Musim Hujan Tiba, Beberapa Wilayah Bali Berpotensi Tinggi Alami Tanah Longsor
Memasuki musim penghujan, wilayah Bali nampaknya dihantui dengan berbagai macam jenis bencana.
Penulis: I Wayan Sui Suadnyana | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
Laporan Jurnalis Tribun Bali, I Wayan Sui Suadnyana
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Memasuki musim penghujan, wilayah Bali nampaknya dihantui dengan berbagai macam jenis bencana.
Salah satu bencana yang rawan pada saat musim hujan yakni tanah longsor.
Anggota Ikatan Ahli Geologi Indonesia Pengurus Daerah (IAGI Pengda) Bali Ida Bagus Ari Candhana mengatakan, memang terdapat berbagai daerah yang rawan longsor di Bali.
Hal itu bisa dilihat dari peta prakiraan terjadinya gerakan tanah di Provinsi Bali yang dikeluarkan oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Kemen ESDM) RI.
Berdasarkan peta itu, wilayah Bali terbagi dalam tiga zona yakni zona potensi rendah, zona potensi menengah dan zona potensi tinggi tanah longsor.
"Yang perlu kita waspadai adalah zona kerentanan pergerakan tanah yang tinggi," kata Ari Candhana di Denpasar, Minggu (29/12/2019).
Zona kerentanan tinggi terjadinya tanah longsor ini paling banyak di daerah yang memiliki lereng-lereng curam seperti di wilayah Kintamani Kabupaten Bangli.
• Status Kepemilikan Lahan Tidak Jelas, Satpol PP Hentikan Pembangunan Rumah Permanen
• 1.477 Peserta Meriahkan Denfest Color Run 5 K, Dilepas Rai Mantra dan Jaya Negara
Dijelaskan olehnya, tanah longsor atau gerakan tanah adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah atau material campuran tersebut yang bergerak ke bawah atau keluar lereng.
Tanah longsor, pada prinsipnya, terjadi bila gaya pendorong pada lereng lebih besar dari pada gaya penahan.
Gaya penahan umumnya dipengaruhi oleh kekuatan batuan dan kepadatan tanah.
Sedangkan gaya pendorong dipengaruhi oleh besarnya sudut lereng, air, beban serta berat jenis tanah batuan
Beberapa gelaja umum tanah longsor seperti munculnya retakan-retakan di lereng yang sejajar dengan arah tebing yang biasanya terjadi setelah hujan.
Gejala umum lainnya daru tanah longsor yakni munculnya mata air baru secara tiba-tiba, tebing rapuh dan kerikil mulai berjatuhan.
Penyebab umum tanah longsor biasanya ada dua, yakni oleh alam itu sendiri dan oleh manusia.
Tanah longsor yang disebabkan oleh alam antara lain karena adanya hujan, lereng yang terlalu terjal, tanah kurang padat dan tebal, batuan kurang kompak atau kuat.
• Sering Dianggap Membuat Bodoh, WHO Klaim Micin Bukan Zat Berbahaya
• Doa Adi Parwa untuk Pemain Lokal Bali yang Masih di Bali United, Jangan Cedera dan Sukses Selalu
Bisa juga dilihat dari jenis tata lahan, akibat erosi tanah, adanya getaran, dan terdapat beban tambahan atau timbunan pada tebing.
Sementara itu, tanah longsor yang disebabkan karena ulah manusia karena adanya pemotongan lereng yang terlalu terjal, penimbunan tanah urugan di daerah lereng dan penggundulan hutan.
Selain itu juga bisa disebabkan karena masyarakat melakukan budidaya kolam ikan di atas lereng, adanya sistem pertanian yang tidak memperhatikan irigasi yang aman dan sistem drainase daerah lereng yang tidak baik.
Namun Ari Candhana mengatakan, adanya tanah longsor selama ini lebih banyak dipicu oleh ulah manusia.
"Seringkali masyarakat mengubah kontur alam sehingga menjadi tidak seimbang," sesalnya.
• Bali Jadi Provinsi Terbanyak Kelima Ditemukannya HIV/AIDS, Jumlahnya Mencapai 22.034 Kasus
Dirinya pun memberikan imbauan kepada masyarakat agar tidak mencetak sawah dan membuat kolam pada lereng bagian atas di dekat pemukiman.
"Buatlah terasering pada lereng yang terjal bila membangun pemukiman, segera menutup keretakan tanah dan dipadatkan agar air tidak masuk ke dalam tanah melalui retakan," kata dia.
Selain itu, ia juga mengimbau masyarakat untuk tidak melakukan penggalian di bawah lereng terjal, tidak menebang pohon di lereng, tidak membangun rumah di bawah tebing serta tidak mendirikan pemukiman di bawah lereng yang terjal. (*)