Mungkinkah Bangun Apartemen dan Rusun Secara Massal di Bali? Pemprov Masih Mengkaji

Mengenai Bangunan vertikal ini masih dilakukan sosialisasi karena masih ada pro dan kontra

Penulis: Wema Satya Dinata | Editor: Huda Miftachul Huda
Tribun Bali/I Wayan Erwin Widyaswara
Rusunawa di Penatih, Denpasar, Sabtu (10/8/2019) tampak lengang. Rusunawa ini sepi peminat meski tarif per bulannya murah. 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR- Wacana tentang pembangunan rumah vertikal seperti rumah susun (rusun) atau banyak (secara massal) apartemen di Bali kini masih digodok lantaran masih menimbulkan pro dan kontra.

Menyempitnya lahan dan makin berkembangnya jumlah penduduk membuat bangunan vertikal dianggap perlu.

Namun di satu sisi, rumah susun ataupun apartemen juga rentan bertabrakan dengan kultur dan budaya Bali.

“Mengenai Bangunan vertikal ini masih dilakukan sosialisasi karena masih ada pro dan kontra. Mungkin saja kedepan, karena adanya keterbatasan lahan yang ada di Provinsi Bali ini, sedangkan jumlah penduduk tidak bisa dibendung dan bertambah terus, baik dari kelahiran maupun penduduk pendatang,” jelas Kepala Dinas PERKIM Provinsi Bali, Gede Pramana, Senin (2/11/2019).

Saat ini, Pemprov Bali sudah membangun rumah susun yang dihuni oleh para aparatur sipil negara (ASN) Pemprov Bali.

Rusun tersebut berlokasi di Penatih, terdapat 90 kamar.

Untuk yang tinggal di lokasi ini adalah ASN yang statusnya lajang, dan hingga sekarang sudah terisi 87 kamar.

Dalam Rusun itu cukup bersih karena kultur dan budaya Bali.

Orang Bali kata dia tidak sembarangan menggantung pakaian.

“Kembali lagi tergantung dari kultur orang yang tinggal di sana (hunian vertikal),” tuturnya.

Siang tadi Pemerintah Provinsi Bali melalui Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (PERKIM) menggelar kegiatan sosialisasi publik II dalam rangka merancang penyusunan Ranperda Rencana Pembangunan Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman (RP3KP) di Aula Graha Sarwa Guna I, Kantor LPMP Provinsi Bali, Senin (2/12/2019).

Kepala Dinas PERKIM Provinsi Bali, Gede Pramana mengatakan tujuan digelarnya sosialisasi publik ini adalah untuk mendapatkan masukan-masukan terkait penyempuranaan Ranperda sehingga Bali bisa terbebas dari kawasan permukiman kumuh, serta ada perlindungan terhadap bangunan tradisional Bali.

“Bagaimana kita supaya tidak terjadi lagi permukiman kumuh, artinya pendatang dan penduduk Bali yang membangun rumah menimbulkan kekumuhan baru. Maka hal ini diatur dalam RP3KP,” kata Pramana saat ditemui usai sosialisasi.

Ia khawarir munculnya permukiman kumuh karena banyaknya pendatang yang datang ke Bali, serta pertumbuhan penduduk sangat tinggi 2,14 persen, sedangkan kawasan permukiman yang ditetapkan di Bali adalah 10,44 persen pada luas wilayah sesuai dengan RTRW Provinsi Bali.

Di sisi lain, lanjut dia, dari hasil konsultasi ke Kementerian Dalam Negeri, Ranperda ini mendapat dukungan dalam penyusunannya, karena Ranperda RP3KP Bali berbeda dengan Ranperda daerah lainnya.

Halaman
12
Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved