Hormati Pembatasan Keramaian, Omed-omedan di Sesetan Digelar Berbeda dari Biasanya
Hormati Pembatasan Keramaian, Omed-omedan di Sesetan Digelar Berbeda dari Biasanya
Penulis: Putu Supartika | Editor: Aloisius H Manggol
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR- Setelah dilaksanakan paruman pada Rabu (18/3/2020) malam, akhirnya tradisi Omed-omedan di Banjar Kaja, Desa Adat Sesetan, Denpasar, Bali tetap digelar.
Paruman ini diadakan prajuru adat Banjar Kaja, seka teruna dan penglingsir banjar setempat.
"Dari paruman tersebut, diputuskan Tradisi Omed-omedan tetap dijalankan. Ada beberapa hal juga yang menjadi keputusan dalam paruman itu, di antaranya sebelum tradisi dimulai dilaksanakan upacara Guru Piduka," kata Kelihan Banjar Kaja Sesetan, I Made Sudama, Kamis (19/3/2020) siang.
Serta untuk pelaksanaan Omed-omedan yang biasanya melibatkan puluhan sekaa teruna (ST), diciutkan hanya menjadi tiga pasang ST.
Sudama menambahkan dalam pesangkepan juga diputuskan Banjar Kaja tidak berani meniadakan Tradisi Omed-omedan.
"Omed-omedan tetap dilangsungkan, tapi kita lebih menekankan pada ritual dengan perosesi sesederhana mungkin. Untuk jumlah peserta yang mengikuti Omed-omedan melibatkan tiga pasang dan dibatasi. Kami juga tidak mempublikasikan untuk tahun ini, baik melalui media apapun. Intinya semua itu kita batasi," kata Sudama.
Sedangkan untuk festival dalam tradisi ini, diputuskan ditiadakan.
"Jadi pasar paiketan, parade budaya dan undangan-undangan tidak ada lagi untuk tahun ini, baik itu pemerintah maupun undangan lainnya. Cukup hanya kita diinternal saja atau banjar kita saja," katanya.
Untuk lokasi pelaksanaan Omed-omedan terdapat dua pilihan, yakni satu di depan bale banjar dan yang kedua di dalam bale banjar atau depan pura banjar.
"Sebelum melaksanakan tradisi diawali dengan upacara Guru Piduka agar kita diberikan kekuatan dan keselamatan," tambahnya.
Sudama mengatakan dulu pernah tradisi ini ditiadakan, namun ada fenomena babi mepalu atau sepasang babi yang beradu sampai berdarah-darah.
"Sehingga diambil kesimpulan tidak mungkin tradisi ini tidak diadakan. Jika dulu babi berdarah-darah, jangan-jangan nantinya manusia yang berkelahi sampai berdarah-darah. Makanya dalam keadaan seperti ini, tradisi Omed-omedan ini tetap dilaksanakan," kata Sudama.
Walaupun demikian, pihaknya mengaku tetap menghormati imbauan dari Gubernur tentang pembatasan keramaian. (*)