Polres Badung dan Ketua FKUB Bali Lakukan FGD, Desa Adat Diminta Tidak Arogansi
Desa Adat Diminta Tidak Arogansi Dengan Munculnya Perda Desa Adat, Polres Badung dan Ketua FKUB Bali Lakukan FGD
Penulis: I Komang Agus Aryanta | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
Hal itu karena dana punia merupakan sembangan yang diberikan secara sukarela.
“Pungutan boleh dilakukan desa adat, asal semua itu milik desa adat. Contoh objek wisata milik desa adat, desa adat berhak memungut karcis dan yang lainnya. Jika objek wisatanya umum jadi harus koordinasi dengan pemerintah setempat agar tidak menyalahi aturan,” katanya.
Disinggung mengenai pungutan krama tamiu atau penduduk pendatang, pihaknya mengatakan itu tidak menjadi masalah.
Pasalnya pungutan tersebut merupakan kontribusi yang diberikan penduduk pendatang.
“Meski diperbolehkan, tapi tidak boleh seenaknya, semestinya krama tamiu dijelaskan oleh bendesa atau ditemui. Bahkan dijelaskan untuk kontribusi dan lain sebagainya agar tercipta kebersamaan dan sudah masuk perarem juga,” jelasnya.
“Masak penduduk pendatang hanya mencari kerja saja di wilayah tersebut. Namun tidak ada kontribusi ke desa adat terkait keamanan kenyamanan ditempat ia tinggal,” tambahnya.
Disisi lain, Kapolres Badung AKBP Roby Septiadi, SIK mengatakan pelaksanaan FGD tersebut merupakan bagian dari cipta kondisi dalam rangka pilkada Badung yang akan datang tahun ini.
Bahkan pelaksanaan tersebut menurutnya untuk menyatukan persepsi Perda desa adat tersebut.
“Kita tidak menginginkan adanya konflik di masyarakat, Jadi perda ini untuk menguatkan desa adat. Namun tidak untuk menunjukan arogansi. Bahkan bisa menjadi kebanggan masyarakat dengan adanya perda tersebut,” katanya.
Sejauh ini, pihaknya mengatakan permasalahan terkait desa adat di Badung masih ada.
Sepeti halnya permasalahan tabel batas, pungutan restribusi dan lain sebagainya.
Maka dari itu pihaknya menginginkan adanya persepsi yang sama agar bisa dibenahi maslah-masalah tersebut.
“Kami tidak menginginkan masalah itu terjadi lagi. Hanya aja kami harap permasalahan yang ada di desa adat tidak terjadi konflik yang menimbulkan masa. Maka dari itu terpaksa kami harus turun tangan,” jelasnya.
Lanjut Roby mengatakan, tujuan dilaksanakan FGD untuk memperkuat desa adat agar menjadi kebanggaan masyarakat Bali.
“Tentu tujuan kita nanti para bendesa adat sadar dan mereka bisa memilah yang mana arus dibenahi dan lain sebagainya. Agar aturan yang dilaksanakan tidak melanggar peraturan yang berlaku,” ucapnya(*)