Corona di Indonesia

Akibat Virus Corona, Pekerja Pariwisata di Bali Diminta Ambil Cuti Tanpa Dibayar, Tuai Kritik Begini

Akibat sepinya wisatawan mancanegara (wisman) yang datang ke Bali, disinyalir banyak perusahaan kini mulai memotong jam kerja karyawannya.

Penulis: I Wayan Sui Suadnyana | Editor: Ady Sucipto
(thikstockphotos)
Ilustrasi pekerja 

Akibat Virus Corona, Pekerja Pariwisata di Bali Diminta Ambil Cuti Tanpa di Bayar, Begini Kritik FSPM 

Laporan Jurnalis Tribun Bali, I Wayan Sui Suadnyana

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Merebaknya koronavirus sindrom pernapasan akut berat 2 (SARS-COV-2) yang merebak di berbagai negara dan menyebabkan infeksi pernapasan COVID-19 berdampak besar terhadap pariwisata Bali.

Sejak virus tersebut merebak di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat Tiongkok (RRT) dan berujung pada penutupan penerbangan, kunjungan wisatawan ke Bali mulai menurun.

Terlebih, saat ini virus corona tersebut sudah menyerang berbagai negara dan membuat pariwisata Bali sepi pengunjung.

Akibat sepinya wisatawan mancanegara (wisman) yang datang ke Bali, disinyalir banyak perusahaan kini mulai memotong jam kerja karyawannya.

Hal ini pun diakui oleh Federasi Serikat Pekerja Mandiri (FSPM) Regional Bali.

"Jadi dari beberapa informasi yang masuk ke FSPM bahwa ada beberapa perusahaan yang sudah menerapkan cuti tanpa bayar," kata Sekretaris FSPM Bali Ida I Dewa Made Rai Budi Darsana saat ditemui di Denpasar, Minggu (8/3/2020).

Dirinya menjelaskan, perusahaan meminta kepada para pekerjanya untuk cuti tidak berbayar selama 5 hingga 15 hari.

Dengan adanya kebijakan seperti ini oleh perusahaan, maka konsekuensi yang terjadi yakni adanya pemotongan upah.

Rai Budi menilai, kebijakan seperti ini sangatlah tidak adil bagi para pekerja.

Apalagi wabah virus corona ini baru berjalan antara satu hingga dua bulan dan pihak perusahaan justru sudah bersifat sangat reaktif dengan memberlakukan cuti tanpa bayar.

"Jadi kami minta agar hal ini dapat ditindaklanjuti oleh pemerintah.

Pemerintah dapat memberikan solusi-solusi terbaik kepada pengusaha tersebut sehingga jangan kemudian pekerjanya tidak dijadikan korban atas situasi ini," jelasnya.

Baginya, mewabahnya virus corona ini merupakan sebuah musibah bagi dunia kepariwisataan Bali. Harusnya kedua belah pihak, antara perusahaan dan pekerja, duduk bersama guna mengambil solusi yang terbaik.

Sebagai contoh, perusahaan bisa menerapkan cuti yang seharusnya diambil oleh pekerja pada tahun-tahun berikutnya, bisa diambil pada tahun ini sehingga tidak ada pemotongan upah.

Selain itu perusahaan juga bisa memberikan pinjaman kepada para pekerja yang bisa dikembalikan ketika situasi sudah normal.

"Terus sekarang mereka dirumahkan secara sepihak. Mereka kan punya kewajiban untuk makan, menyekolahkan anaknya.

Kemudian kan pasti sebagian besar mereka punya utang. Gimana mereka bisa membayarnya. Nah inilah yang memang harus ada sedikit kebijakan dari perusahaan," tuturnya.

Rai Budi mengatakan, hal itu sebenarnya memang harus dilakukan oleh perusahaan mengingat para pekerja sudah diajak suka maupun duka selama beberapa tahun.

Seharusnya tingkat hunian yang jebol selama satu bulan akibat virus cotona tidak sampai adanya karyawan yang dirumahkan.

Kejadian seperti ini sebenarnya sudah pernah ketika pariwisata dihajar oleh peristiwa bom Bali.

Pada saat itu, kata Rai Budi, tidak ada manajemen perusahaan yang reaktif hingga melakukan perumahan terhadap karyawannya seperti sekarang.

"Jadi kita merasa sangat keberatan adanya perumahan. Kita hanya meminta pengusaha itu sedikit bijak dalam menyikapi hal ini.

Bagaimanapun juga karyawan adalah aset yang sangat berharga. Jangan hanya karena kondisi seperti ini mereka kemudian dibebankan hal-hal yang membuat mereka juga sangat membutuhkan uang," paparnya.

Di sisi lain, Rai Budi mendorong pemerintah khususnya di Bali untuk memberikan kebijakan yang meringankan kepada perusahaan dan pekerja di tengah mewabahnya virus corona.

"Bagaimanapun juga pekerja ini kan rakyat Bali yang harus didukung," kata dia.

Ia pun sangat mendukung kebijakan pemerintah pusat yang menolkan Pajak Hotel dan Restoran (PHR) bagi perusahaan di sepuluh destinasi wisata di tanah air.

Menurutnya, kebijakan ini bagian dari kemudahan yang diberikan oleh pemerintah kepada pengusaha dan juga diharapkan berimbas kepada pekerjanya.

Namun di sisi lain ada perusahaan yang nakal dan hanya mau mementingkan kepentingannya semata dan tega melakukan merumahkan pekerjanya.

"Tapi tidak semua sih. Saya yakin tidak semua perusahaan seperti itu. Tapi mungkin bagi mereka yang mungkin menghargai pekerjanya yang memberikan kebijakan-kebijakan," tuturnya. (*)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved