Begini Penjelasan Menhan Prabowo Subianto Mengenai Konsep Pertahanan Rakyat Semesta

Menurut Prabowo, konsep pertahanan dan keamanan negara harus didasarkan pada pertahanan rakyat semesta.

Editor: DionDBPutra
ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Menteri Pertahanan Prabowo Subianto bersiap mengikuti rapat bersama Komisi I DPR di kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (11/11/2019). 

Menurut Prabowo, Kemendikbud akan banyak berperan dalam hal pendidikan dan pelatihan bagi Komponen Cadangan.

"Pendidikan, pelatihan perwira-perwira cadangan, kemudian juga latihan-latihan untuk komponen cadangan nanti akan banyak peran dari Kementerian Pendidikan di SMA bahkan sedini mungkin di SMP dan juga di perguruan tinggi," kata Prabowo.

"Sebagai contoh, kalau kita lihat di negara Amerika, sumber perwira itu mereka dapatkan dari akademi militer, mungkin 20 persen, 80 persen adalah perwira cadangan dari universitas-universitas," ucap mantan Komandan Jenderal (Danjen) Kopassus itu.

Bertumpu Pada Rakyat

Anggota Komisi I dari Fraksi Partai Gerindra Fadli Zon sepakat dengan konsep pertahanan rakyat semesta yang diungkapkan oleh Prabowo.

Menurut Fadli, pertahanan negara seharusnya tidak hanya bertumpu pada TNI, tapi juga pada rakyat yang terlatih melalui program Bela Negara.

"Pertahanan kita memang harus bertumpu kepada rakyat yang terlatih dalam program Bela Negara, bukan sekadar komponen tentara yang selama ini sudah terlatih tetapi rakyat yang juga terlatih. Saya kira itu yang diharapkan bisa mempertahankan bangsa dan negara dalam situasi yang darurat dan genting," ujar Fadli saat ditemui di sela rapat kerja.

Fadli mengatakan, konsep pertahanan rakyat semesta yang dikemukakan Prabowo sejalan dengan Undang-Undang PSDN yang disahkan pada akhir September lalu.

"Jadi dengan itu kita harapkan pertahanan rakyat semesta menjadi sebuah doktrin yang riil, bukan hanya doktrin di atas kertas," kata Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu.

Fadli Zon membantah anggapan program Bela Negara sama dengan wajib militer, seperti yang diterapkan di Korea Utara, Korea Selatan dan Singapura.

Dalam implementasinya, program bela negara tidak bersifat wajib. Namun suatu kelompok masyarakat dapat secara sukarela mengikuti pelatihan dan pendidikan Bela Negara. Di sisi lain, kata Fadli, belum terdapat pos anggaran yang ditujukan untuk menggelar program wajib militer.

"Harus dilihat juga anggaran, anggaran untuk melakukan wajib militer kan cukup besar dan saya kira belum terefleksi dari postur anggaran kemarin kalau untuk jumlah yang sangat besar," ucap Fadli.

Kritik atas Militerisasi

Diketahui, sebelum disahkan, Rancangan Undang-Undang PSDN sendiri sebenarnya telah menuai kritik dari kalangan organisasi masyarakat sipil.
Peneliti Imparsial Batara Ibnu Reza berpendapat bahwa RUU-PSDN cenderung bersifat militeristik.

Ia menilai, ada upaya militerisasi terhadap warga sipil melalui program bela negara dalam draf RUU tersebut.

Halaman
1234
Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved