Liputan Khusus

Hukum Loyo Hadapi Perdagangan Penyu di Bali, Kasus di Sunset Road Ungkap Masih Maraknya Menu Penyu

Kasus kecelakaan mobil pikap yang mengangkut 20 ekor penyu di By Pass Sunset Road, Kuta, Badung, pekan lalu membuka fakta bahwa perdagangan ilegal

Penulis: I Wayan Erwin Widyaswara | Editor: Ady Sucipto
Tribun Bali/I Wayan Erwin Widyaswara
Sejumlah petugas menangani penyu di Pusat Pendidikan dan Konservasi Penyu, Serangan, Denpasar, pekan lalu. Perdagangan ilegal penyu yang dilindungi masih saja ditemukan di Bali. 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Kasus kecelakaan mobil pikap yang mengangkut 20 ekor penyu di By Pass Sunset Road, Kuta, Badung, pekan lalu membuka fakta bahwa perdagangan ilegal penyu masih marak di Bali.

Badan Pengelola Sumber Daya Pesisir dan Laut (BSPL) Denpasar menyebutkan, lemahnya penegakan hukum merupakan penyebab utama masih maraknya perdagangan ilegal penyu yang dilindungi.

Para pemasok penyu, khususnya penyu hijau di Bali, seakan kebal hukum.

Hasil investigasi Tribun Bali dalam sepekan terakhir berhasil menguak perdagangan ilegal penyu di Bali dan kaitannya dengan pikap bernopol DK 9363 KL pengangkut penyu yang kecelakaan di Sunset Road itu.

Diketahui, truk itu mengangkut 18 ekor penyu. Sopir pikap kabur, diduga ketakutan karena pikap mengangkut penyu selundupan.

Jumat (4/10) siang, Tribun Bali mencoba memasuki sejumlah warung makanan yang terkenal menjual lawar penyu.

Warung pertama yang dikunjungi adalah yang berada di sebuah jalan di sebelah barat simpang tiga dan LPD Ketewel, Gianyar.

Waktu itu, warung tersebut kedapatan masih menjual lawar penyu.

“Ada (lawar penyu). Mau nyari berapa?,” kata penjual saat Tribun Bali menanyakan apakah masih jual lawar penyu atau tidak.

Sejumlah pengunjung yang makan di lokasi tampak sangat bangga menikmati lawar daging dari hewan dilindungi undang-undang (UU) itu.

Salah-satu pengunjung bahkan mengeluarkan ponselnya sambil berkata, “Ngai story malu neh. Lawar penyu! Lawar Penyu!” kata pria tersebut kemudian menyantap hidangan lawar penyu yang ia beli.

Selesai mengamati di warung itu, Tribun Bali kemudian mengunjungi warung yang juga terkenal menjual lawar penyu sedari dulu, yang berada di sebelah selatan Jl. By Pass Ida Bagus Mantra, masih di seputar Ketewel. Warung ini buka di lantai dua.

Ketika Tribun Bali berkomunikasi dengan seorang pria yang merupakan pemilik warung, ia mengaku saat itu tidak ada lawar penyu. Yang ada adalah lawar serapah.

“Sekarang tidak ada penyu. Serapah mau? Saya kena musibah kemarin. Itu mobil yang mengangkut penyu mengalami kecelakaan,” katanya berbisik-bisik kepada Tribun Bali.

“Jadi bapak yang memesan penyu itu ya?” tanya Tribun Bali menegaskan.

“Iya. Ceroboh sekali sopirnya itu,” ujar pria itu.

“Itu kan bukan mobil saya. Saya cuma memesan saja,” kata lelaki berperawakan pendek ini.

Seraya duduk santai sambil menghisap sebatang rokok, pemilik warung ini pun bercerita sedikit pengalamannya selama menjual lawar hewan yang diindungi undang-undang ini.

Menurutnya, menjual lawar penyu memang rumit dan ribet.

Ia harus punya beberapa kaki tangan, baik itu tukang cari penyu, tukang ngangkut, tukang sembelih, dan tukang potong daging.

Selama ini, dia mengaku sudah biasa berurusan dengan aparat penegak hukum, karena berani menjual lawar penyu.

Bahkan, ia akui dirinya sempat masuk ke ranah pengadilan, namun tidak sampai dipenjara.

“Gimana orang polisi dan orang kejaksaan, pengadilan, juga sering ke sini (makan lawar penyu, red). Saya sudah biasa nuding-nuding (nunjuk-nunjuk orang),” katanya.

Penyu yang biasanya diselundupkan ke Bali adalah jenis penyu hijau.

Sebagaimana diketahui, penyu hijau termasuk dalam hewan yang dilindungi di Indonesia. Ini tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Hewan ini termasuk kategori terancam dalam daftar International Union For The Concervation Of Nature (IUCN).

Berdasarkan data WWF (World Wild Fund), sekitar 100.000 ekor penyu hijau ditangkap secara ilegal di berbagai kawasan di dunia setiap tahun. Setengahnya terjadi di kawasan Asia Tenggara, terutama di Bali.

Kepala Seksi Program dan Evaluasi Badan Pengelola Sumber Daya Pesisir dan Laut (BSPL) Denpasar, Permana Yudiarso mengatakan, adanya kasus kecelakaan mobil pengangkut penyu di Sunset Road pekan lalu memang mengindikasikan bahwa masih ada praktik-praktik nakal terhadap penyu di Bali.

Ia menuding aparat penegak hukum dan pemerintah daerah memang belum tegas untuk urusan ini.

“Penegakan hukum memang lemah. Aparat penegak hukum kan ada mulai dari polsek, polres hingga polda, dan ada juga penegak hukum lain yang terkait. Kewenangan kami tidak untuk menindak.

Kalau kami kan tidak ada kewenangan untuk menindak,” ungkap Permana Yudiarso saat ditemui di Kantor Dinas Kelautan dan Perikatanan Provinsi Bali, Selasa (1/10) lalu.

Menurut Yudiarso, lingkaran setan perdagangan penyu ilegal di Bali juga disebabkan oleh banyaknya penikmat daging atau lawar penyu di Bali.

Karena ada permintaan akan makanan tersebut, para penjual pun jadi selalu mencari cara agar bisa tetap menjual.

Lalu, apakah perdagangan ilegal penyu di Bali bisa dihentikan?

“Sebenarnya bisa. Tinggal kemauan saja sebenarnya. Political will dan kemauan. Kalau penegak hukum kan cuma peragkat saja.

Maksud saya, kemauan pemerintah daerah misalnya, dan kemauan konsumennya. Konsumen penyu kan masih banyak di Bali. Jadi komitmen bersama begitulah ya,” jelas Yudiarso. (*) 

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved