Gerhana Matahari Cincin
Harmonisasikan Manusia dan Alam Semesta, Ritual Parisudha Bumi Saat Gerhana Matahari Cincin
Kebetulan, ritual tersebut dilakukan menjelang fenomena alam gerhana matahari cincin yang juga dapat disaksikan dari Indonesia.
Penulis: Eka Mita Suputra | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
TRIBUN-BALI.COM, KLUNGKUNG - Panas matahari terasa sangat terik di Pura Watu Klotok, Klungkung, Bali Kamis (26/12/2019).
Bersamaan dengan fenomena alam gerhana matahari cincin, Pemprov Bali menggelar ritual Pamarisudha Bumi.
Ritual ini untuk membersihkan dan mengharmonisasi bhuana alit (diri sendiri) dan bhuana agung (alam semesta).
Suara genta diiringin gamelan terdengar mengalun di Pura Watu Klotok, Kamis (26/12/2019).
Meski matahari sedang terik-teriknya, krama dari berbagai kalangan tetap khusyuk melakukan ritual Pamarisudha Bumi.
Kebetulan, ritual tersebut dilakukan menjelang fenomena alam gerhana matahari cincin yang juga dapat disaksikan dari Indonesia.
Ritual ini diselenggarakan bersamaan di tiga, yakni Pura Besakih sebagai simbol Gunung, Pura Ulun Danu Batur sebagai simbol danau, dan Pura Watu Klotok sebagai simbol laut.
• 2 Bule Asal Belanda Tewas Terbakar di Tabanan, RSUP Sanglah: Tak Bisa Dikenali Sudah Jadi Arang
• Sadis, Ni Ketut Raning Dicekik Lalu Dihujani dengan Tusukan di Perut
Berdasarkan paruman para sulinggih di Provinsi Bali pada 21 November 2009, para sulinggih menyikapi segala fenomena alam yang terjadi beberapa tahun terakhir dengan menggelar ritual Pamarisudha Bumi.
"Fenomena alam yang terjadi seperti perubahan cuaca akibat pemanasan global yang sangat dirasakan masyarakat beberapa bulan ini, termasuk akibat perbuatan manusia juga. Maka dipandang penting digelar ritual Pamarisudha Bumi. Ritual ini digelar berdasarkan tiga sumber sastra, yakni lontar Roga Senghara Bumi, Tutur Babad Dewa dan Usadaning Sarwa Satru," ujar Panitia Ritual Pamarisudha Bumi di Pura Watu Klotok, Dewa Soma.
Ia melanjutkan, ritual ini untuk membersihkan dan mengharmonisasi bhuana alit (diri sendiri) dan bhuana agung (alam semesta).
Melalui ritual ini, umat manusia juga diminta memperbaiki diri terutama sikap terhadap alam semesta.
"Misalnya manusia yang terlalu berlebihan dalam mengeksploitasi alam, sehingga terjadi ketidakseimbangan alam dan terjadi pemanasan global seperti saat ini. Manusia selalu diingatkan untuk bijaksana dan memperbaiki sikap terhadap alam Inilah yang harus direnungkan oleh manusia, melalui ritual ini," ujar Dewa Soma.
• Pecatan Polisi di Buleleng Kedapatan Bawa Sabu 10.14 Gram
Ritual kali ini diselenggarakan tiap tahun, pada saat sasih kanem.
Berdasarkan astronomi Bali yang diyakini selama ini, setiap sasih kanem merupakan wariga ganjil awal mula musim mancaroba.
Saat inilah mulai terjadi bencana, seperti cuaca ekstrem, serta wabah penyakit terhadap tanaman, hewan, maupun manusia.