Badung Dilarang Buang Sampah ke Suwung, Giri Prasta Komunikasi Langsung ke Pemerintah Pusat
Bupati Badung I Nyoman Giri Prasta akan berkomukasi langsung dengan pemerintah pusat menindaklanjuti keputusan Gubernur Bali melarang daerah itu buang
Penulis: I Komang Agus Aryanta | Editor: Ady Sucipto
TRIBUN-BALI.COM, MANGUPURA – Bupati Badung I Nyoman Giri Prasta akan berkomukasi langsung dengan pemerintah pusat menindaklanjuti keputusan Gubernur Bali melarang daerah itu buang sampah ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Suwung.
Saat ditemui Rabu (30/10), orang nomor satu di Kabupaten Badung itu mengatakan, TPA Suwung melayani sampah dari Denpasar, Badung, Gianyar, Tabanan (Sarbagita) merupakan keputusan pemerintah pusat.
“Sekarang ini Kabupaten Badung masih tetap (buang sampah) di situ (TPA Suwung) karena itu keputusan pemerintah pusat.
Kalau memang ada pemikiran tidak membolehkan untuk itu (buang sampah di TPA Suwung, red) kita akan komunikasi dengan pemerintah pusat,” kata Bupati Giri Prasta.
Namun menurutnya, kalau memang Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Badung harus membangun TPA sendiri, maka pihaknya akan memenuhi itu.
Tetapi Giri Prasta meminta waktu 2 sampai 3 bulan untuk menyiapkannya. Bukan hanya sebulan seperti diputuskan gubernur.
“Sebelum kita memiliki (TPA), menurut saya harus diberikan 2 atau 3 bulan inilah, sambil mempersiapkan diri,” ujarnya.
Bupati asal Desa Pelaga, Kecamatan Petang meminta tanah milik Pemerintah Provinsi (Pemrov) Bali di Badung bisa digunakan jadi TPA sementara.
Bila sudah ada kepastian tempat untuk TPA, maka anggaran tidak masalah.
“Nanti tahun 2020 kita akan anggarkan,” tandasnya.
Bupati Giri Prasta dengan tegas mengatakan, tidak ada istilah masyarakat menolak pembangunan TPA. Pasalnya, keberadaan TPA untuk masyarakat Badung.
“Kita lakukan untuk masyarakat Badung, iya..tak mungkinlah (ada penolakan),” tegasnya menjawab pertanyaan awak media.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kabupaten Badung, I Putu Eka Merthawan mendukung langkah Bupati Giri Prasta akan berkomunikasi dengan Pemerintah Pusat terkait larangan membuang sampah ke TPA Suwung.
Sebab, Badung buang sampah ke TPA Suwung atas dasar kesepakatan bersama tahun 2000 lalu.
Menurutnya, kawasan TPA Suwung itu adalah tanah negara, kemudian diserahkan kepada pemerintah Sarbagita untuk dikelola menjadi TPA regional.
“Atas dasar itu kami membuang sampah ke Suwung. Kami pun menyiapkan loder dan menggelontorkan anggaran sekitar Rp 1 miliar per tahun untuk operasional.
Dalam kesepakatan bersama itu ditetapkan untuk jangka waktu 20 tahun. Makanya, Bapak Bupati mencanangkan untuk membangun TPA mandiri tahun 2021,” kata Eka Merthawan.
Mengenai tanah milik Pemprov Bali untuk TPA, birokrat asal Kelurahan Sempidi, Kecamatan Mengwi mengaku sudah mengecek langsung ke lokasi bersama Biro Aset Provinsi Bali.
Menurutnya lahan di Balangan, Ungasan, Kuta Selatan seluas 8 hektare dan di Sobangan, Mengwi, seluas 3 hektare.
“Kebetulan lokasi keduanya memang jauh dari rumah warga. Bisa digunakan untuk membuang sampah sementara. Hanya saja di selatan masih berupa tegalan,” ujarnya.
Eka Merthawan menyatakan, hari ini ia akan memetakan tapal batas masing-masing tanah provinsi yang akan dijadikan Tempat Pembuangan Sampah (TPS) sementara.
“Setelah dipasang tapal batas, dua hari aksi bersih-bersih lokasi, maksimal 4 hari kami sudah pindahkan sampah yang di Tuban ke tempat baru untuk sementara dulu,” katanya
Menurut Eka, selain dua lokasi tersebut, tanah milik provinsi di kawasan Canggu, Kuta Utara juga dikaji untuk menjadi tempat pengolahan sampah.
“Tapi sementara masih dikontrak pihak ketiga. Tapi ke depan ini juga bisa dimanfaatkan, jadi pengolahan sampah bisa dilakukan di Badung Selatan, Badung Tengah dan Badung Utara,” katanya.
Darurat Sampah
Wakil Ketua DPRD Badung, Wayan Suyasa mengatakan, Pemkab Badung harus segera mengambil langkah konkret karena sudah darurat sampah. Hal ini berdampak merusak citra pariwisata.
“Paling tidak lakukan segera pendekatan yang lebih intensif ke Pemerintah Denpasar demi tertampungnya sampah dari Badung sebelum ada tempat yang memadai.
Kalau sesuai kesepakatan hanya 15 truk sampah per hari (dibuang ke TPA Suwung), lalu sisanya mau dibawa kemana? Kita harus koordinasi lagi demi menjaga Bali secara umum sehingga tidak merusak nama baik pariwisata,”ujarnya.
Lebih lanjut Plt. Ketua DPD Golkar Badung ini mengatakan, penitipan sampah di Kawasan Kelurahan Tuban hanya sementara.
“Kebutuhan Badung membuang sampah lebih dari 100 truk per hari, sampai dimana kemampuan penitipan sampah tersebut di Tuban? Hal ini harus segera dicarikan solusi agar tidak merusak citra pariwisata,” tegasnya.
Sementara itu, anggota DPRD Provinsi Bali Dapil Badung yang juga menjabat Bendesa Adat Ungasan, Wayan Disel Astawa menyatakan pihaknya belum pernah menerima usulan atas penggunaan TPA yang dikelola desa itu untuk kepentingan yang lebih luas.
Dikatakannya, penggunaan lahan Pemprov Bali untuk TPA desa telah diamanatkan oleh Gubernur Koster pada saat dia mencalonkan diri menjadi gubernur.
Amanat itu menyebutkan pengelolaan aset provinsi yang posisinya strategis dapat diserahkan pada desa adat.
“Saya sambut positif mengenai pemanfaatan (tanah Pemprov menjadi TPA Desa) karena kami berkepentingan terhadap kebersihan lingkungan,” kata Disel saat ditemui di Kantor DPRD Bali, Rabu (30/10).
Menurut dia, kalau tanah Pemprov Bali di Badung Selatan mau digunakan sebagai TPA Badung Selatan maka harus ada kajian, Amdal dan sebagainya.
Hal itu perlu dirumuskan dan dikaji bersama antara Pemprov Bali dan Pemkab Badung.
Diakuinya, pemanfaatan lahan milik Pemprov sebagai TPA selain untuk kepentingan desa adat juga untuk mendukung program bebas sampah plastik.
Mengenai rencana tempat tersebut yang dijadikan lokasi TPA kecamatan, ia menilai kurang elok karena merupakan daerah pariwisata.
“Apakah cocok itu digunakan sebagai tempat pengolahan sampah kecamatan? Untuk ruang lingkup desa sih masuk akal, tidak jadi masalah,” ujarnya. Adapun luas lahan sekitar 6 hektare. Saat ini baru digunakan sebagai TPA sekitar 50 are. Lokasinya berada di sebelah selatan GWK.
Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Bali Made Teja mengatakan penutupan TPA Suwung oleh kelian Banjar Pesanggaran dan pecalang akibat kebakaran. Selain itu masyarakat merasa dibohongi oleh pemerintah.
“Dari tahun 1985 sampai sekarang (masalah TPA Suwung tidak terselesaikan), siapa yang tidak marah,” kata Teja.
Menurutnya, menyelesaikan permasalahan sampah ini memerlukan proses. Tidak ada teknologi yang benar-benar bisa mengatasi seratus persen permasalahan. Selain itu komitmen Pemda tidak sama.
TPA Suwung digunakan empat kabupaten/kota dikoordinir oleh Pemprov Bali.
“Pengelolaannya tidak jelas karena mereka (Pemkot Denpasar, Pemkab Badung, Gianyar dan Tabanan) hanya membuang sampah saja, tapi kerja samanya tidak jalan,” ujarnya.
Di sisi lain, banyak truk pengangkut sampah yang tidak memenuhi syarat. Di Tabanan dan Denpasar banyak truk pengangkut sampah yang rusak.
“Terakhir kembali ke komitmen walikota dan bupati. Kalau dia komitmen berani gak untuk tidak mendapat uang insentif (karena digunakan untuk meremajakan truk sampah),” tuturnya.
Teja mengungkapkan Provinsi Bali mendapat bantuan sebuah truk sampah dari Satker Kementerian LHK. Truk itu dihibahkan ke Pemkot Denpasar.
Seperti diwartakan kemarin, Gubernur Bali Wayan Koster telah mengambil sejumlah langkah untuk mengatasi permasalahan terkait TPA Suwung.
Saat menggelar jumpa pers di Jayasabha Rumah Jabatan Gubernur Bali, Selasa (29/10), Koster menyebutkan, solusi jangka pendek, Kelian Banjar Pesanggaran dan pecalang sudah membuka akses masuk bagi sopir truk pengangkut sampah ke TPA Suwung.
Namun, hanya Pemkot Denpasar yang boleh membuang sampah ke TPA tersebut. Sedangkan Pemkab Badung, Gianyar dan Tabanan untuk sementara dilarang.
Pemkab Badung diberi waktu sebulan untuk cari lokasi TPA alternatif. Selama sebulan Badung hanya diizinkan membawa 15 truk sampah ke TPA Suwung. Gubernur mengatakan, polemik TPA Suwung tidak boleh dibiarkan berlarut-larut karena akan merugikan citra pariwisata Bali. (gus/wem)