Polemik RKUHP Wisatawan Mulai Resah ke Bali, Australia Beri Travel Advise Warganya ke Indonesia
Di antara ratusan mahasiswa yang melakukan aksi demonstrasi "Bali Tidak Diam" di seputaran Monumen Bajra Sandhi, Renon, Denpasar,
Penulis: I Wayan Sui Suadnyana | Editor: Ady Sucipto
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR -- Di antara ratusan mahasiswa yang melakukan aksi demonstrasi "Bali Tidak Diam" di seputaran Monumen Bajra Sandhi, Renon, Denpasar, Selasa (24/9), hadir sosok Dede Bajraskara yang menyita perhatian.
Saat mahasiswa beraksi menggunakan jas almamater, Dede memakai pakaian wisuda.
Tak hanya itu, ia juga membawa sebuah kantong plastik berwarna hitam sebagai tempat sampah, dan kertas kuning bertulisan "Jangan Atur Selangkangan Kami".
Ditemui Tribun Bali di tengah aksi berlangsung, Dede merupakan alumni dari salah satu kampus di Nusa Dua.
Kini ia bekerja di dunia akomodasi kepariwisataan.
Ia mengaku ikut turun ke jalan untuk menyuarakan aspirasi rakyat, terutama dengan adanya Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).
Secara khusus, Dede menyuarakan penolakan terhadap salah satu pasal di RKUHP yang kurang lebih berbunyi jika ada masyarakat yang bersetubuh di luar perkawinan atau tidak secara sah akan dituntut dan dikenakan denda.
"Kalau kita sama-sama suka kenapa itu dilarang. Apalagi Bali itu salah satu destinasi pariwisata," jelasnya.
Sebagai seorang pekerja pariwisata, Dede mengaku sempat mendapatkan pertanyaan dari beberapa wisatawan.
Pada umumnya wisatawan menanyakan keamanan dirinya dalam berkunjung ke Bali dengan adanya peraturan tersebut.
"Dan saya juga menginformasikan bahwa ini sebenarnya belum disahkan. Ini masih dalam rancangan undang-undang," kata dia.
Meski baru hanya sebatas rancangan, Dede mengatakan hal itu ternyata sudah membuat tamu-tamu yang datang ke Bali menjadi resah.
Sejauh ini Dede sudah merasakan bahwa terjadi penurunan wisatawan yang datang ke Bali, terlebih sejak pemerintah Australia memberikan travel advice kepada warga negaranya dalam berkunjung ke Indonesia.
"Ya sudah banyak yang menanyakan. Setidaknya bagi mereka yang booking buat bulan depan," tuturnya, sembari memungguti sampah yang berserakan.
Sementara dalam aksi di Renon kemarin, ratusan mahasiswa yang demo di antaranya berasal dari Universitas Udayana (Unud), Universitas Warmadewa (Unwar), Universitas Mahasaraswati Denpasar, Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar (IHDN), dan Politeknik Negeri Bali (PNB).
Dalam aksi bertajuk "Bali Tidak Diam" ini mereka menyampaikan beberapa tuntutan, diantaranya mengenai polemik isu Papua, revisi UU KPK, revisi UU KUHP, serta kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terjadi di Indonesia.
Humas Aksi Bali Tidak Diam, I Gede Andi Juniarta, mengatakan aksi ini sebagai bentuk dukungan kepada 50 mahasiswa Bali yang berangkat dan ikut melakukan aksi yang sama di Jakarta.
"Jadi kita suarakan suara kita di Bali. Bali tidak diam karena di Bali ini juga bersuara dan ingin menunjukkan dukungan kawan-kawan kita yang berjuang di pemerintah pusat," ujarnya.
Andi mengatakan, dalam aksi ini tidak membawa nama lembaga, tetapi mengusung Aliansi Mahasiswa Bali yang pesertanya sekitar 500 orang.
Peserta aksi kemudian menggerudug gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bali. Mereka menyanyikan yel-yel dan memasang spanduk di pintu gerbang DPRD Bali. (*)