Kepala Dinas PKP Bangli Tegaskan Sudah Tugaskan Dua Dokter Hewan Untuk Melakukan Pengawasan

Kepala Dinas PKP Bangli Tegaskan Sudah Tugaskan Dua Dokter Hewan Lakukan Pengawasan

Tribun Bali/Muhammad Fredey Mercury
Foto Kepala Dinas PKP Bangli, I Wayan Sarma 

TRIBUN-BALI.COM, BANGLI – Kematian babi secara misterius pada beberapa Kabupaten di Bali, secara tidak langsung menyebabkan rasa was-was.

Walaupun belum diketahui secara pasti apa penyebabnya, namun ada kecurigaan kematian babi akibat terjangkit virus African Swine Fever (ASF).

Kepala Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan, dan Perikanan (PKP) Bangli, I Wayan Sarma Jumat (24/1/2020) mengungkapkan, kabar kematian babi di kabupaten lain yang diangkat pada sejumlah media, hingga kini belum ditemukan di wilayah Kabupaten Bangli, Bali.

Namun demikian, pihaknya menegaskan tetap waspada dengan kemungkinan yang terjadi.

Stadion Dipta Terpilih Jadi Venue Piala Dunia U-20, Ketua PSSI Berharap Bali Berbenah

Salah Satu Dari Ketiga Turis yang Terduga Terkena Virus Corona Kini Dipulangkan

Berkenalan Dengan Tumpek Bubuh, Penanda 25 Hari Mendatang Galungan

Mengenai kabar kematian mendadak sejumlah babi di wilayah Kabupaten Tabanan, Sarma mengaku belum menugaskan petugas dari Bangli untuk melakukan pengecekan langsung ke wilayah Tabanan.

Kendati demikian, ia menegaskan pihaknya sudah beberapa kali melakukan rapat di Dinas Peternakan Provinsi Bali.

“Pada beberapa kali pertemuan tersebut pihak dinas provinsi juga sudah menjelaskan tentang kematian yang terjadi. Memang itu belum di-declare sebagai ASF, karena masih dilakukan uji sampel dari BBVet Bali ke BBVet Sumatera Utara,” ujarnya.

Sembari menunggu hasil, Sarma mengaku pihaknya secara khusus sudah menugaskan dua orang dokter hewan Dinas PKP untuk melakukan pengawasan.

Upaya tersebut lebih menyasar pada peternak babi beresiko tinggi, yakni yang memanfaatkan limbah restoran.

“Jadi tidak secara umum. Sampai saat ini kita terfokus pada peternak babi yang beresiko tinggi. Di Kabupaten Bangli, terdata ada sembilan peternak, diantaranya tujuh peternak di wilayah Kecamatan Kintamani, dan sisanya dari wilayah Kecamatan Tembuku yang memanfaatkan limbah restoran,” ungkapnya.

Meskipun terdata sembilan peternak beresiko tinggi, Sarma tidak memungkiri ada kemungkinan virus tersebut menyerang peternak rumahan.

Karenanya antisipasi serupa juga dilakukan dengan menggerakkan penyuluh di tingkat desa.

Pihaknya menambahkan, penanganan dilakukan dengan strategi silent action.

“Mereka kami minta agar ikut memperhatikan masalah ini. Apabila ada kematian babi yang tidak wajar, agar segera melapor ke Dinas. Silent action ini maksudnya agar peternak tidak terlalu resah, sampai jual ternak besar-besaran sehingga menyebabkan harga anjlok,” ucapnya.

Sarma mengatakan, berdasarkan kasus yang sudah terjadi pada daerah lain, diketahui ciri-ciri kematian babi salah satunya mati secara tiba-tiba dengan sedikit gejala klinis.

Selain itu deman dengan suhu tinggi diatas 40 derajat celcius, nafsu makan menurun, lesu, serta inkoordinasi gerakan.

“Artinya gerakan babi menjadi tidak harmonis antara gerakan mata dengan jalannya. Semisal gerakan mata mata ke kanan, mungkin jalannya ke kiri. Disamping itu muntah, diare berdarah, hingga terjadinya abortus (keguguran) yang disebabkan demam tinggi. Gejala-gejala ini biasanya tidak terlalu lama, namun peternak cenderung jarang memperhatikan gejala ini. Terkadang saat ditemukan babinya sudah mati,” ungkapnya.

Sementara di kalangan peternak, beberapa diantaranya sudah melakukan upaya antisipasi.

Seperti yang dilakukan Sang Putu Adil, peternak asal Desa Jehem, Tembuku secara rutin menyemprotkan desinfektan ke lingkungan kandang.

Untuk mencegah masuknya virus ke areal peternakan, ia menyediakan bak pencelupan kaki.

Sedangkan bagi ternaknya, ia mengaku rutin memandikan dengan larutan kaporit dua kali sehari.

“Sebenarnya upaya ini sudah saya lakukan sejak lama, tapi baru dua bulan terakhir saya perketat setelah dengar kasus kematian babi di Medan,” ucapnya.

Adil mengaku hingga kini belum mendengar kasus kematian babi khususnya di wilayah Bangli.

Dirinya pun tidak tau secara pasti jenis penyakit apa yang mengakibatkan kematian babi secara mendadak di  Bangli.

Hanya saja, imbuhnya, berdasarkan informasi kematian tersebut dicurigai akibat virus ASF.

“Virus itu bisa menyebar melalui benda-benda yang tidak streril. Karenanya sebagai upaya pencegahan, saya memperketat bio security di areal kandang,” ujarnya.

Hal yang sama juga dilakukan peternak babi lainnya, Ketut Mupu.

Peternak asal Dusun Sala, Desa Abuan, Susut itu mengaku sebagai upaya antisipasi pihaknya rutin melakukan penyemprotan desinfektan, serta selektif saat ada orang lain yang hendak masuk ke kandang babinya.

Diakui upaya tersebut sudah dilakukan sejak lama, dirinya pun menyarankan agar peternak babi skala besar juga menerapkan hal serupa.

“Kalau memang mau masuk harus mengikuti protap yang kita terapkan. Yakni harus disemprot disinfektan dulu. Dan masyarakat juga jangan tersinggung dengan protap ini, karena untuk mencegah (kematian) lebih lanjut. Terlebih penyakit ini belum ditemukan obatnya,” ungkap Mupu. (*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved