Gerubug Bah Bedeg, Wabah Mengerikan Pernah Menerjang Bali dan Tercatat dalam Lontar
Menurut budayawan dan pegiat lontar, Sugi Lanus, dulu Bali pernah terpapar atau terkena wabah mengerikan.
Penulis: Putu Supartika | Editor: Eviera Paramita Sandi
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR- Menurut budayawan dan pegiat lontar, Sugi Lanus, dulu Bali pernah terpapar atau terkena wabah mengerikan.
Menurutnya, wabah tersebut tercatat dalam beberapa lontar.
Salah satunya terekam dalam Geguritan Jayaprana.
“Geguritan ini bukan salah hanya hayalan penduduk dan bukan cerita sebelum tidur biasa. Ini adalah rekaman peristiwa wabah endemik yang sempat menghancurkan kehidupan di masa lalu yang lokasi kejadiannya di desa Kalianget, kecamatan Seririt, Buleleng,” kata Sugi Lanus, Sabtu (21/3/2020).
Menurut Sugi Lanus, tak jauh dari Desa Kalianget, terdapat cerita rakyat tentang asal-usul nama desa Sidatapa yang juga punya kenangan tentang wabah yang menghancurkan desanya.
“Mereka menyebutnya sebagai Gering Gerubug Bah Bedeg. Menurut cerita orang-orang tua ada wabah besar terjadi di desa Sidatapa. Secara temurun dikisahkan dahulunya desa Sidatapa bernama desa Gunung Sari. Cikal-bakalnya ada kelompok keluarga yang terpisah-pisah tinggal di kawasan pedusunan Leked, Kunyit, dan Sengkarung. Ketiganya ini bergabung membentuk desa. Dinamakan Desa Gunung Sari,” imbuhnya.
Tidak dikisahkan setelah berapa tahun kemudian, desa yang tenang ini berubah mencekam.
Namun banyak kematian tiba-tiba dan tak masuk akal yang membuat warga ketakutan.
Kemudian datang seorang pertapa yang membantu dan setelah mendapat petunjuk dari tapanya tersebut akhirnya warga bisa diselamatkan.
“Desa ini kemudian namanya diganti menjadi Desa Sidatapa. Dimaksudkan sebagai desa yang selamat karena seorang pertapa ‘siddha’ (berhasil) melakukan ‘tapa’,” katanya.
Tak hanya penduduk Sidatapa, Desa Pedawa, Desa Banjarasem, dan Desa Kalisada , juga mengenal kisah gerubug ini dan mereka mengenal dengan Gering Bah Bedeg.
Masyarakat desa Julah termasuk Sembiran, kecamatan Tejakula, punya kisah mendalam tanaman gerubug, sakit gede, bah bedeg dan gering agung.
Jika penduduknya keluar desa, mereka membawa daun intaran atau mimba (Azadirachta indica).
“Menurut sejarahnya daun ini menyelamatkan masyarakat Julah dari gerubug. Intaran (Mimba) menjadi tanaman yang wajib ada di setiap rumah masyarakat. Tanaman ini di Julah sangat disakralkan, karena jasa menyelamatkan leluhurnya, dan khasiatnya sampai sekarang terbukti menyembuhkan berbagai penyakit. Intaran terus dipakai sampai saat ini sebagi sarana upacara seperti tepung tawar. Bisa juga daunnya diusapkan di tangan untuk mematikan bakteri,” katanya.
Sugi Lanus mengatakan gerubug memiliki arti wabah yang menelan kematian mendadak dan serempak, tidak ditemukan gejala lama, langsung mewabah dan menewaskan.