Suyasa Pengeng, Dilaporkan Serobot Tanah Miliknya Sendiri

Ida Bagus Suyasa menjadi terlapor dalam kasus penyerobotan tanah di Satreskrim Polres Jembrana.

Penulis: I Made Ardhiangga Ismayana | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
Tribun Bali/I Made Ardhiangga Ismaya
Ida Bagus Suyasa saat ditemui di warung makan Jepun, Senin (2/12/2019). 

TRIBUN-BALI.COM, NEGARA - Ida Bagus Suyasa menjadi terlapor dalam kasus penyerobotan tanah di Satreskrim Polres Jembrana.

Ia dilaporkan oleh seseorang berinisial RPS atas kasus penyerobotan tanah.

Padahal menurut dia, tanah itu masih menjadi miliknya. Karena, dia tidak pernah merasa menjual ke pihak manapun.

Suyasa didampingi dua kuasa hukumnya, I Gusti Ngurah Komang Karyadi dan Donatus Openg.

Suyasa mengatakan, dirinya dituding melakukan penyerobotan tanah, menduduki tanah tanpa izin.

Padahal tanah itu tidak pernah dia dijual.

Sambut Sang Juara & Bakal Pesta di Dipta, YT Ingatkan Fans Jika Langgar Ini Bali Utd Terancam Sanksi

Yoyo Kembali untuk Balas Dendam, Ambil Pedang untuk Tebas Korban

Kronologi Kecelakaan Maut di Bypass Ngurah Rai Denpasar, Peni & Oka Terpental Lalu Terkapar di Jalan

"Tanah itu tidak pernah saya jual. Dan masih milik saya. Jadi masih saya gunakan untuk bercocok tanam," ucapnya, Senin (2/12/2019).

Donatus alias Don Openg mengatakan, kliennya awalnya melakukan pembelian tanah kemudian dipinjam oleh dua temannya, untuk membuat perusahaan yang bergerak di bidang pengadaan barang.

"Kemudian sertifikat itu dipinjamkan ke bank dan uangnya dipakai untuk modal," jelasnya.

Lantas, kliennya diiming-imingi menjadi komisaris perusahaan namun harus setor saham sebesar Rp 1,8 miliar.

Karena itu, kliennya menyerahkan sebanyak 12 sertifikat, selain sertifikat tanah yang sudah dipinjam.

Sehingga menjadi 13 sertifikat.

Terheran & Bingung Perusahaan BUMN Punya Bisnis Hotel, Erick Thohir: Kembali ke Core Bisnisnya

Pengakuan Komang Tri Soal Tragedi di Pemogan, Balas Dendam Ambil Senjata Lalu Tebas Membabi Buta

Yasa Nekat Gantung Diri Setelah Didatangi Mantan Pacar

"Dari 13 sertifikat itu, delapan sertifikat dijaminkan di bank pada 2005. Padahal kalau dihitung, dari delapan sertifikat itu taksirannya Rp 3 miliar lebih," ungkapnya.

Karyadi menambahkan, lima sertifikat lainnya digadaikan ke pihak ketiga, bukan bank, di perorangan dan LPD.

Kemudian pada 2007, delapan sertifikat dijaminkan ke bank lain di mana pemindahan itu tanpa sepengetahuan Suyasa.

Tahun 2009 perusahaan dinyatakan pailit di Pengadilan Niaga Surabaya.

Aparat Hukum Terbang dari Bali ke Riau, Tangkap Buronan Wanita ini, Langsung Menuju Lapas Kerobokan

Akademisi Kritisi Pemerintah Bangun Perkantoran di Persawahan

Terkait Penghentian Proyek Gudang Mikol, Warga dan Kelian Adat Kepaon Datangi Polresta Denpasar

"Anehnya pemegang saham inilah yang melaporkan atau menggugat kepailitan. Kan itu tidak masuk akal. Seharusnya kepailitan itu digugat oleh debitor bukan pemilik saham," bebernya.

Dalam perkembangannya, kata Karyadi, diadakan lelang tanpa sepengetahuan Suyasa.

Salah satunya dibeli oleh pelapor, RPS.

Perayaan Nataru, Balai Besar POM di Denpasar Akan Gelar Pengawasan Parcel dan Makanan Kadaluwarsa

Tribun Bali Raih Juara II dari BPOM di Denpasar Terkait Penyebarluasan Informasi Obat dan Makanan

Nah, RPS inilah yang melaporkan ke kepolisian.

Alasannya, Suyasa melakukan penggarapan lahan. Atas hal ini, Suyasa yang masih merasa itu adalah hak miliknya pun melaporkan balik RPS dengan tuduhan pemalsuan surat dan penadahan. (*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved