Sampah Jadi Momok Pariwisata, Koster Sebut Timbulan Sampah di Bali 4.281 Ton Per Hari

Tak bisa dipungkiri, persoalan sampah menjadi masalah paling serius bagi Bali. Sampah pun kini menjadi momok bagi pariwisata Bali.

Penulis: Wema Satya Dinata | Editor: Ady Sucipto
Tribun Bali/ Eurazmy
Sejumlah kendaraan truk pengangkut sampah areal Denpasar tampak mulai antre untuk membuang sampah di TPA Suwung, Selasa (29/10/2019). Per hari ini, aksi blokade warga Banjar Adat Pesanggaran sudah dibuka khusus untuk truk sampah Denpasar saja. 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Tak bisa dipungkiri, persoalan sampah menjadi masalah paling serius bagi Bali.

Sampah pun kini menjadi momok bagi pariwisata Bali.

Kondisi ini tentunya mengancam perekonomian Bali karena 75-80 persen bergantung pada pariwisata.

Untuk menangani permasalahan darurat sampah ini, Gubernur Bali Wayan Koster menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 47 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber, Kamis (21/11). Penerbitan Pergub ini mendapat apresiasi dan dukungan dari insan pariwisata di Bali.

“Pergub ini harus segera kita realisasikan karena waktu itu bergulir cepat, dan bagaimana mengatasi sampah itu sehingga tidak menjadi momok dalam pariwisata,” kata Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kabupaten Badung, I Gusti Agung Ngurah Rai Suryawijaya, saat menghadiri penandatanganan Pergub No 47 Tahun 2019 di Rumah Jabatan Gubernur Bali di Denpasar, kemarin. 

Rai Suryawijaya berharap persoalan sampah ini tak sampai menurunkan citra pariwisata Bali di tingkat internasional.

Sekarang dari 25 top destinasi pariwisata dunia versi TripAdvisor, Bali masih berada di urutan keempat.

Pulau Dewata kalah dari London (Inggris), Paris (Perancis), dan Barcelona (Spanyol).

Selain itu 75 persen perekonomian Bali ditunjang dari sektor pariwisata, bahkan perekonomian Badung sekitar 80 persen berasal dari pariwisata.

PHRI Badung mengimbau semua pihak mendukung implementasi pergub ini.

“Seluruh elemen masyarakat baik industri maupun instansi harus mendukung (pergub) ini karena demi Bali yang bersih dan Bali yang sehat,” ujar Gung Rai.

Dengan Pergub Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber, lanjut dia, diharapkan pengelolaan sampah bisa diselesaikan di tingkat desa, sehingga yang dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA) hanya residunya.

Bagaimana dengan pengelolaan sampah di hotel dan restoran?

Pihaknya akan bekerjasama dengan ahlinya yang berbasis teknologi sehingga sampah-sampah itu langsung bisa dipilah dan dipilih, menjadi sampah basah dan sampah kering.

Dianggap Warning

Belum lama ini, sebuah media pariwisata asing, Fodor's Travel, menyoroti masalah sampah di Bali sehingga Bali dianggap tidak layak untuk dikunjungi atau masuk daftar No List tahun 2020.

Mereka menyebutkan, Bali pada 2017 dideklarasikan sebagai kawasan darurat sampah lantaran terlalu banyak sampah plastik di pantai dan perairan.

"Badan Lingkungan Hidup Bali mencatat bahwa pulau itu menghasilkan 3.800 ton sampah setiap hari, dengan hanya 60 persen berakhir di tempat pembuangan sampah. Sebuah pengamatan yang jelas bagi siapa pun yang mengunjungi pulau itu," tulis Fodor's Travel.

Bagi Gubernur Koster, hal ini bisa dianggap sebagai warning dari pihak luar agar Bali tetap menjaga alam dan lingkungannya.

Karena itu, ia mengimbau kepada semua pihak agar memulai budaya hidup bersih di mana saja.

"Mungkin (pemberitaan) ini merupakan strategi kampanye dari pesaing-pesaing yang menjadi objek wisata.

Tapi tidak apa-apa, kita tunjukkan bahwa kita melakukan sesuatu terobosan yang betul-betul bermanfaat untuk kita semua,” kata Koster usai menandatangani Pergub No 47 Tahun 2019 di Rumah Jabatan Gubernur Bali, kemarin.

Selain permasalahan sampah, Koster mengakui ada sejumlah masalah yang saat ini menimpa pariwisata Bali.

“Ada turis yang mulai mencuri, mabuk, berantem, melanggar seperti masuk ke tempat suci dan duduk di tempat yang tidak semestinya, kenakalan-kenakalan kriminal lainnya harus dikelola dengan baik,” ujarnya.

Selanjutnya, dalam waktu dekat pihaknya akan mengumpulkan para pelaku pariwisata untuk menginvetarisir sejumlah masalah terkait kepariwisataan di Bali.

Sumber Sampah

Sementara itu, Koster meyakini Pergub No 47 Tahun 2019 akan mempercepat upaya melindungi dan memperbaiki alam lingkungan Bali beserta segala isinya di bidang pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah-sampah sejenisnya.

Koster menyebut jumlah timbulan sampah di Provinsi Bali mencapai 4,281 ton/hari.

Dari jumlah tersebut, yang sudah tertangani dengan baik sejumlah 2,061 ton/hari  atau 48 persen.

“Dari sampah yang tertangani ini, hanya 4 persen atau 164 ton/hari yang di daur ulang dan 1,897 ton/hari atau 44 persen yang dibuang ke TPA,” kata Koster.

Sedangkan, sampah yang belum tertangani dengan baik mencapai 2,220 ton/hari atau 52 persen.

Adapun sampah-sampah yang belum tertangani dengan baik ini, seperti dibakar 19 persen, dibuang sembarangan ke alam 22 persen, serta terbuang ke saluran air 11 persen.

“Oleh karena itu pola lama penanganan sampah, yaitu kumpul-angkut-buang harus kita ubah dengan mulai memilah dan mengolah sampah di sumber.

Seyogyanya, siapa yang menghasilkan sampah dialah yang bertanggung jawab untuk mengelola atau mengolah sampah itu sampai selesai.

Kalau kita yang menghasilkan sampah, masak orang lain yang disuruh mengurus sampah kita,” ujarnya.

Sampah-sampah itu semestinya diselesaikan sedekat mungkin dengan sumber sampah, dan seminimal mungkin yang dibawa ke TPA, yaitu hanya residu dari pengolahan sampah.

Apalagi kondisi TPA di kabupaten/kota sebagian besar bermasalah, seperti melebihi kapasitas (overload), kebakaran, pencemaran air tanah, bau, dan sebagainya.

Di sisi lain  setiap keluarga diimbau berperan aktif dalam pengelolaan sampah rumah tangga.

Antara lain dengan menggunakan barang dan/atau kemasan yang dapat didaur ulang dan mudah terurai oleh proses alam dan membatasi timbulan sampah dengan tidak menggunakan plastik sekali pakai.

Selain itu juga dengan menggunakan produk yang menghasilkan sesedikit sampah, memilah sampah, menyetor sampah yang tidak mudah terurai oleh alam ke bank sampah dan/atau fasilitas pengolahan sampah (FPS), mengolah sampah yang mudah terurai oleh alam dan menyiapkan tempat sampah untuk menampung sampah residu.

“Pengelolaan sampah yang dilakukan di rumah tangga dan kawasan tertentu bisa dilakukan secara mandiri atau bekerjasama dengan desa adat dan/atau desa/kelurahan,” kata gubernur asal Desa Sembiran, Kecamatan Tejakula, Buleleng ini.

Pergub ini juga mengatur tentang kewajiban produsen untuk melakukan pengurangan sampah dengan cara menarik kembali sampah dari produk dan kemasan produk untuk didaur ulang, di guna ulang dan dimanfaatkan kembali, dengan menunjuk bank sampah unit, bank sampah sektor, dan/atau bank sampah induk di setiap kabupaten/kota sebagai fasilitas penampungan sementara. (*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved