Hibah Rp 75 M Pasar Badung Tak Jelas, Wakil Ketua DPRD Kota Denpasar: Tagih Langsung ke Jakarta

Pasar Badung sudah diresmikan Presiden RI Joko Widodo pada 22 Maret 2019 silam, namun janji dari pusat yang akan memberikan hibah Rp 75 miliar

Penulis: Putu Supartika | Editor: Ady Sucipto
Tribun Bali/I Putu Supartika
TAMPAK DEPAN -  Tampak depan bangunan Pasar Badung saat diabadikan, Rabu (25/9/2019). Pasar ini diresmikan Presiden Jokowi bulan Maret 2019. 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Pasar Badung sudah diresmikan Presiden RI Joko Widodo pada 22 Maret 2019 silam, namun janji dari pusat yang akan memberikan hibah Rp 75 miliar untuk pasar ini tak kunjung cair.

Belum jelasnya dana bantuan ini berimbas pada status pengelolaan pasar tradisional terbesar di Bali tersebut.  

Dirut PD Pasar Kota Denpasar, IB Kompyang Wiranata membenarkan hingga kini hibah Pasar Badung belum turun.

Hal tersebut pun menjadi masalah terutama terkait dengan legalitas dari pengelolaan Pasar Badung. Belum diketahui kapan dana hibah itu cair.

"Walaupun pedagang sudah menempati pasar, tapi kami tidak berani melakukan pungutan secara penuh ke pedagang, terutama uang sewa kios maupun los. Tak seperti pasar lainnya yang berada di bawah PD Pasar," katanya, Sabtu (28/9).

Untuk biaya operasional sehari-hari di Pasar Badung sudah ada legal opinion dari Kejaksaan.

"Jadi untuk biaya operasional sudah ada legal opinion (LO) dari Kejaksaan, sudah dibolehkan sebatas sesuai persayaratan yang diberikan. Sekarang ada pungutan untuk pedagang, tapi pungutan minimal sesuai LO itu," katanya.

Legal opinion ini ada setelah Pasar Badung diresmikan oleh Presiden Joko Widodo. Adapun besaran pungutan tersebut yakni Rp 6.500 perhari. Biaya operasional yang dipungut dari pedagang ini digunakan untuk biaya listrik, air, maupun kebersihan.

"Biaya operasional ini dipungut sesuai dengan jumlah pengeluaran untuk operasional per hari dibagi dengan jumlah los dan kios yakni 1.740. Jadi pendapatan pasar satu bulan itu ada tapi pakpok," katanya.

Adapun jumlah pemasukan totalnya per bulan yakni sesuai dengan pungutan biaya operasional yaitu Rp 339.300.000.

"Pungutannya tidak boleh lebih, kalau kurang boleh, dan itu kita kembalikan untuk bayar listrik, air, gaji," katanya. 

Jika nantinya hibah turun maka akan ada Perda kerjasama antara Pemkot Denpasar dengan PD Pasar dan setelah itu baru bisa memungut uang sewa.

Namun besaran pungutan sewa tetap sesuai hasil kajian dari Universitas Udayana.

"Terkait sewa permeter berapa, Unud punya. Kalau biaya operasional kita memang yang menentukan,” paparnya. 

Tagih Langsung ke Jakarta 

Tak jelasnya kapan dana hibah Pasar Badung turun, kini disarankan agar Pemkot Denpasar lebih aktif dengan menagih langsung ke Jakarta.

Saran ini seperti disampaikan Wakil Ketua komisi II DPRD Kota Denpasar, I Wayan Gatra yang meminta agar PD Pasar melakukan penjemputan ke Jakarta.

"Harus dijemput ke Jakarta. Kalau ditunggu-tunggu akan lama. Sekarang sudah di DJKN, kita harus jemput ke sana," kata Gatra yang juga mantan Kadis Perekonomian dan Perdagangan Kota Denpasar ini. 

Ia memprediksi jika dilakukan penjemputan ke Jakarta, ia yakin paling lambat bulan Oktober hibah ini akan turun.

"Kan dulu saya ikut yang menangani ini pas jadi Kadis. Kalau dijemput paling lambat bulan Oktober sudah dapat. Karena infonya sudah jelas," katanya. (sup)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved