Bupati Jembrana Geram Penawaran Proyek 39 Persen Dari Pagu
Bupati Jembrana, I Putu Artha mengaku geram dengan praktik tender di Jembrana, Bali. Sebab, sebagian besar proyek pengerjaannya asal-asalan.
Penulis: I Made Ardhiangga Ismayana | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, NEGARA - Bupati Jembrana, I Putu Artha mengaku geram dengan praktik tender di Jembrana, Bali.
Sebab, sebagian besar proyek pengerjaannya asal-asalan.
Hal itu dipicu dengan penawaran proyek yang dinilai tak masuk akal.
Bahkan, ada penawaran proyek hingga 39 persen dari nilai pagu anggaran yang dicanangkan.
• Ular Masuk Kafe di Jembrana, Karyawan dan Pengunjung Berlarian Keluar dari Bar
• BREAKING NEWS! Kecelakaan Bus Pariwisata vs Pikap di Tuwed Jembrana, Sopir Pikap Tewas di Tempat
Akibatnya, infrastruktur tidak mendapat kualitas semestinya.
Artha mengakui, bahwa sejumlah proyek infrastruktur di Jembrana, yang menggunakan anggaran daerah, jauh dari harapan.
Baik dari segi kualitas dan spesifikasinya.
Bahkan, ia sudah menegur Dinas terkait yang memiliki pengerjaan fisik dan unit layanan pengadaan (ULP).
Banyaknya penawaran terendah yang dimenangkan untuk menggarap infrastruktur, Ia juga sudah memanggil Dinas Pekerjaan Umum Jembrana untuk mengevaluasi.
"Ya memang mengenai penawaran ini sudah kami soroti. Bahkan, saya sudah memanggil kepala ULP. Kok bisa rendah seperti ini. Penawaran hingga 30 persen lebih itu tidak masuk akal," ucapnya, Kamis (26/12/2019) saat bertemu awak media di warung Jepun Jembrana,Bali.
Dari informasi yang dihimpun, bahwa proyek pembangunan yang menawar sangat rendah dari pagu anggaran adalah pembangunan anjungan cerdas konservasi tahap III yang berada di kawasan Taman Nasional Bali Barat (TNBB).
Nilai pagu anggaran proyek itu sebesar Rp 5.350.000.000.
Malahan rekanan yang memenangkan tender menawar Rp 3.215.893.845,95.
Nilai ini sekitar 39 persen lebih rendah dari pagu.
Selain itu, proyek penataan eks terminal Gilimanuk. Kalau proyek ini ditawar 28 persen dari pagu.
Proyek itu dengan nilai pagu RP 6,5 miliar. Malah oleh rekanan ditawar hingga Rp 4,6 miliar, dan dimenangkan oleh penawar terendah.
Artha melanjutkan, bahwa dalam aturan kesepakatan proyek infrastruktur itu tidak dapat menawar jauh di bawah standar harga.
Meski demikian, aturan dan kesepakatan yang ada tetap tak berlaku. Pendek kata, masih ada yang langgar.
"Maka dari itu kita pertegas sekarang. Kita akan rapatkan. Karena kalau proyek asal-asalan kita rugi dan masyarakat yang rugi juga," tegasnya.
Artha menegaskan, pada anggaran 2020 mendatang, dianjurkan tidak memenangkan kalau masih ada yang menawar di bawah standar karena sudah ada aturan yang baku mengenai penawaran.
Bahkan, ia menyoroti kebijakan ULP, dimana memberikan kesempatan orang menawar semurah-murahnya, padahal harusnya, penawaran itu rasional.
"Misalnya, semen ditawar hingga Rp 25 ribu. Tidak mungkin ada harga seharga Rp 25 ribu, kalau harganya Rp 25 ribu bagaimana kualitasnya?. Kalau semen jelek pasti bangunan juga jelek," ungkapnya.
Selain kualitas, Artha mengakui, sebagian besar proyek juga tidak sesuai dengan batas waktu pengerjaan.
Belum lagi, yang membuatnya aneh, ialah sikap rekanan yang sudah menawar rendah malah mengaku rugi. Sewaktu ia datang untuk melakukan pemantauan sejumlah proyek.
"Baru didatangi ngaku rugi. Nah salah siapa. Apa saya ke sana ngecek itu minta duit? Malah saya tawar makan. Dan saya yang bayar. Seharusnya duduk bersama untuk menyelesaikan persoalan itu," tegasnya.
Artha menambahkan, bahwa dampak dari penawaran rendah ini, pada anggaran 2019 ini sebanyak Rp 8 miliar dikembalikan ke pusat karena ada sisa anggaran.
Padahal jika dimanfaatkan, bisa untuk meningkatkan perekonomian masyarakat Jembrana.
Bupati menekankan pada ULP agar melaksanakan tender dengan benar pada tahun anggaran 2020 mendatang.
"Ada 8 Miliar yang kembali. Seharusnya itu kan bisa diserap untuk membangkitkan perekonomian warga. Sudah sekarang sebaiknya sesuai standar dan dia (rekanan) membayar pajak yang ditentukan," bebernya.
Sekda Jembrana I Made Sudiada menegaskan, bahwa dalam tender proyek, sesuai Permen PU penawaran harus di bawah 20 persen.
Apabila di atas 20 persen, digugurkan.
Selain itu ada aturan lain yang merinci mengenai penawaran dan tidak boleh satu rekanan mengerjakan lebih dari satu proyek, namun ada aturan dari LKPP yang membolehkan menawar paling rendah.
“Sebenarnya pengguna anggaran boleh membatalkan penawaran kalau tidak wajar," imbuhnya. (*).