Sosok Yan Bali Si Penakluk Lebah, Ternyata Terapi Sengat Lebah Bermanfaat Sembuhkan Penyakit Ini
Lebah atau nyawan yang ditakuti masyarakat, ternyata menjadi jinak di tangan I Wayan Gede Adriana atau Yan Bali.
Penulis: I Wayan Sui Suadnyana | Editor: Ady Sucipto
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR -- Lebah atau nyawan yang ditakuti masyarakat, ternyata menjadi jinak di tangan I Wayan Gede Adriana atau Yan Bali.
Sehari-hari ia hidup bersama ribuan lebah, yang ternyata punya banyak khasiat.
Yan Bali membawa sebuah kotak kayu dan beberapa lembar spanduk di Lapangan Monumen Bajra Sandi, Renon, Denpasar, Senin (2/9) pagi.
Dari kotak kayu yang sudah dipasangi jaring itu, terlihat ratusan lebah seperti meronta mencoba keluar.
Saat Yan Bali mulai membuka kotak kayu itu, satu demi satu lebah mulai berhamburan keluar.
Yan Bali lalu mengambil ratu lebah yang sudah diperangkap sehari sebelumnya.
Diambilnya ratu lebah itu menyebabkan anggota lebah yang lain mulai panik dan semakin banyak beterbangan.
Satu demi satu lebah mulai menempel di tangan Yan Bali untuk mengerubuni sang ratu.
Meski telah diambil ratunya dan kawanan lebah lain mulai berhamburan, namun tak ada satu pun yang menyengat Yan Bali.
Dia malah asyik bermain-main dengan lebah-lebah tersebut.
Yan Bali yang berusia 44 tahun asal Banjar Jangu, Desa Duda, Kecamatan Selat, Kabupaten Karangsem, rasanya memang layak disebut sebagai pawang lebah.
Di tangannya, lebah yang bagi sebagian besar masyarakat ditakuti justru menjadi takluk dan jinak.
“Jika terdapat lebah sebaiknya tidak menunjukkan ekspresi kepanikan karena hal itu justru akan dianggap sebagai penyerangan oleh kawan lebah,” kata Yan Bali mengawali pembicaraan bersama Tribun Bali.
Yan Bali memulai aktivitasnya dalam perlebahan sejak lima tahun lalu, tepatnya pada September 2014.
Saat itu ia baru memutuskan keluar dari tempat kerjanya di sebuah hotel.
Ketika pulang ke kampung halaman, di rumah mertuanya ada banyak ditemukan trigona atau yang di Bali dikenal sebagai kele.
Dari sanalah keinginan untuk melihara trigona itu muncul.
Ia lalu meminta izin kepada mertuanya untuk mengambil trigona tersebut sebanyak dua koloni.
“Dari sanalah tiang mulai tertarik. Ternyata sangat mengasikkan memelihara lebah. Sambil ngopi kita masih bisa memperhatikan aktivitas lebah,” tuturnya.
Beberapa bulan setelah memelihat trigona, akhirnya ia tertarik untuk memelihara apis cerana atau nyawan. Ia membeli pada seorang petani yang membudidayakannya di Gianyar.
Setelah membeli apis cerana itu, keinginannya untuk belajar tentang lebah semakin besar dan ia ingin meniru teknologi sarang lebah dari luar negeri.
Dari sana ia terus melakukan percobaan yang akhirnya bisa menciptakan sendiri top bar hive atau sarang lebah.
Top bar hive yang ia ciptakan itu diberi nama YBOTH atau Yan Bali Observation Top Bar Hipe.
“Ini tiang ciptakan selama tiga tahun, baru ketemu bentuknya yang pas menurut tiang. Sampai sekarang belum ada perubahan,” jelasnya.
Yan Bali mengaku saat ini sudah sangat militan dengan sistem perlebahan.
Sikap ini muncul karena merasakan kasiat dari sengatan dan madu dari lebah itu sendiri.
“Inilah kenapa saya ingin menularkan apa yang tiang alami kepada banyak orang,” ujarnya.
Ia mengungkapkan, populasi lebah di Bali jauh menurun.
Di Bali saat ini petani lebah juga sudah sangat jauh berkurang, berbeda dengan jaman dahulu yang hampir semua rumah memiliki lebah.
Hal ini sangat disayangkan, mengingat lebah mempunyai fungsi yang begitu besar.
Fungsi lebah di antaranya membantu tanaman dalam menghasilkan buah melalui proses penyerbukan.
Yang tak kalah penting, lebah sangat penting untuk kesehatan manusia.
Terapi sengatan lebah bisa membuat hidup sehat dan bisa menyembuhkan penyakit kronis.
Yan Bali mengaku, dahulu dirinya adalah seorang olahragawan.
Bahkan berangkat kerja memakai sepeda. Namun penyakit seperti batuk, pilek, demam terus datang antara tiga sampai empat kali dalam setahun.
Setelah dirinya memelihara lebah, ia jarang mengalami sakit. Hal ini karena dirimya sering mendapatkan terapi sengat lebah.
Yan Bali pun mengutip sebuah jurnal dari Universitas Washington yang mengatakan bahwa sengatan lebah ini mengandung melitin sebagai pembunuh virus.
Virus HIV misalnya, kata dia, yang memiliki cangkang sel yang sangat kuat yang tidak bisa dipecah oleh obat-obatan kimia, tetapi dengan racun lebah sangat mudah untuk ditaklukkan.
“Begitu cangkang sel dari HIV itu pecah, maka virus tersebut lebih mudah untuk mati,” katanya.
Selain itu racun lebah hampir sama khasiatnya dengan racun lintah yang membantu melancarkan peredaran darah dan menyembuhkan orang dari penyakit stroke.
“Jadi selain dia berfungsi menjaga lingkungan, tiang memiliki keyakinan lebah nika akan menjadi dokter pribadinya manusia untuk di kedepannya,” ujar Yan Bali.
“Untuk sekarang mungkin orang masih apriori, tidak percaya. Bahwa lebah itu (dipercayai hanya) gigit dan bikin bengkak. Tapi manfaatnya sangat banyak dan belum diketahui. Jadinya masyarakat belum begitu peduli terhadap lebah,” imbuhnya.
Namun Yan Bali mengimbau, terapi sengatan lebah ini tidak disarankan bagi mereka yang mengalami alergi.
Ciri-ciri alergi yakni bila disengat di bagian tertentu maka akan mengalami bengkak sampai ke bagian lain.
Jika seseorang yang disengat lebah sampai mengalami sesak napas maka alerginya sudah dalam ketegori tinggi. Bila tetap ingin mencoba terapi sengat lebah maka alergi harus disembuhkan terlebih dahulu.
“Jadi walaupun menyehatkan, bagi yang alergi (tetap) berbahaya,” kata dia. (wayan sui adnyana)