Hujan Cepat Turun Jika Ada yang Berdarah, Krama Desa Adat Seraya Gelar Prosesi Gebug Ende
Warga Desa Adat Seraya, Kecamatan Karangasem mengelar Gebug Ende dengan ujud memohon hujan segera turun.
Penulis: Saiful Rohim | Editor: Meika Pestaria Tumanggor
TRIBUN-BALI.COM, KARANGASEM - Warga Desa Adat Seraya, Kecamatan Karangasem mengelar Gebug Ende dengan ujud memohon hujan segera turun.
Hampir setengah tahun ini warga Seraya kesulitan memperoleh air bersih dan tidak bisa bercocok tanam.
Kelian Adat Seraya, I Made Salin mengatakan, Gebug Ende merupakan prosesi sakral.
Biasanya hujan akan turun beberapa minggu setelah penyelenggaraan Gebug Ende.
"Gebug Ende yang sakral dilakukan saat Usaba Kaja pada Purnama Kapat di Bale Agung Desa Adat Seraya minggu kemarin.
Prosesi ini dilaksanakan tiga hari setelah Ida Bhatara Mesineb," kata I Made Salin, Jumat (25/10/2019).
Menurut dia, krama Adat Seraya kembali mengelar Gebug Ende setelah Gebug Ende sakral di Bale Agung.
• Lepas Jabatan Menteri, Susi Pudjiastuti Pulang Kampung Disambut Warga: Welcome Back, Bu
• Bali Tak Dapat Wakil Menteri, GPS Sebut 2 Kemungkinan Pemilihan Kabinet Jokowi
• Maruf Amin Cerita Bahwa Dirinya Diuji Jokowi Dengan Kegiatan Padat Setelah Jadi Wapres
Pelaksanaannya sekitar wewidangan Desa Adat Seraya seperti di Seraya Barat, Seraya Tengah dan Seraya Timur.
"Sekarang warga menggelar Gebug Ende di Banjar Merajan, Desa Seraya. Rencananya setelah ini Gebug Ende digelar di Seraya Timur mengingat penduduk kesulitan mendapatkan air untuk kebutuhan setiap hari," tambah Made Salin.
Sebelum memulai Gebug Ende sakral, pemangku desa lebih dulu menghaturkan banten pejati di Pura Bale Agung.
Pemangku memohon dan meminta izin kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Dijelaskannya, peralatan gebug dan gamelan disiapkan desa.
Alat untuk menggebug berupa penyalin untuk memukul dan ende untuk menangkis.
Peserta sebanyak dua orang didampingi saye atau wasit.
Seusai menggebug peserta berpelukan.