Lockdown Diterapkan, Warga Prancis Tak Borong Tisu Toilet Justru Berbondong Antre Roti Baguette
Warga negara Prancis di tengah kebijakan lockdown tak tertarik sama sekali untuk menambah persedian tisu toilet.
TRIBUN-BALI.COM, JAKARTA - Wabah virus corona yang melanda Eropa memantik beberapa negara menerapkan kebijakan lockdown untuk mencegah semakin meluasnya penularan corona, seperti Italia, Prancis dan lainnya.
Jika warga negara seperti Italia, Inggris dan lainnya berebut untuk menambah persedian tisu toilet, namun hal berbeda ditunjukkan warga negara Prancis.
Warga negara Prancis di tengah kebijakan lockdown tak tertarik sama sekali untuk menambah persedian tisu toilet.
Melansir Tribun Jakarta, laman thelocal.fr, Kamis (19/3/2020) melaporkan, warga negara Eropa lainnya berlomba menambah persediaan tisu toilet.
Mereka melakukan ini menyusul pemberlakuan kebijakan pembatasan keluar rumah akibat pandemi virus corona atau Covid-19.

Sehingga mereka memilih menambah persediaan tisu toilet, tapi kasusnya berbeda di Perancis.
Warga Perancis justru berbondong-bondong pergi ke toko roti untuk membeli baguette.
Mereka takut kehabisan persediaan roti panjang dengan tekstur keras ini.
Negara yang memiliki penduduk 67 juta orang tersebut mengonsumsi setidaknya 9 miliar roti setiap tahunnya.
Bahkan, mereka memiliki kompetisi untuk baguette terbaik di Paris.
Bisnis toko roti juga menjadi salah satu beberapa bisnis layanan penting yang diizinkan untuk tetap buka di Perancis, di tengah kebijakan lockdown (pengurungan) akibat pandemi virus corona.
Syaratnya adalah mereka buka di bawah langkah-langkah ketat antisipasi lockdown anti-virus yang mulai efektif Selasa (17/3/2020) lalu.
Bisnis toko Roti di Perancis saat masa lockdown mengalami permintaan yang tinggi.
Permintaan ini rata di kota besar maupun pedesaan.
“Jumlah penjualan kami berlipat ganda sejak Senin (16/3/2020). Sekarang kami menjual 800 baguette per hari,” kata Sales Manager toko roti yang terhubung dengan sebuah supermarket besar di Paris utara, Addenour Koriche, kepada AFP, Rabu (18/3/2020), mengutip thelocal.fr.
“Kemarin, misalnya, kami tidak memiliki sisa baguette untuk dijual pada pukul tiga sore,” tambahnya.
Meski tak ada sisa baguette, toko roti tersebut tetap buka selama 5 jam ke depan.
Toko tersebut juga memiliki beberapa garis hitam di lantai untuk pembatasan jarak aantar pengunjung (social distancing).
Social distancing juga dimaksud untuk membatasi penyebaran virus corona yang telah menginfeksi lebih dari 9.100 orang dan menewaskan 264 orang di Perancis.
Para pekerja juga diharuskan menggunakan sarung tangan lateks, masker wajah, dan penjepit roti untuk memberikan roti kepada pelanggan.
“Kami punya pelanggan yang biasanya hanya mengambil setengah atau satu baguette per hari. Sekarang mereka mengambil empat sampai lima untuk dibekukan jika langkah pengurungan yang diperketat diumumkan,” kata Koriche.
Selasa (17/3/2020) lalu, Kementerian Ketenagakerjaan Perancis menyetujui sebuah kebijakan khusus yang memperbolehkan toko roti untuk tetap buka setiap hari dan bukan hanya enam hari saja.
“Kebijakan ini memungkinkan masyarakat Perancis untuk membeli roti tanpa harus merasa stres setiap hari,” kata anggota Federation of Bakeries, Matthieu Labbe.
“Kami telah melihat masyarakat yang datang dan ingin membeli 50 baguette dalam satu waktu. Sperti ada semacam psikosis di beberapa orang,” tutur Labbe.
Dia juga mengatakan bahwa seharusnya masyarakat tidak perlu khawatir terhadap pasokan baguette meski beberapa toko roti sudah membatasi penjualan ke pengunjung.
“Kami memiliki tepung, ragi, dan garam. Jadi tidak ada masalah dalam produksi roti,” kata Labbe.
Saat ini terdapat setidaknya 33.000 toko roti di Perancis.
Rata-rata satu toko roti memenuhi kebutuhan lebih kurang 2.000 orang di sana.
Namun beberapa perumahan biasanya memiliki beberapa toko roti yang bahkan berada di lingkungan yang sama.
Seorang sejarawan asal Amerika bernama Steven Kaplan, yang juga merupakan pembuat roti profesional, mengatakan bahwa konsumsi roti di Perancis mengalami penurunan secara drastis.
Dari pengonsumsian sebanyak lebih kurang 600 gram per orang sehari pada tahun 1900, kini turun menjadi 80 gram.
Meski begitu, roti tetap menjadi bagian dari budaya Perancis. Bahkan sampai ke politiknya juga merupakan kebanggan dan ciri khas budaya mereka.
“Negara kemakmuran pertama kali digambarkan di Perancis sebagai sebuah negara yang dapat memberi jaminan kepada masyarakat akan rotinya,” kata Kaplan yang kini tinggal di Inggris.
“Toko roti selalu menjadi sebuah layanan publik yang semu,” tambahnya, mencatat bahwa saat Perang Dunia I dan II, roti menjadi sesuatu yang penting di Perancis.
Bahkan Kaplan menyebutkan dalam krisis terburuk, toko roti harus buka layaknya kantor pemadam kebakaran, apotek, dan rumah sakit.
Presiden National Confederation of Bakeries and Pastry Shops, Dominique Anract, mengatakan bahwa industri toko roti mempekerjakan 180.000 orag di Perancis.
“Roti adalah makanan. Namun roti juga merupakan sebuah hubungan sosial antarmanusia," ucap Anract.
"Beberapa orang memiliki kebiasaan untuk datang ke toko roti setiap hari untuk berbincang."
“Roti juga merupakan makanan pokok yang bisa meyakinkan masyarakat meski dengan adanya globalisasi, kebiasaan telah berubah,” kata Anract.
Artikel ini telah tayang di Tribunjakarta.com dengan judul Lockdown Diumumkan, Warga Perancis Pilih Borong Roti Baguette Ketimbang Tisu Toilet