Ngopi Santai

Bau Bawang dari China

TATKALA tuan dan puan menikmati menu makan pagi, siang atau makan malam hari ini, ketahuilah asal-asal usul sumber protein dan gizi yang menghidupimu

Penulis: DionDBPutra | Editor: Rizki Laelani
Tribunlampung.co.id/Sulis
IMPOR BAWANG - Tim satgas pangan menunjukkan tumpukan karung bawang putih impor asal China 

Menurut Amran Sulaiman, jika mau mewujudkan swasembada bawang putih, maka Indonesia membutuhkan 60 ribu hektare lahan tanam.

Ah, kalau cuma segitu sebenarnya tak seberapa bila kita bandingkan misalnya dengan
lahan sawit di Sumatera dan Kalimantan.

Konon, lahan sawit milik korporasi di negeri ini bahkan bisa lebih luas dari satu kabupaten di
Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur.

Pada akhirnya semua ini berkaitan dengan good will pemerintah.

Mau membangun pertanian demi kedaulatan pangan atau tidak?

Gengsi NKRI tak berkurang seinci pun kalau meniru jejak China dan India, dua negara dengan populasi manusia miliaran jiwa tapi bisa berdaulat pangan bahkan ikut mengisi perut bangsa lain.

Bawang putih mulus dari Tiongkok mestinya menggugah kesadaraan dan aksi kolektif pemerintah dan rakyat Indonesia untuk berbenah.

Yang pemimpin negeri omong berapi-api mengenai kemandirian ekonomi dalam spirit Nawacita itu penjabarannya termasuk kedaulatan pangan.

Pembangunan pertanian mestinya bergerak seirama. Seiring sejalan.

Bukan cuma jalan tol yang makin panjang meluas, tapi impor sembakonya harus makin berkurang.

Rezim Orde Baru yang tuan kritik habis-habisan karena otoritarian itu mewariskan sesuatu yang membanggakan.

Indonesia pernah swa sembada pangan hingga mendapat penghargaan FAO.

Kelemahan Orde Baru dalam hal pangan hanyalah “politik beras” kelewat kencang di seluruh pelosok Nusantara sehingga pangan seolah identik dengan beras.

Akibatnya orang di kampung saya, Nusa Tenggara Timur yang makanan pokok umumnya jagung dan ubi-ubian, Maluku dan Papua yang makanan pokoknya sagu, beralih ke beras (makan nasi) sehingga ketergantungan pada beras makin menebal bahkan sulit hilang sampai sekarang,

Yang Penting Untung

Besarnya impor kebutuhan pokok menguatkan dugaan bahwa bangsa kita memang doyan “politik ekonomi rente”. Yang penting untung bro. Berdaulat pangan nomor belakang.

Kalau ternyata impor lebih untung, buat apa letih menanam bawang putih, untuk apa buang waktu mengubah air laut menjadi garam, kalau ternyata impor lebih gampang?

Janji pemerintah menurunkan angka impor masih sekadar janji.

Malah cenderung meningkat pada sejumlah komoditas .

Impor bawang juga sumber duit. Pesonanya menggiurkan. Meninabobokan.

Belum genap sepuluh purnama berlalu, gara-gara impor bawang putih sejumlah orang termasuk anggota DPR yang terhormat dicokok Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dalam operasi senyap di Jakarta 7-8 Agustus 2019, KPK membekuk 11 orang, di antaranya orang kepercayaan anggota DPR Komisi VI dari Fraksi PDIP I Nyoman Dhamantra, Mirawati Basri, importir bawang dan pihak lainnya.

KPK juga sita uang Rp 2 miliar. Nyoman yang sempat menghadiri kongres PDIP di Sanur kala itu akhirnya dibawa ke kantor KPK di Jakarta pada 8 Agustus 2019.

Pada kasus suap impor bawang putih ini, KPK menetapkan enam orang tersangka.

Tiga orang berperan sebagai pemberi suap yakni pemilik PT Cahaya Sakti Agro Chandry Suanda alias Afung, pihak swasta T Wahyudi dan Zulfikar.

Sementara tiga orang lainnya sebagai tersangka penerima suap yakni I Nyoman Dhamantra, Mirawati Basri dan Elviyanto.

Menurut KPK, para penyuap memberikan uang untuk memuluskan pengurusan rekomendasi impor produk holtikultura di Kementerian Pertanian dan Surat Persetujuan Impor di Kementerian Perdagangan.

Senin 6 Januari 2020, majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi Jakarta memvonis Chandry Suanda alias Afung 2 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 100 juta, Tuti Wahyudi 2 tahun penjara dan denda Rp 75 juta.

Sedangkan Zulfikar divonis kurungan 1 tahun 6 bulan denda Rp 50 juta.

“Menyatakan terdakwa Chandry Suanda alias Afung, Tuti Wahyudi, dan Zulfikar, terbukti secara sah meyakinkan bersalah melalukan tindak pidana korupsi secara bersama seperti didakwakan,” kata hakim Saifudin Zuhri.

Menurut hakim Afung terbukti menyuap anggota Komisi VI DPR I Nyoman Dhamantra sebesar Rp 3,5 miliar.

Salah urus bawang putih mulus ternyata bisa menjerumuskan orang ke hotel prodeo. Mereka pun berurai air mata. Bawang oh bawang…! (dion db)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved