyakan nelayan di Sanur adalah jenis nelayan penghobi. Kondisi ini berbeda dengan masa lalu ketika menjadi nelayan benar-benar sebagai mata pencaharian di Sanur.
"Sekarang nelayan di sini membentuk lima kelompok perusahaan kecil-kecilan. Dan kebanyakan sekarang jukung ini digunakan untuk wisata turis asing," katanya.
Ia menambahkan, di organisasi yang dipimpinnya kini ada sebanyak 170 jukung.
Rata-rata jukung ini difungsikan untuk mengangkut wisatawan sekali dalam sehari. Pengoperasiannya disesuaikan dengan nomor antrean.
"Sistemnya menggunakan nomor antrean, sehingga harus bergilir," katanya.
Walaupun tak seperti tahun 1980-an, namun jumlah wisatawan yang tertarik untuk naik jukung kini bisa dibilang lumayan.
Jelantik tetap optimis jukung ini bisa tetap bertahan. (i putu supartika)