Kriyaloka Berbusana Adat, Pakar Busana Bali Sebut Tak Boleh Pakai Kain yang Dijahit ke Pura

“Jelas tidak boleh berbusana menggunakan kain dijarit seperti rok ke Pura, dan saat ini kita mengajak cara menggunakan busana yang rapi, beretika dan

Penulis: Ni Kadek Rika Riyanti | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
istimewa
A. A. Ngr. Anom Mayun K. Tenaya memberi pemaparan pada Kriyaloka Busana Adat Ke Pura di Kalangan Angsoka Taman Budaya Art Center, Denpasar, Bali, Kamis (12/3/2020). 

 Laporan Wartawan Tribun Bali, Ni Kadek Rika Riyanti

 

 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Pakar Busana Bali A. A. Ngr. Anom Mayun K. Tenaya, dalam Kriyaloka (workshop) mengungkapkan beberapa jenis kain asli Bali mengalami kepunahan.

Hal tersebut ia ungkapkan pada Kriyaloka Busana Adat ke Pura, di Kalangan Angsoka Taman Budaya Art Center, Denpasar, Bali, Kamis (12/3/2020).

Budaya penyederhanaan upacara berdampak kepunahan terhadap kain jenis Wewali, Keling, dan Bebali.

Ngurah Mayun yang juga dosen Prodi Fashion Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ISI Denpasar ini mengatakan ada 10 jenis kain Bali yang khas yakni jenis bebali, keling, wali, endek, cepuk, gringsing, songket, prada, cecawangan. 

Sumber Gempa Bumi Tektonik di Selatan Jawa Dekat dengan Sumber Gempa Dahsyat 1937

Presiden Minta Tingkatkan Manajemen Pertanian untuk Kesejahteraan Rakyat

Tim Surveilans Telusuri Interaksi Pasien dalam Pengawasan Covid-19 di Nusa Penida

“Jenis bebali, wewali dan keling saat ini sudah tidak ditemukan lagi atau alami kepunahan, kain-kain itu ada dari Tengenan, Nusa Penida, sebagian besar Bali Mula,” kata Agung Mayun, Kamis (12/3/2020).

Dirinya menambahkan, keberadaan kain Bali sangat erat kaitanya dengan budaya tata cara upacara di Bali. 

“Punahnya kain-kain asli Bali akibat dari budaya masyarakat sendiri seperti penyederhanaan upakara, yang biasanya menggunakan kain-kain sakral, akhirnya ditiadakan,” jelasnya.

Sementara itu, terkait busana adat ke Pura, Ngurah Mayun menyatakan sudah tersiar imbauan mengenai aturan berpakaian jika hendak melakukan persembahyangan ke Pura, di mana tak harus ribet dan mahal asalkan mau belajar dan latihan.   

Kakek 85 Tahun Tinggal Bareng Mayat Selama Empat Hari, Nyawa Korban Melayang Saat Sedang Tertidur

Jadi Pusat Penanganan Covid-19, RS Unair Terima Bantuan Baju Pelindung dan Masker

Tenaga Kesehatan yang Tangani Corona Butuh APD, Dinkes Bali Sebut Kebutuhan Cukup

Bagi wanita tidak diperkenankan menggunakan kebaya pendek, harus panjang. Begitupun menggunakan kain, tidak boleh menggunakan kain yang dijahit.

“Jelas tidak boleh berbusana menggunakan  kain dijarit seperti rok ke Pura, dan saat ini kita mengajak cara menggunakan busana yang rapi, beretika dan sederhana kepada generasi muda, tak harus ribet dan mahal,” papar dosen yang kini sedang menempuh S3 yang meneliti berbagai jenis kain khas Bali itu.

Tren fashion yang dibawa oleh media saat ini, menurutnya karena tuntutan berpenampilan trendi, modis dan meniru kalangan selebritis.

Padahal, tren fashion yang diterapkan ini tidak cocok diterapkan bagi masyarakat Bali, khususnya sebagai rujukan busana ke Pura. 

Cegah COVID-19, Lippo Plaza Sunset dan Lippo Mall Kuta Cek Suhu Tubuh Pengunjung

Covid-19 Merebak di Bali, Disbud Badung Akan Redam Melalui Jalur Niskala

BREAKING NEWS: Suara Mendesis Sejak Semalam, Ular Piton 5 Meter di Plafon Rumah di Denpasar

“Prinsip berbusana adat Bali memenuhi Triangga, Wesa, nyasa, Purwadaksina dan Prasawiya,” ungkapnya.

Awig-awig atau pakem berbusana adat Bali warisan leluhur dirasa sudah lengkap, karena sudah mempertimbangkan unsur-unsur estetika dan etika.

Lebih lanjut dijelaskan, triangga menata busana berdasarkan kosmologi Hindu, struktur busana mulai kepala, badan hingga kaki.

Sedangkan wesa diartikan status dalam fase kehidupan, busana anak, dewasa atau orang tua. 

Sedangkan purwodaksina dan prasawiya adalah konsep berbusana seperti kain yang dililitkan di tubuh pria atau wanita.

Prinsipnya, wastra pria dililitkan searah jarum jam, sedangkan wanita sebaliknya kain dililitkan berlawan arah jarum jam.

Tidak hanya pemaparan materi, pada workshop itu juga dipraktikkan menggunakan busana ke Pura bagi pria dan wanita yang baik dan benar. 

Kabid Kesenian dan Tenaga Kebudayaan Provinsi Bali, Ni Wayan Sulastriani mengatakan dengan digelarnya workshop busana adat ke Pura, ia berharap agar ada satu persamaan pandangan dalam mengaplikasikan pakem berbusana di Bali.

Dirinya mengatakan, jenis kain, model atau kekhasan dari masing-masing kabupaten beragam, sayangnya cara menggunakan busana yang baik masih banyak yang keliru.

“Melalui workshop ini kami berharap akan dapat disosialiasikan oleh masing-masing kabupaten kota di Bali, sehingga generasi selanjutnya di Bali paham menggunakan busana yang beretika,” ujar Sulastriani. 

Selain itu, melalui workshop ini dirinya berharap para duta kabupaten kota dapat mempersiapkan diri untuk ajang Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-42 yang akan datang, dimana parade busana akan tetap diadakan dan diikuti oleh seluruh kabupaten kota di Bali. (*)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved