Soal Revisi Judul Ranperda, Koster Tak Setuju Istilah Kontribusi Diganti  

Gubernur Bali, Wayan Koster menyatakan tidak sepakat mengganti istilah ‘kontribusi’ menjadi ‘donasi’.

Penulis: Wema Satya Dinata | Editor: Ni Ketut Sudiani
TRIBUN BALI/WEMA SATYADINATA
Gubernur Bali, Wayan Koster 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Gubernur Bali, Wayan Koster menyatakan tidak sepakat mengganti istilah ‘kontribusi’ menjadi ‘donasi’ dalam judul Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Kontribusi Wisatawan untuk Perlindungan Alam dan Budaya Bali yang diusulkan Anggota Komite II DPD RI Dapil Bali, Made Mangku Pastika.

Pernyataan itu dilontarkannya usai membuka musyawarah wilayah Dewan Masjid Indonesia (DMI) Provinsi Bali, di Hotel Grand Santhi Denpasar, Sabtu (14/12/2019). 

Pergantian istilah kontribusi dalam  judul Ranperda tersebut dinilai tidak perlu mengingat sudah mendapat  persetujuan dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri RI).

"Kalau judul Ranperda dan materinya sudah disetujui oleh Kemendagri, menurut saya tidak perlu diubah lagi,” kata Koster.

Selain tak menyepakati usulan revisi judul dan isi Ranperda tentang Kontribusi Wisatawan untuk Perlindungan Alam dan Budaya Bali, ia juga menyatakan tidak sepakat terhadap usulan kenaikan tarif kontribusi wisatawan dari 10 dolar AS menjadi 25 dolar AS.

"Oh ndak usah. Sepuluh (dolar) aja cukup," tegas mantan Anggota DPR RI tiga periode ini.

Sehari sebelumnya, usulan revisi terhadap judul dan isi Ranperda tentang Kontribusi Wisatawan untuk Perlindungan Alam dan Budaya Bali disampaikan oleh Mangku Pastika.

Usulan revisi tersebut berkaitan dengan pemilihan diksi pada judul dan isi regulasi. Antara lain mengubah kata kontribusi menjadi donasi atau sumbangan pada judul Ranperda, serta terkait usulan donasi yang hanya dikenakan kepada wisatawan mancanegara. 

Pastika menjelaskan, revisi ini penting dilakukan agar esensi yang terkandung dalam Ranperda tersebut tidak bertentangan dengan regulasi di atasnya, sehingga realisasi Perda dapat segera terwujud. 

“Donasi wisatawan ini penting bagi Bali untuk menjaga budaya, agama, kearifan lokal, dan alam kita di Bali,” kata Mantan Gubernur Bali dua periode ini.

Ia mencontohkan Pemprov Bali mengeluarkan dana dari APBD untuk desa adat Rp 300 juta per tahun per desa adat, ada 1.493 desa adat se Bali.

Ditambah dana untuk sekitar 2.700 Subak sejumlah  Rp 50 juta per subak, belum lagi bantuan provinsi untuk menjaga lingkungan, bantuan upacara-upacara, membangun tempat ibadah, membantu sekaa-sekaa seni, melaksanakan Pesta Kesenian Bali (PKB), serta kegiatan budaya lainnya. 

“Saran saya ditambah menjadi minimal 25 dolar AS. Itu jika dirupiahkan hanya Rp 300 ribu. Bagi mereka (Wisman) menurut saya sekali makan saja kurang. Anggaplah 5 ribu orang masuk sehari dikali 25 menjadi 125 ribu dolar AS. Dengan begitu bisa mengurusi PKB, desa adat, lingkungan hidup, obyek wisata bisa diperbaiki,” kata Pastika.

 
Di lain sisi, Bali merupakan penyumbang devisa tertinggi dari daerah lain di Indonesia, mencapai Rp 130 - Rp 150 triliun per tahun.

Selama ini PAD Bali hanya bersumber dari Pajak Kendaraan Bermotor (PKB). Itupun 30 persennya ditransfer ke Kabupaten/Kota, Provinsi hanya menikmati 70 persen.

Halaman
12
Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved