4 Kucit Bantuan Desa Manistutu Jembrana Mati, Keswan Sebut Mati Karena Diare Bukan Virus ASF
Saat merebaknya isu virus ASF yang belum ada vaksinnya mulai menyerang babi di Indonesia, empat kucit bantuan APBDes 2019 di Jembrana mati mendadak.
Penulis: I Made Ardhiangga Ismayana | Editor: Meika Pestaria Tumanggor
TRIBUN-BALI.COM, NEGARA - Saat merebaknya isu virus ASF (African Swine Fever) yang belum ada vaksinnya mulai menyerang babi di Indonesia, empat kucit bantuan dari anggaran APBDes 2019 di Jembrana, mati mendadak.
Empat kucit itu mati kurang dari dua pekan setelah terdistribusi ke warga.
Namun Pihak Keswan Kesmavet Dinas Pertanian dan Pangan Jembrana menegaskan, kucit yang mati karena terserang diare.
Bukan karena virus ASF (African Swine Fever).
Diare dan dehidrasi pada kucit itu bisa terjadi dikarenakan faktor makanan dan kandang yang kurang representatif.
• Jembrana Antisipasi Masuknya Virus ASF yang Menyerang Babi, Peternak Dikumpulkan & Diberi Penyuluhan
• Bali Waspada Flu Babi Afrika, Ini Potensi Penyebarannya Yang Perlu Diantisipasi
• Tiga Peternakan di Tabanan Nihil Virus African Swine Fever, Antisipasi Demam Babi Berujung Kematian
Pj Perbekel Desa Manistutu, I Gede Arya Widiarta mengatakan, program pemberdayaan kucit itu didistribusikan 26 November 2019 lalu.
Sebanyak tujuh kelompok ternak mendapat bagian 20 ekor.
Satu kelompok ternak ada sekitar 20 orang warga.
Untuk kucit yang mati itu ada di tiga banjar atau kelompok, yakni Banjar Benel, Banjar Tunas Mekar dan Banjar Pendem.
"Dari pihak Keswan sudah mulai awal melakukan pemeriksaan. Dan memang kucit mati itu karena diare dan cuaca," ucapnya, Selasa (10/12/2019).
Ia menjelaskan, program ternak kucit, merupakan program pemberdayaan menggunakan dana APBDes.
Kucit yang didistribusikan sekitar 140 ekor dengan jenis kelamin campuran.
Baik jantan maupun betina.
• Hasil Undian Piala AFC 2020, Bali United Masuk Grup G, Ini Daftar Pesaingnya
• Jika Ciro Alves Merapat, Bali United Kemungkinan Lepas Melvin Platje di Bursa Transfer
• Kontrak Sebagai Pemain Bali United Selesai, Wilian Pacecho : Saya Tidak Tahu Kapan Kembali ke Bali
Anggarannya Rp 112 juta dengan potong pajak 11,5 persen PPN dan PPH.
Sehingga satu kucit itu senilai Rp 700 ribu lebih.
"Pada awal sebelum didistribusikan, Keswan mengumpulkan atau kucit dijadikan satu koloni. Kemudian, disuntik dan sudah ada pengecekan dokter hewan. Ini memang pengetahuan warga kurang baik. Ketika sudah diketahui sakit tidak ada pelaporan. Padahal sudah ada imbauan supaya melaporkan jauh sebelum kejadian," tegasnya.
Perbekel terpilih Desa Manistutu, Komang Budiana mengaku, pihaknya akan berupaya untuk mengganti kucit.
Dana yang digunakan nantinya ialah dana penyedia.
Sesuai kesepakatan, memang penyedia akan mengganti kucit yang mati.
Namun, perlu diketahui bahwa kucit yang akan didistribusikan ke warga, memilih standardisasi.
"Kami masih menunggu untuk bobot kucit. Standarnya memang berat bibit harus 10 kilogram," ungkapnya.
Ia menambahkan, program pertama kali ini dibangun dengan alasan sistem ovop (one village one product).
Di mana nantinya, Manistutu bisa menjadi penghasil ternak babi.
Hasilnya nanti kembali kepada warga.
• UPDATE Perolehan Medali SEA Games 2019, Vietnam Gusur Thailand, Indonesia Posisi Keempat
• Latihan Selama Setahun, Atlet Judo Asal Bali Gede Ganding Persembahkan Medali Emas di SEA Games 2019
• Buntut Injakan Pemain Vietnam, Evan Dimas Pakai Kursi Roda Saat Ambil Medali SEA Games 2019
Apalagi, Manistutu masih memiliki peringkat dengan KK miskin yang mencapai 182 KK.
"Jadi kami berniat untuk berdaya saing. Nanti harapannya BUMDes yang akan menampung kucit untuk kemudian dijual. Dan hasilnya kembali ke warga dan bisa untuk dikembangkan hingga akhirnya diberikan ke warga yang kurang mampu," bebernya.
Terpisah, Kasi Keswan Kesmavet Dinas Pertanian dan Pangan Jembrana, drh IGNB Rai Mulyawan mengatakan, pengecekan kucit ini berdasarkan surat permohonan Pj Perbekel Manistutu.
Pihaknya melaksanakan pelayanan Keswan terhadap sebagian ternak dimaksud berdasarkan laporan medik dari dokter hewan di Puskeswan Melaya yang melakukan investigasi. Hasilnya, kucit tersebut mati karena diare.
"Diare dan dehidrasi. Seharusnya bukan menggunakan makanan tradisional atau makanan cair. Sebetulnya diberikan sentrat atau makanan padat. Jadi untuk awal harusnya seperti itu," bebernya. (*)