Polemik Aksara Bali Makin Bergulir, dari Atas Nama Nasionalisme hingga Kesucian Aksara
Pemprov Bali berdiri atas nama adat dan budaya yang harus dijaga, Polda Bali berbicara atas nama nasionalisme. Mana yang tepat?
Penulis: Wema Satya Dinata | Editor: Huda Miftachul Huda
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR- Penulisan aksara Bali dengan ditempatkan di atas bahasa Indonesia pada plakat serta papan nama lembaga pemerintah dan swasta adalah menurut Pemprov Bali adalah bagian dari eksistensi kebudayaan dan adat yang harus dijalankan.
Terlebih aturan itu sudah digodok melalui Peraturan Gubernur (Pergub) 80 Tahun 2018 tentang Perlindungan dan Penggunaan Bahasa, Aksara dan Sastra Bali, serta Perda Nomor 1 Tahun 2018 tentang Bahasa, Aksara, dan Sastra Bali.
Namun di atas itu semua, Polda Bali yang memprotes aturan ini juga punya argumen.
Atas nama nasionalisme, penulisan aksara Bali yang yang penempatannya ditaruh di atas aksara bahasa Indonesia adalah sebuah bentuk pelanggaran dari UUD 1945, UU nomor 24 tahun 2009 dan sumpah pemuda.
Karena Bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan, maka tetap bahasa Indonesia yang menjadi bahasa yang diutamakan, sehingga penempatan aksara latin seharusnya berada di atas aksara Bali.
Lalu mana yang tepat? Polemik ini masih akan terus bergulir.
Terakhir pernyataan datang dari Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, Wayan ‘Kun’ Adnyana.
Menurutnya penggunaan Bahasa Indonesia dalam papan nama gedung, jalan dan lain-lain tetap dilakukan. Hanya saja dalam penulisannya wajib diisi aksara Bali di atas huruf latinnya.
“Kalau membaca Surat dari Polda Bali kan tekanannya pada penggunaan bahasa Indonesia. Justru yang berjalan selama ini, dengan pemberlakuan Peraturan Gubernur Bali Nomor 80 Tahun 2018 tentang Pelindungan dan Penggunaan Bahasa, Aksara, dan Sastra Bali serta Penyelenggaraan Bulan Bahasa Bali, dalam alih huruf Latin ke aksara Bali pada papan nama gedung, jalan, dan lain-lain, memang tetap menggunakan bahasa Indonesia,” kata Kun Adnyana saat dikonfirmasi melalui sambungan seluler, Rabu (27/11/2019).
• Penempatan Aksara Bali Diprotes Polda, Dewan Sebut Tidak Menyalahi Aturan
• Penempatan Aksara Bali Dianggap Bermasalah, Kapolda Bali: Bahaya Ini
Artinya, kata-kata bahasa Indonesia tetap dituliskan dalam bahasa Indonesia dengan aksara Bali.
Selanjutnya dari segi bahasa tetap memakai bahasa Indonesia, dengan mengikuti pelapannya.
Di sisi lain, lanjut dia, terkait penempatan aksara Bali di atas huruf Latin adalah sebagai bentuk penghormatan dan pemuliaan, karena aksara Bali itu suci, yang merupakan fundamental Kebudayaan Bali.
Dengan adanya regulasi tersebut, menurut Kun Adnyana, masyarakat Bali kini mulai merasakan adanya pengakuan Pemerintah atau Negara tentang nilai dan kearifan lokalnya, sehingga kebijakan ini direspon dengan suka cita oleh seluruh masyarakat, sampai ke pelosok-pelosok desa.
Terlebih diatur pula latarbelakang papan nama itu berwarna gradasi merah ke putih, ini sebagai representasi semangat nasionalisme.
Selanjutnya terkait masukan dari pihak Polda Bali agar merevisi Perda maupun Pergub, ia menyampaikan harus ada kajian lebih lanjut bersama Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkompinda) Provinsi Bali.