Breaking News

Hakim Geram Istri Sudikerta Kerap Menjawab Tidak Tahu: Anda Jangan Plintat-Plintut!

Istri mantan Wakil Gubernur (Wagub) Bali, I Ketut Sudikerta, yakni Ida Ayu Ketut Sri Sumiantini memberi kesaksian dalam persidangan di Pengadilan

Penulis: Putu Candra | Editor: Ady Sucipto
TRIBUN BALI/BUSRAH ARDANS
(Ilustrasi) Sekitar pukul 17.35 WITA, Sudikerta yang mengenakan baju tahanan berwarna oranye bertuliskan Tahanan Polda Bali melewati lorong kantor Ditreskrimsus Polda Bali, seusau bertemu keluarga, Jumat (5/4/2019). 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Istri mantan Wakil Gubernur (Wagub)   Bali, I Ketut Sudikerta, yakni Ida Ayu Ketut Sri Sumiantini memberi kesaksian  dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Selasa (1/10).

Perempuan yang akrab disapa Dayu Sudikerta dihadirkan sebagai saksi terkait perkara dugaan penggelapan dan penipuan jual beli tanah dengan terdakwa Gunawan Priambodo (41).

Dalam persidangan, majelis hakim pimpinan Dewa Budi Watsara mencecar Dayu Sudikerta dengan sejumlah pertanyaan. Namun. ia kerap menjawab tidak tahu.

Selain Dayu Sudikerta, saksi yang didengar keterangannya adalah I Wayan Suwandi, adik kandung Sudikerta.

Dari keterangan para saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Putu Oka Surya Atmaja, terungkap bisnis  properti yang dijalankan keluarga Sudikerta.

Dayu Sudikerta yang mengenakan busana endek warna hitam dipadu motif cokelat menjadi saksi pertama yang didengar keterangannya.

Ia tercatat sebagai wali dari anaknya Putu Ayu Winda Widiasari yang menjabat sebagai presiden komisaris PT Bangsing Permai.

Anak Sudikerta itu menjadi presiden komisaris karena menjadi salah satu pemegang saham.

Pemegang saham lainnya adalah I Wayan Suwandi. Terdakwa Gunawan bertindak sebagai presiden direktur PT Bangsing Permai.

"Saya menjadi wali karena waktu itu (PT Bangsing Permai didirikan tahun 2012) anak saya yang menjadi presiden direktur baru berumur 15 tahun atau kelas 2 SMA," kata Dayu Sudikerta.

Saat ditanya hakim PT Bangsing Permai bergerak di bidang apa, ia menjawab tidak tahu.

Begitu juga saat ditanya apa tugasnya selaku wali dan perannya, Dayu Sudikerta kembali menjawab tidak tahu.

Pun, ditanya di mana alamat kantor perusahaan, Dayu Sudikerta mengaku tidak tahu.

Tak pelak, itu membuat hakim geram.

"Percuma dong, jadi wali presiden komisaris kalau tidak tahu apa-apa. Anda jangan main-main.

Anda sudah disumpah. Anda sudah bersumpah pada Tuhan," kata hakim Budi Watsara dengan nada tinggi.

Kembali ditanya perihal adanya penerimaan aliran dana dari terdakwa Gunawan Priambodo, ia mengaku tidak mengetahui.

Padahal terungkap, terdakwa Gunawan Priambodo menyebut semua uang yang didapat sebesar Rp 2,4 miliar disetor ke rekening Dayu Sudikerta.

Itu diperkuat adanya bukti transfer yang dimiliki Gunawan Priambodo.

"Saya tidak pernah mengecek,” jawab Dayu Sudikerta.

"Ini dah, kalau terlalu banyak punya uang. Sampai lupa mengecek. Nggak apa-apa, kan orang kaya raya.

Anda ini luar biasa. Ada uang Rp 2,4 miliar tidak tahu. Berarti kekayaan Anda triliunan," kata Hakim Budi Watsara.

Selanjutnya ketika dicecar pertanyaan dibarengi  bukti yang ada, Dayu Sudikerta menyatakan, dirinya tidak dilibatkan dalam transaksi jual beli tanah.

Ia berdalih direksinya lebih dari satu orang.

Dikatakannya, terdakwa Gunawan Priambodo juga tidak pernah meminta izin saat menjual tanah.

"PT Bangsing Permai didirikan waktu bapak (I Ketut Sudikerta) masih menjadi Wabup Badung, sekitar 2012," ujarnya.

Hakim Anggota I Gde Ginarsa menanyakan alasan  mencantumkan anak yang masih di bawah umur menjadi presiden komisaris.

"Waktu itu saya program bayi tabung. Selain itu, saya juga pegang perusahaan lain yang juga bergerak di bidang properti," jawab Dayu Sudikerta.

Kembali ditanya hakim, memasukkan nama sang anak apakah atas persetujuan suami.

Dayu Sudikerta menyatakan tanpa sepengetahuan suaminya.

"Bagaimana anaknya jadi presiden komisaris, kok bapaknya tidak tahu.

Bagaimana ini, sengaja tidak tahu atau ada yang disembunyikan. Buat apa bikin perusahaan tapi gelap," kata Hakim I Gde Ginarsa.

"Apa karena waktu itu Pak Sudikerta menjabat," kejar hakim I Gde Ginarsa.

Dayu Sudikerta hanya menggelengkan kepala.

Hakim mengejar ke mana saja uang yang sudah ditransfer oleh terdakwa mengalir, dia kembali menjawab tidak tahu, dengan alasan tidak pernah mengecek rekening.

"Ini sudah ada keganjilan. Lalu, apa fungsi wali kalau semua tidak tahu," ujar Hakim I Gde Ginarsa.

Karena kerap menjawab tidak tahu, Hakim Ketua Budi Watsara menyatakan pemeriksaan keterangan saksi Dayu Sudikerta dilanjutkan pada persidangan selanjutnya.

"Cukup. Nanti Anda akan saya konfrontir dengan terdakwa. Peran saudara janggal.

Masak, ada uang miliaran rupiah tapi tidak tahu. Saudara bisa dipanggil lagi sebagai saksi untuk dikonfrontir," kata Budi Watsara.

Dayu Sudikerta coba menjelaskan ke hakim. Namun, hakim tak memberi kesempatan lagi.

"Anda jangan plintat plintut. Sudah, sidang kita hentikan. Pemeriksaan Anda sebagai saksi belum cukup. Akan saya periksa  lagi lain kesempatan," ujar  Hakim Budi Watsara.

Sementara saksi Suwandi menjelaskan, dirinya diajak mendirikan PT. Bangsing Permai oleh terdakwa Gunawan Priambodo.

Ia diangkat sebagai direktur. Setali tiga uang dengan keterangan Dayu Sudikerta, Suwandi mengaku tidak mengetahui kegiatan PT. Bangsing Permai. Hakim dan jaksa pun geleng-geleng kepala.

Suwandi mengaku hanya disuruh tanda tangan oleh terdakwa. Di sisi lain, Suwandi mengaku tidak tahu alamat PT Basing Permai.

"Jabatannya tinggi sebagai direktur. Gampang sekali menipu saudara, padahal Anda sarjana bukan tamatan SD atau SR. Antara profesi dan pengakuan tidak cocok. Ini PT apa. PT kok gelap-gelapan," kata Hakim Budi Watsara.

Hakim penasaran, menanyakan pekerjaannya, dan Suwandi mengaku memiliki apartemen dengan 40 kamar.

"Penghasilan Anda tinggi berarti, bisa ratusan juta setiap bulannya. Gaji hakim kalah. Apalagi gaji wartawan, tambah kalah jauh," celoteh Hakim Budi Watsara.

Hakim pun meminta Suwandi merenungkan kerugian Rp 2,4 miliar yang diderita korban.

"Korban adalah pensiunan yang susah payah mengumpulkan uang. Setelah uang terkumpul uangnya hilang kena tipu. Bayangkan saudara, uang pensiunan yang dikumpulkan itu amblas.

Uangnya mengalir ke rekening saksi (Dayu Sudikerta). Saudara pikirkan itu, saudara punya Tuhan. Saya yakin saudara tahu, tapi bilang tidak tahu agar tidak terlibat," kata Budi Watsara.

Seusai mendengarkan keterangan dua saksi tersebut, majelis hakim menunda sidang.

Sidang kembali dilanjutkan pekan depan, mengagendakan konfrontir antara saksi dengan terdakwa Gunawan Priambodo.

Sebagaimana diungkap dalam surat dakwaan jaksa, kasus ini berawal pada 2 Maret 2012 saat terdakwa Gunawan Priambodo bertemu saksi Marhendro Anton Inggriyono.

Saksi Marhendro adalah marketing agen era victory properti PT Anugerah Sejahtera Propertindo.

Keduanya lantas menjalin kerja sama dengan terdakwa, yang menjabat presiden direktur PT Bangsing Permai Properti.

Terdakwa meminta saksi memasarkan tanah kavling di Pecatu, Kuta Selatan, Badung seluas 16.640 meter persegi (m2).

Selanjutnya saksi Marhendro menjalin komunikasi dengan korban Kurnia Soetantiyo yang ingin mencoba bisnis properti di Bali.

Sesuai perintah dari terdakwa saksi Marhendro memasarkan tanah pada korban.

Terdakwa menyebut harga per are Rp 400 juta. Korban tertarik membeli 1.462 m2.

Terdakwa kemudian mentransfer uang Rp 100 juta ke rekening PT Anugerah Sejahtera Properindo atau kepada saksi Marhendro sebagai tanda jadi. Selanjutnya saksi Marhendro melaporkan pada terdakwa.

Terdakwa mengajak pertemuan pada Sabtu (21/7/2012) pukul 14.00 di Kantor Notaris Ni Ketut Neli Asih, Jalan Nakula, Nomor 8, Legian, Kuta.

Terdakwa mengatakan tanah itu tidak masalah. Notaris juga menyebut tidak ada masalah. Padahal, tanah tersebut masih milik Arifin Susilo Adiyasa.

Korban pun semakin yakin mau membeli tanah. Total luas tanah kavling yang dibeli 1.592 m2. Korban memberikan uang muka Rp 1.069.600.000.

Sisanya Rp 5,3 miliar dibayar bertahap sebanyak 18 kali. Selanjutnya korban melakukan pembayaran sebanyak 8 kali sejak 31 Juli 2012 sampai 28 Februari 2013 hingga mencapai jumlah Rp 2,4 miliar.

Notaris Neli Asih mengecek status tanah di Kantor Pertanahan Kabupaten Badung.

Setelah dicek, ternyata tanah tersebut bertatus kawasan perlindungan dan lahan hortikultura yang tidak  untuk lahan permukiman.

Tapi terdakwa mengatakan masalah tersebut akan diurus Ketut Sudikerta yang pada saat tersebut menjabat Wabup Badung.

Pada 18 Oktober 2012 pemilik tanah  sah atas nama Arifin datang ke kantor notaris Neli Asih bermaksud mengambil kembali sertifikatnya.

Neli Asih tidak ada menerangkan pada terdakwa bahwa tanah tersebut telah terjadi perikatan jual beli.  Singkat cerita, korban yang merasa tertipu lapor polisi.

Gunawan Priambodo didakwa Pasal 372 KUHP, 378 KUHP dengan ancaman pidana penjara empat tahun. Terdakwa juga dijerat Pasal 154 Undang-Undang Nomor 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. (*) 

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved