Dampingi Kliennya di PN Gianyar, Hotman Paris Curiga Alasan Notaris Tiba-tiba Sakit Sudah 3 Kali

Kedatangan Hotman adalah sebagai pendamping hukum korban jual beli saham PT Bali Rich Mandiri di Banjar Tanggayuda, Desa Kedewatan, Ubud, Gianyar.

Penulis: I Wayan Eri Gunarta | Editor: Ady Sucipto
Tribun Bali/I Wayan Eri Gunarta
Pengacara Hotman Paris bersama Hartati di ruang pengacara usai persidangan di PN Gianyar, Kamis (12/9/2019). 

TRIBUN-BALI.COM, GIANYAR – Ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Gianyar berbeda dari biasanya, Kamis (12/9).

Bangku-bangku umum yang biasanya kosong, mendadak jadi penuh sesak oleh mahasiswa dan para pengacara.

Pantauan Tribun Bali, ternyata hal ini terjadi lantaran keberadaan Pengacara Kondang Hotman Paris.

Kedatangan Hotman adalah sebagai pendamping hukum korban jual beli saham PT Bali Rich Mandiri di Banjar Tanggayuda, Desa Kedewatan, Ubud, Gianyar

Korban adalah Hartati, janda atau ahli waris pemilik PT Bali Rich Mandiri.

Namun enam orang terdakwa diduga memalsukan tanda tangannya sehingga perusahaan tersebut dikuasai orang lain tanpa sepengetahuan Hartati.

Dari enam terdakwa, lima di antaranya telah ditahan di Rutan Kelas II B Gianyar, yakni Asral bin H Mohhamad Soleh, Tri Endang Astuti, Hendro Nugroho Prawira, Suryadi Azis, dan I Putu Hadi Mahendra.

Sementara satu terdakwa lagi, Hartono yang berprofesi sebagai notaris belum ditahan karena setiap akan ditahan selalu mengaku sakit.

Keenam  terdakwa ini diduga bekerjasama memalsukan tanda tangan korban, untuk menguasai perusahaan yang kini berubah nama menjadi Assoka Tree Resort.

Nilai saham akomodasi pariwisata ini kurang lebih Rp 38 miliar.

Hotman Paris mengatakan dugaan pemalsuan tanda tangan dalam jual beli saham tersebut sangat kuat.

Kata dia, Hartati merupakan ahli waris PT Bali Rich Mandiri milik mendiang Rudy Dharmamulya.

Setelah Rudy meninggal, hanya dalam kurun waktu sebulan, sejumlah harta peninggalannya yang telah diahliwariskan pada Hartati beralih ke orang lain.

Pemalsuan tanda tangan ini diduga terjadi pada 21 Desember 2015 dalam acara Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

“Dalam acara itu, seolah-olah korban ada di sana. Padahal saat itu, dan pada jam yang sama yang bersangkutan berada di kantor saya, di Kelapa Gading, Jakarta. Saksi-saksi di kantor saya masih ingat, ibu Hartati ini ada di kantor saya saat itu, kok bisa pada hari yang sama, jamnya juga sama, kok bisa ada di Bali membuat berita acara RUPS. Mana mungkin loncat dari Jakarta ke sini dalam waktu hitungan menit, berarti dugaan pemalsuan itu kuat” ujarnya.

Hotman juga menyoroti terdakwa Hartono, notaris dalam tindak pemalsuan tanda tangan ini. Sebab dia selalu sakit ketika akan ditahan.

Bahkan hal tersebut terjadi sebanyak tiga kali. 

Hotman curiga, hal tersebut hanya sandiwara mengingat setiap sakit selalu minta dirawat di RS swasta yang berbeda-beda.

“Saya akan suarakan ini di Jakarta, kenapa ada satu notaris jadi terdakwa di sini, setiap mau ditahan, kok tiba-tiba jatuh sakit, sudah tiga kali. Ini perlu ketegasan, apakah benar sakit atau tidak, harus diperiksa lebih dari satu dokter,” ujarnya.

Humas PN Gianyar, Wawan Edi Prastiyo mengatakan, sidang ini sudah berjalan beberapa kali, dan saat ini masih dalam proses pembuktian.

Baik dari penuntut umum maupun terdakwa.

Terkait notaris yang belum ditahan karena sakit, pihaknya membenarkan adanya hal tersebut.

Karena itu, dalam persidangan pekan depan ia akan mendatangkan dokter pemerintah untuk memastikan kesehatan terdakwa. 

“Soal dia benaran sakit atau tidak, kami tak punya kapasitas mengomentari. Minggu depan kami akan mendatangkan dokter pemerintah. Proses sidang masih panjang, saat ini masih tahap pembuktian, baik dari JPU maupun pihak terdakwa,” ujarnya. (*) 

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved