Kriyaloka Berbusana Adat, Pakar Busana Bali Sebut Tak Boleh Pakai Kain yang Dijahit ke Pura
“Jelas tidak boleh berbusana menggunakan kain dijarit seperti rok ke Pura, dan saat ini kita mengajak cara menggunakan busana yang rapi, beretika dan
Penulis: Ni Kadek Rika Riyanti | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
“Prinsip berbusana adat Bali memenuhi Triangga, Wesa, nyasa, Purwadaksina dan Prasawiya,” ungkapnya.
Awig-awig atau pakem berbusana adat Bali warisan leluhur dirasa sudah lengkap, karena sudah mempertimbangkan unsur-unsur estetika dan etika.
Lebih lanjut dijelaskan, triangga menata busana berdasarkan kosmologi Hindu, struktur busana mulai kepala, badan hingga kaki.
Sedangkan wesa diartikan status dalam fase kehidupan, busana anak, dewasa atau orang tua.
Sedangkan purwodaksina dan prasawiya adalah konsep berbusana seperti kain yang dililitkan di tubuh pria atau wanita.
Prinsipnya, wastra pria dililitkan searah jarum jam, sedangkan wanita sebaliknya kain dililitkan berlawan arah jarum jam.
Tidak hanya pemaparan materi, pada workshop itu juga dipraktikkan menggunakan busana ke Pura bagi pria dan wanita yang baik dan benar.
Kabid Kesenian dan Tenaga Kebudayaan Provinsi Bali, Ni Wayan Sulastriani mengatakan dengan digelarnya workshop busana adat ke Pura, ia berharap agar ada satu persamaan pandangan dalam mengaplikasikan pakem berbusana di Bali.
Dirinya mengatakan, jenis kain, model atau kekhasan dari masing-masing kabupaten beragam, sayangnya cara menggunakan busana yang baik masih banyak yang keliru.
“Melalui workshop ini kami berharap akan dapat disosialiasikan oleh masing-masing kabupaten kota di Bali, sehingga generasi selanjutnya di Bali paham menggunakan busana yang beretika,” ujar Sulastriani.
Selain itu, melalui workshop ini dirinya berharap para duta kabupaten kota dapat mempersiapkan diri untuk ajang Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-42 yang akan datang, dimana parade busana akan tetap diadakan dan diikuti oleh seluruh kabupaten kota di Bali. (*)