Liputan Khusus

Waspadai Tanah Kembang-Susut di Ubung Denpasar, Ahli Ini Ungkap Potensi Bahayanya

Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Pengurus Daerah (Pengda) Bali menemukan struktur tanah yang tak biasa di wilayah Kota Denpasar.

Penulis: I Wayan Sui Suadnyana | Editor: Ady Sucipto
Tribun Bali/Prima
Cekungan Air Tanah (CAT) di Pulau Bali. 

Ari Candhana mengatakan, keberadaan expansive clay ini masih perlu dilakukan kajian yang lebih mendalam.

Kajian lanjutan akan berguna untuk menentukan seperti apa kebijakan yang harus diambil terhadap adanya expansive clay tersebut.

"Kalau tidak ada kajian, maka kita cuma bisa mengamati saja. Namun, seberapa besarnya kita tidak tahu," jelasnya.

Bali di Ambang Krisis Air Bersih

Intensitas pengambilan air tanah (biasa disebut Air Bawah Tanah/ABT) meningkat tajam dalam dua dekade terakhir di Bali.

Itu seiring dengan pesatnya pembangunan, termasuk akomodasi wisata, dan bertambahnya jumlah penduduk serta wisatawan.

Dalam catatan akhir tahun 2019, Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Pengurus Daerah Bali menyebutkan bahwa tingkat eksploitasi air tanah yang terus-menerus dan makin intensif di Bali itu mengakibatkan terjadinya subsiden atau penurunan permukaan tanah.

Selain itu, eksploitasi air tanah secara masif berpotensi besar membawa Bali ke dalam keadaan krisis air tanah (air besih) tidak lama lagi.

“Jika bertolak dari keadaan saat ini, kondisi air tanah di Bali sedang tidak baik.

Jika tidak ada tindakan nyata untuk mengatasi eksploitasi air tanah yang terus-menerus, maka tidak usah menunggu waktu Bali akan mengalami krisis air,” jelas I Ketut Ariantana, Ketua IAGI Pengda Bali, yang bersama Ida Bagus Oka Agastya menyampaikan catatan akhir tahun IAGI kepada Tribun Bali akhir pekan lalu.

Pada 27 Desember 2019, IAGI Pengda Bali mengadakan musyawarah daerah sekaligus focus group discussion (FGD) yang antara lain mengangkat topik potensi gerakan tanah dan likuifaksi di Bali.

Disinggung pula tentang kondisi air tanah di provinsi ini.

Menurut Ariantana yang juga tergabung di Perhimpunan Ahli Air Tanah Indonesia (PAAI), potensi subsiden dan krisis air bersih ini sangat mungkin terjadi akibat cadangan air pada aquifer (lapisan batuan pembawa air tanah) di dalam lapisan tanah makin berkurang bahkan bisa habis.

“Akibatnya, ada ruang kosong pada lapisan batuan dalam tanah yang dapat berakibat terjadinya penurunan permukaan tanah,” kata Gus Oka Agastya. 

Saat ini, ungkap Ariantana, diperkirakan pemanfaatan air tanah di Indonesia sudah mencapai 70 persen lebih dari total sumber air bersih yang ada.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved