Duktang Dimintai Sumbangan, ORI Bali Umumkan Hasil Kajian Pelayanan Administrasi Kependudukan

Ombudsman Perwakilan Bali baru saja menyelesaikan kajian tentang pelayanan publik, khususnya mengenai pelayanan administrasi kependudukan

Penulis: Wema Satya Dinata | Editor: Irma Budiarti
Tribun Bali/Wema Satyadinata
Paparan-Suasana pemaparan Rapid Assessment terkait urusan administrasi kependudukan desa di Hotel Inna Bali, Denpasar, Bali, Kamis (31/10/2019). Duktang Dimintai Sumbangan, ORI Bali Umumkan Hasil Kajian Pelayanan Administrasi Kependudukan 

Duktang Dimintai Sumbangan, ORI Bali Umumkan Hasil Kajian Pelayanan Administrasi Kependudukan

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Ombudsman Perwakilan Bali baru saja menyelesaikan kajian tentang pelayanan publik, khususnya mengenai pelayanan administrasi kependudukan di Kota Denpasar.

Fokus kajiannya adalah pada pelayanan administrasi kependudukan yang diselenggarakan oleh dua lembaga yaitu desa dinas atau kelurahan, dan desa adat. 

Keduanya dinilai memiliki peran dan kontribusi dalam pelayanan administrasi kependudukan.

Kepala Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Bali, Umar Ibnu Alkhatab menjelaskan hasil kajian ORI menemukan beberapa penyebab permasalahan pelayanan administrasi kependudukan di tingkat desa/kelurahan.

Penyebabnya antara lain, pertama, kurangnya anggaran dan Sumber Daya Manusia (SDM) di desa dinas dalam pelaksanaan pendataan penduduk pendatang.

Kedua, mekanisme atau alur pelayanan administrasi kependudukan yang tidak sesuai.

Ketiga, rendahnya kesadaran masyarakat pendatang untuk lapor diri. 

Keempat, ketiadaan alur pengaduan yang jelas terkait permasalahan adat dalam pelayanan administrasi kependudukan.

Dan kelima, belum adanya kebijakan teknis yang mengatur Penyelenggaraan administrasi kependudukan antara desa adat dan desa dinas.

Tonjolkan Satu Area Wajah Andalan Jadi Tren Makeup Tahun 2020

Kenali Gejala Stroke dan Pertolongan Pertama Sesuai Kondisi Penderita

Lebih lanjut dikatakannya, Ombudsman yang merupakan institusi pengawasan melakukannya secara terbuka dan tertutup.

“Kali ini kita melakukan investigasi dengan penelitian singkat terkait dengan pelayanan desa yang berbasis laporan,” kata Umar usai pemaparan Rapid Assessment terkait urusan administrasi kependudukan desa di Hotel Inna Bali, Denpasar, Bali, Kamis (31/10/2019).

Laporan masyarakat yang masuk ke Ombudsman kemudian dilakukan pengkajian.

Lalu ditindaklanjuti dengan turun ke lapangan dengan melihat fakta sebenarnya yang terjadi di lapangan.

“Hasilnya, kita menemukan beberapa poin, misalnya alur pelayanan yang tidak jelas, SDMnya kurang kemudian anggaran terbatas, prosedurnya tidak saling mendukung dan sebagainya,” terangnya.

Hasil kajian juga menyebutkan seringkali kewajiban masyarakat di desa adat menjadi sebuah syarat tambahan untuk memperoleh hak administrasi di desa dinas.

Sebagai contoh, lanjut dia, beberapa desa di Kota Denpasar memiliki kebijakan Ilikita Krama (Surat Tanda Lapor Diri/STLD).

Ilikita Krama berlaku dalam jangka waktu 3 bulan dengan pengenaan dana punia (sumbangan) sejumlah Rp 25 ribu kepada krama tamiu, dan Rp 10 ribu kepada tamiu.

Menurutnya, kebijakan Ilikita Krama di desa adat tersebut adalah sah, sepanjang ada pararem yang mengaturnya karena Bali juga mengakui keberadaan desa adat.

Namun kalau kebijakan itu ada masalah, maka bisa berimplikasi pada desa dinas.

Sambung dia, beberapa laporan memperlihatkan bahwa kalau ada masalah di desa dinas pasti awalnya berasal  dari desa adat.

Meriahnya Perhelatan Akbar MAXI Yamaha Day di Dieng

Soal Rencana Jokowi Pangkas Jabatan Eselon, Dayu Isma: Sudah Sepatutnya ASN Ikut Aturan dari Atas

“Misalnya, kalau warga mau mengurus KTP, desa dinas tidak berani mengeluarkan kalau tidak melampirkan surat keterangan dari desa adat. Ini yang membuat warga kesulitan,” ungkapnya.

Sementara dalam aturan administrasi kependudukan di desa dinas menyatakan bahwa pengurusan dan penerbitan dokumen kependudukan tidak dipungut biaya.

Perbedaan tersebut menyebabkan tingginya angka pengaduan administrasi kependudukan baik yang diterima oleh ORI Bali maupun UPP Saber Pungli.

Secara umum dari hasil pengambilan data yang dilakukan ORI Bali ditemukan bahwa 39 persen kepala lingkungan menyatakan terdapat syarat tambahan dalam pengurusan administrasi kependudukan, sedangkan 61 persen menyatakan tidak ada syarat tambahan.

Pada intinya diharapkan ke depan antara desa dinas dan desa adat melakukan sinergi supaya lebih efisien, lebih murah, bahkan tidak ada biaya dan juga tidak merepotkan.

Umar menambahkan, dipilihnya Kota Denpasar menjadi lokus pengambilan data karena Denpasar memiliki kondisi masyarakat yang heterogen, serta jumlah penduduk pendatang tertinggi di Bali.

Pengambilan data dilakukan pada 8 desa dan 10 Kelurahan yang tersebar di 4 kecamatan di Denpasar.

Dalam setiap desa atau kelurahan diambil beberapa responden, antara lain lurah/kepala desa, kepala lingkungan, bendesa adat, dan masyarakat.

Berdasarkan hasil analisa temuan dalam kajian ini, ORI Bali merekomendasikan, pertama, mendorong Gubernur Bali untuk menjabarkan Perda nomor 4 tahun 2019 tentang desa adat ke dalam Peraturan Gubernur (Pergub) yang menjelaskan tentang Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) atau Petunjuk Teknis (Juknis) tentang harmonisasi administrasi kependudukan di desa dinas dan desa adat. 

Iuran BPJS Kesehatan Resmi Naik Mulai 1 Januari 2020, Ini Cara Turun Kelas Perawatan

Buka IPOC 2019 di Bali, Maruf Amin: Jawab Kampanye Negatif dengan Data dan Fakta

Kedua, kepala desa/lurah dan bendesa adat dengan melibatkan masyarakat melakukan pembahasan dan menerbitkan peraturan bersama yang mengatur tentang standar pelayanan administrasi kependudukan berdasarkan peraturan perundang-undangan dan peraturan adat yang berlaku.

Ketiga, Majelis Desa Adat (MDA) membuat sarana pengaduan yang mudah diakses oleh masyarakat untuk bertukar informasi atau guna menyampaikan pengaduan yang berkaitan dengan administrasi kependudukan.

Pada kesempatan yang sama, Sekretaris Daerah Provinsi Bali Dewa Made Indra menyampaikan apresiasi atas kajian yang dilakukan ORI Bali.

Hasil dari studi Ombudsman ini menemukan berbagai persoalan yang harus dibenahi.

Persoalannya adalah bagaimana antara desa dinas atau kelurahan, dan desa adat bisa bersinergi sehingga pelayanan administrasi kependudukan terhadap warga sesuai semangat zaman.

Semangat zaman itu maksudnya pelayanan yang semakin baik, semakin cepat, tidak berbelit-belit, dan semakin murah.

Hasil kajian itu menemukan masih harus dilakukan pembenahan-pembenahan dan pengaturan secara teknis, bagaimana agar tidak terjadi hambatan dalam proses pengurusan administrasi kependudukan.

“Karena ada dua institusi, jangan sampai masing-masing melaksanakan lalu warga  yang harus menemui dua institusi itu untuk mendapat haknya dalam administrasi kependudukan. Jangan sampai itu terjadi,” kata Dewa Indra.

Pamit ke Istri Nonton Pertandingan Voli, Suparmana Ditemukan Meninggal di Subak Sebali

Ketindihan Mengerikan Bagi Beberapa Orang, Ini Penjelasan Pakar Neurosains

Ia menjelaskan dari sisi regulasi sesuai peraturan perundang-undangan, administrasi kependudukan dilaksanakan oleh pemerintah desa dinas dan kelurahan.

Tetapi desa adat juga memiliki wilayah dan krama, maka lembaga ini berkepentingan untuk mendapatkan informasi data kependudukan.

“Karena itu mau tidak mau, dia juga masuk dalam wilayah itu. Apalagi kaitannya dengan kewajiban dan hak di desa adat,” ujarnya.

Hanya saja masuknya desa adat ini, diharapkan tidak memperpanjang birokrasi pelayanan administrasi kependudukan dan tidak menambah biaya.

Maka dari itu perlu dibuat rumusan pedoman teknis yang memungkinkan kedua institusi ini bisa berkontribusi dalam pelayanan administrasi kependudukan.

Tetapi di sisi lain tidak menambah birokrasi pelayanan administrasi kependudukan pada warga.

Saat yang bersamaan, Pemprov Bali kini juga sedang merancang pembentukan Dinas Pemajuan Desa Adat ada di level provinsi, pada awal Januari 2020.

Tujuan pembentukan dinas ini adalah untuk memfasilitasi pemberdayaan desa adat.

Dinas ini nantinya juga akan memfasilitasi pengaturan-pengaturan soal pelayanan administrasi kependudukan.

Sementara itu, Bendesa Agung Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali, Ida Penglingsir Agung Putra Sukahet (Ratu Aji) menyampaikan sumbangan ke desa adat itu bukan bentuk penambahan syarat dalam mengurus administrasi kependudukan, namun berjalan sejalan antara hukum negara dan hukum adat. 

“Bukan penambahan syarat, namun berjalan sejalan antara hukum negara dan hukum adat,” ujarnya singkat.

(*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved