Cegah Penyakit ASF Masuk Bali, Karantina Denpasar Awasi Wisatawan Bawa Makanan Berbahan Babi
Balai Karantina Pertanian Kelas I Denpasar Awasi Wisatawan Bawa Makanan Berbahan Babi. Cegah Demam Babi Afrika masuk ke Bali.
Penulis: I Wayan Sui Suadnyana | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Balai Karantina Pertanian Kelas I Denpasar mengawasi kedatangan wisatawan mancanegara yang datang ke Bali.
Pasalnya para wisatawan yang datang ini bisa saja membawa makanan yang mengandung atau berbahan babi ke Pulau Dewata.
Hal itu dilakukan oleh Karantina Denpasar sebagai upaya agar tidak masuknya penyakit African Swine Fever (ASF) atau Demam Babi Afrika masuk ke Bali.
"Kita tidak pernah tahu penumpang yang traveling ke Bali membawa hanya burger yang di dalamnya ada babinya atau pun makanan kecil lain," kata Kepala Balai Karantina Pertanian Kelas I Denpasar, Putu Tarunanegara, Jumat (20/12/2019).
• Ini Alasan Balai Karantina Pertanian Klas I Denpasar Sita 13,5 Kg Benih Ilegal Asal China
• Bali Waspada Flu Babi Afrika, Ini Potensi Penyebarannya Yang Perlu Diantisipasi
• Ramalan Zodiak di Tahun 2020, Cancer Kondisi Keuangannya Stabil, Scorpio Lebih Bahagia
Jika wisatawan pembawa makanan mengandung babi tersebut lolos kemudian dibawa ke Hotel atau Vila, lalu sisa makanannya dibuang ke tempat sampah dan diambil peternak babi maka sangat beresiko dalam menularkan penyakit ASF.
Menurutnya, sesuai dengan peraturan perkarantinaan, Karantina Denpasar mempunyai kewenangan untuk mengawasi sampah, bangkai hewan, dan produk yang ada kandungan hewannya.
Kewenangan ini juga bisa diawasi oleh Karantina Denpasar pada pesawat dan kapal yang melakukan penerbangan atau pelayarannya ke Bali.
Oleh karena itu, pihaknya turut mengawasi penerbangan internasional yang rata-rata hampir sebanyak 50 flight per hari.
Dengan bekerja sama dengan pihak Bea Cukai, pihaknya memastikan agar katering yang digunakan oleh pesawat juga tidak ada yang berbahan babi, terutama yang berasal dari negara wabah seperti Timor Leste, China, Kamboja dan sebagainya
Tarunanegara mengatakan, selain di aktivitas penerbangan, resiko masuknya penyakit ASF berasal dari kapal pesiar jauh lebih tinggi.
Dari beberapa sampel yang dilakukan oleh timnya di lapangan, ditemukan produk babi hasil olahan sudah menjadi sampah dan dibuang ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA).
"Ini juga kita awasi. Dalam hal ini kita juga akan melakukan koordinasi dengan pihak KSOP dan agent. Jadi itu kita pastikan. Bayangkan, itu sampah turun dari kapal lautpun kita kawal sampai di TPA dan kita pastikan dibakar dan tidak sampai ke peternak babi," jelasnya.
"Inilah upaya-upaya yang kita lakukan dengan bekerja sama dengan pihak lain untuk tetap menjaga Bali ini terbebas dari penyakit ASF," imbuh Tarunanegara. (*)