BI Kembali Ambil Kebijakan Tangani Dampak Corona
BI meyakini bahwa nilai Rupiah bergerak stabil dan akan cenderung menguat ke level 15.000 per dolar AS pada akhir tahun ini.
Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
Laporan Wartawan Tribun Bali, Anak Agung Seri Kusniarti
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Pada 31 Maret 2020, Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.
Mencermati kondisi perekonomian Indonesia khususnya sebagai dampak penyebaran COVID-19, Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, sebagaimana dikutip Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, Trisno Nugroho, menyampaikan tiga hal terkait perkembangan terkini dan kebijakan yang ditempuh sesuai kewenangan Bank Indonesia, khususnya terkait penerbitan Perppu No.1 Tahun 2020.
"Pertama, nilai tukar Rupiah saat ini memadai. BI terus memperkuat intensitas triple intervention baik secara spot, DNDF, dan pembelian SBN dari pasar sekunder. Hal ini dilakukan untuk menjaga stabilisasi nilai tukar Rupiah sesuai fundamental dan mekanisme pasar," katanya dalam siaran pers Selasa (7/4/2020).
BI meyakini bahwa nilai Rupiah bergerak stabil dan akan cenderung menguat ke level 15.000 per dolar AS pada akhir tahun ini.
Melalui koordinasi dengan pemerintah, BI juga meyakini bahwa pertumbuhan ekonomi tidak akan lebih rendah dari 2,3 persen pada 2020.
"Dampak nilai tukar terhadap inflasi rendah. Ke depan akan tetap rendah karena permintaan masyarakat rendah," tegasnya.
Sehingga inflasi inti yang disebabkan kesenjangan output juga rendah. Selain itu ekspektasi inflasi masih terjaga, seiring terjaganya pasokan.
"Dalam kondisi seperti sekarang ini, kecenderungannya tidak akan pass through depresiasi Rupiah terhadap inflasi, karena permintaannya rendah," imbuhnya.
Kedua, pembelian SBN oleh BI di pasar perdana adalah sebagai The Last Resort. BI menegaskan bahwa perluasan kewenangan bagi BI untuk dapat membeli SBN.
Dalam hal ini SUN/SBSN jangka panjang di pasar perdana untuk membantu pemerintah dalam membiayai penanganan dampak penyebaran COVID-19 terhadap stabilitas sistem keuangan yang diatur dalam Perppu No.1 Tahun 2020 adalah sebagai ”last resort”, bukan dalam rangka bail-out atau BLBI.
"BI hanya akan membeli apabila pasar tidak bisa menyerap (antara lain karena yield tinggi dan tidak rasional)," sebutnya.
BI akan seminimal mungkin melakukan pembelian SBN di pasar primer, sehingga dampak terhadap inflasi juga rendah.
Fokus sekarang yang akan dilakukan adalah bagaimana SBN dapat diserap pasar domestik maupun global.
Apabila lebih banyak diterbitkan di global maupun dibeli oleh investor asing di dalam negeri, maka akan terjadi capital inflows.