Menggagas Kembali Bedugul Sebagai Cagar Biosfer
Bedugul adalah kawasan hutan pegunungan yang ada di tengah-tengah pulau Bali. Merupakan peninggalan gunung berapi purba.
Penulis: Zaenal Nur Arifin | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
Menurut Sutomo, peneliti ekologi di Kebun Raya Bali, telah terlihat adanya perubahan penggunaan lahan di wilayah Bedugul, termasuk wilayah tri-danau, jika dilihat dengan teknik pengindraan jauh dan analisis citra satelit.
Lebih lanjut Sutomo menjelaskan apabila tanpa penerapan teknik konservasi tanah dan air yang tepat dapat menyebabkan erosi, penurunan kualitas air serta sidimentasi dan dapat merusak fungsi area danau sebagai daerah tangkapan air.
Pada tahun 2005, Kebun Raya Bali - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) bekerjasama dengan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Provinsi Bali mengadakan simposium berjudul "Analisis Daya Dukung dan Kapasitas Sumber Daya di Tri-Danau, Beratan, Buyan, dan Tamblingan".
Direkomendasikan bahwa beberapa spesies tanaman asli di daerah tersebut dapat diperkenalkan kembali untuk mengembalikan fungsi penyangga danau.
Beberapa spesies ditemukan secara alami, seperti cemara pandak (Podocarpus imbricatus) dan cemara geseng (Casuarina junghuhniana).
Adapun beberapa jenis bambu, seperti Scizostachyum branchycladum, Dendrocalamus asper, dan Gigantoclhoa apus, dapat dimanfaatkan karena tanaman ini dapat menjaga sistem air.
Bahkan, seperti Pinanga arinasae (pinang) dan Dicksonia blumei (tumbuhan paku) merupakan spesies langka yang dapat ditemukan di daerah Bukit Pohen Bedugul.
Dalam simposium tersebut juga diusulkan model manajemen yang sesuai dengan daerah cekungan terkungkung Bedugul yaitu pengelolaan dengan konsep cagar biosfer (CB).
Cagar Biosfer adalah situs yang ditunjuk oleh berbagai negara melalui kerjasama program UNESCO-MAB untuk mempromosikan konservasi keanekaragaman hayati dan genetika dalam harmoni dengan pembangunan ekonomi dan kearifan budaya lokal.
Di Indonesia, meskipun kata cagar biosfer telah tercantum dalam undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, namun belum banyak diketahui oleh masyarakat umum.
Cagar biosfer diakui secara internasional sebagai bagian dari program MAB-UNESCO untuk mempromosikan keseimbangan hubungan antara manusia dan alam.
Cagar biosfer memiliki fungsi pendukung penelitian, pemantauan dan proyek percontohan serta pendidikan dan pelatihan.
Dengan demikian, cagar biosfer tidak hanya untuk konservasi, tetapi juga menjadi upaya untuk mengimplementasikan pembangunan berkelanjutan.
Dalam salah satu kegiatan penelitian oleh Kebun Raya Bali (2010) untuk mempelajari keanekaragaman flora dan potensi karbon di Bukit Pohen (salah satu kawasan hutan di Bedugul) terungkap bahwa di dalam petak sampel seluas 1 ha, sangat kaya dengan keanekaragaman hayati, termasuk beberapa spesies flora langka yang harus dilindungi.
Dengan demikian, potensi hayati yang kaya dan unik di balik ancaman degradasi hutan dan alih fungsilahan di daerah cekunganter kungkung Bedugul dapat menjadi pendorong untuk mewujudkan Bedugul sebagai cagar biosfer berikutnya di Indonesia.