Tetap Jual Arak Meskipun Ratusan Kali Kena Razia, Begini Kisah Wayan Odah
Wayan Odah, penjual arak dari Sanur, Denpasar, Bali tak pernah menyerah untuk menjual arak walaupun harus ratusan kali kena razia dan ditangkap.
Penulis: Putu Supartika | Editor: Ady Sucipto
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR- Wayan Odah, penjual arak dari Sanur, Denpasar, Bali tak pernah menyerah untuk menjual arak walaupun harus ratusan kali kena razia dan ditangkap.
Walaupun dirinya tak dipenjara, namun ada dua perasaan yang ia rasakan ketika ditangkap atau terkena razia.
“Ya saya merasa bersalah iya, bingung juga iya.
Perasaan saat ditangkap merasa bersalah, satu sisi juga bertanya-tanya, kenapa saya harus merasa bersalah ini kan tradisi,” katanya, Rabu (18/12/2019).
• Seminar Tentang Arak, Putu Widiantara: Jangan Identikkan Arak Sebagai Penyebab Kriminalitas
• Rancangan Pergub Tentang Arak Bali Disebut Bukan untuk Legalkan Arak, Tapi Soal Ini
Usaha penjualan arak yang ia jalankan sekarang merupakan warisan turun temurun sejak dulu.
Dari neneknya, kemudian diteruskan ibunya, dan kini dirinya terus meneruskannya.
Ia pun ingat saat kecil membantu orang tuanya menjual arak tak pernah kena razia.
Razia baru ada sejak tahun 1990-an semenjak ada metanol.
“Baru tahun 90an, semnjak ada metanol kita ditangkap, kadang dituduh metanol, saya proteksi dengan uji ke BPOM biar saya punya bukti bukan metanol tapi ditangkap juga karena tak ada ijin,” katanya.
Dirinya menganggap minum arak merupakan sebuah tradisi yang biasa dilakukan orang tua dahulu untuk menghangatkan badan, dan esoknya bangun dengan badan segar.
“Di tempat saya belum pernah ada yang bertengkar karena mereka minum.
Dan kebanyakan yang minum di saya adalah orang tua datang dari bekerja, sehingga besoknya bangun pagi kerja dengan segar,” katanya.
Dan yang menjadi penyebab seseorang bukan karena arak, melainkan minuman sejenis minuman oplosan.
“Kalau kejadian meninggal karena arak, bukan kecelakaan atau berkelahai di tempat lain tidak ada. Mungkin oplosan itu penyebabnya,” katanya.
Sehingga dengan seringnya terkena razia dirinya pun mengaku pasrah saja.
Apabila saat ada razia dan ditemukan ada yang minum, ia pun tak bisa berkata apa selain pasrah walaupun dirinya tak pernah ditahan karena hal itu.
“Ya pasrah saja, kan tidak bisa bilang apa, tetapi saya tetap pertahankan tradisi. Karena ini dari nenek saya sudah jualan dan saya sudah 35 tahun sejak tahun 1994,” katanya.
Bahkan jelang hari raya, dirinya rutin kena razia dan hampir tak pernah lolos.
Ia pun berharap arak Bali ini diberikan hak istimewa, karena cara meminum orang Bali tak senegatif yang dikatakan belakangan ini.
“Kalau kriminal ya kriminal, apalagi minum sebelum melakukan aksi kriminal, pasti ada rencana sebelumnya bukan psikologis karena pengaruh alkohol.
Pasti kalau misalnya jadi berkelahi, pasti sebelumnya ada masalah itu,” katanya.
Widiantara: Jangan Identikkan Arak Sebagai Penyebab Kriminalitas
Isu tentang pelegalan arak bali setelah dirancangnya Pergub tentang arak, membuat beberapa kalangan sempat resah.
Padahal Pergub tersebut nantinya hanya akan mengatur tentang tatakelola minuman permentasi atau destilasi khas Bali.
Salah satunya dirasakan oleh Putu Widiantara yang bergerak dalam bidang hospitality.
Ia mengatakan arak yang awalnya berada di black area menjadi green area akan membuat ada penumpang gelap yang justru akan merusak citra arak Bali sendiri.
“Kami takut ada penumpang gelap, ngaku arak Bali, padahal itu bukan arak dan saat dikonsumsi akan menyebabkan petaka,” katanya saat menjadi pembicara dalam seminar dan diskusi bertajuk Arak Diantara Industri & Tradisi di The Cellardoor Hatten Wines, Denpasar, Rabu (18/12/2019).
Ia menyebut, tradisi mengonsumsi arak secara tradisional di Bali awalnya dilakukan oleh petani, sebelum pergi ke sawah mereka meminum satu sloki begitupun usai dari sawah, namun tetap produktif dalam bertani.
Namun belakangan ia merasa risih, saat arak dikambinghitamkan sebagai penyebab tindak pidana kriminal.
Sehingga hal ini perlu diluruskan agar tak membuat salah kaprah.
“Arak adalah warisan budaya yang patut dijunjung, dibanggakan dan perkenalkan kepada wisatawan yang datang ke Bali,” katanya.
Dirinya pun berharap ada perlindungan hukum bagi usaha-usaha kecil agar usaha mereka, seperti penjual arak tak diberangus.
Pangelingsir Puri Kesiman, AA Ngurah Gede Kusuma Wardana juga menentag terhadap pelegalan arak.
“Arak tidak perlu dilegalkan, nanti kalau dilegalkan pengawasannya sulit, banyak arak metanol, sintetis masuk ke Bali,” katanya.
Ia pun meminta agar perlu kehati-hatian dalam hal ini.
“Bangsa yang cerdas meminum alkohol natural,” katanya. (*)