Tunjangan di Balitbang Capai Rp 25 Juta, DPRD Badung Minta Eksekutif Evaluasi Ketimpangan

Dewan mendesak eksekutif untuk mengkaji kembali pemberian tunjangan bagi PNS jabatan fungsional agar lebih adil.

Penulis: I Komang Agus Aryanta | Editor: Widyartha Suryawan
dokumentasi /Istimewa
Anggota Komisi III DPRD Badung I Nyoman Satria 

TRIBUN-BALI.COM, MANGUPURA - DPRD Kabupaten Badung menyoroti tunjangan penghasilan Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Pemkab Badung.

Pasalnya, para dewan menilai nafkah yang diterima oleh sebagian abdi negara di Gumi Keris tidak adil alias timpang, paling kentara terjadi pada PNS jabatan fungsional.

Dewan mendesak eksekutif untuk mengkaji kembali pemberian tunjangan bagi PNS jabatan fungsional agar lebih adil.

Anggota Komisi III DPRD Badung, I Nyoman Satria getol menyoroti ketimpangan besaran tunjangan jabatan fungsional ini.

Ia menyebut besaran tunjangan PNS jabatan fungsional sangat tidak wajar.

Ia menegaskan, ada yang tunjangannya rendah, di sisi lain ada yang sangat tinggi.

Padahal, kata dia, sama-sama menyandang status PNS jabatan fungsional.

Menurutnya, pegawai fungsional yang menerima nafkah cukup besar adalah pegawai yang ada di Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) dan Inspektorat.

Di dua Organisasi Perangkat Daerah (OPD) ini, kata Satria, pegawai fungsional bisa mendapatkan tunjangan puluhan juta rupiah.

Sangat berbeda dengan tunjangan yang diterima guru.

"Tunjangan fungsional guru dengan pegawai di Litbang dan Inspektorat terlalu jauh timpangnya," kata Satria saat rapat Badan Anggaran (banggar) DPRD Badung dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Badung di Gedung Dewan, Selasa (19/11/2019).

Politisi asal Mengwi itu membeberkan bahwa untuk guru SD tunjangan yang diterima hanya kisaran Rp 1,9 juta.

Sedangkan pegawai fungsional di Balitbang dan Inspektorat sudah menembus angka kisaran Rp 23 juta sampai 25 juta.

Besaran tunjangan pegawai Balitbang dan Inspektorat ini bahkan mengalahkan pegawai berstatus dokter yang hanya menerima tunjangan sebesar Rp 5 juta.

"Kok bisa jauh sekali. Guru hanya mendapat sedikit. Bahkan sekelas dokter saja tunjangannya Rp 5 juta,” sentilnya.

Karenanya ia mendesak agar eksekutif segera melakukan kajian ulang agar pada APBD Badung tahun 2020, permasalahan tunjangan ini tidak lagi menjadi polemik.

“Kami minta ini dievaluasi lagi. Biar tidak terlalu timpang. Coba lihat, rasanya tidak adil,” tegas Satria.

Dengan adanya ketimpangan itu, pihaknya pun berharap ke depan pegawai fungsional di Pemkab Badung mendapat tunjangan yang hampir merata.

“Harapan kami biar tidak terlalu timpang lah. Masak guru SD kecil-kecil. Sedangkan Balitbang dan Inspektorat besar-besar,” katanya lagi.

Tunjangan pegawai fungsional ini menurutnya dulu memang sudah dikaji secara matang.

Akan tetapi melihat kondisi sekarang ini pihaknya memandang perlu dilakukan penyesuaian kembali.

Ia pun menyodorkan aturan berupa PP 58 tahun 2005 ayat 63 yang mengatur  tentang pengelolaan keuangan daerah agar dijadikan pedoman dalam pemberian tunjangan ini.

“Selama ini kami sama sekali tidak pernah mengutak atik belanja atau gaji pegawai. Justru kami mendukung kesejahteraan pegawai terus ditingkatkan, tapi jangan terlalu timpanglah. Mungkin tinggi turunin dan rendah ditinggikan," pungkasnya. 

Sekda: Sudah Sesuai Aturan
Sementara Ketua TAPD Badung yang juga Sekda Badung I Wayan Adi Arnawa mengaku besaran pemberian tunjangan fungsional ini sudah sesuai aturan.

Namun demikian, pihaknya berjanji akan kembali melakukan evaluasi sehingga besaran tunjangan bagi pegawai jabatan fungsional ini tidak menyalahi aturan dan memiliki rasa keadilan.

"Tentu kami akan evaluasi sehingga tidak melanggar dari ketentuan," katanya singkat. (*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved