Kematian Ratusan Babi di Klungkung Masih Misterius, Belum Tentu Akibat ASF

Secara komulatif, dari Februari hingga April, terdapat 418 ekor babi mati yang tersebar di empat kecamatan.

Penulis: Eka Mita Suputra | Editor: Bambang Wiyono
Tribun Bali/Saiful Rohim
Warga mengubur bangkai babi yang mati mendadak 

TRIBUN-BALI.COM, SEMARAPURA - Peternak di Klungkung masih resah dengan kematian babi secara mendadak.

Data Dinas Pertanian selama tiga bulan terakhir, sebanyak 418 ekor babi mati. Sebanyak 29 ekor di antaranya mati dengan gejala klinis ASF (African Swine Fever).

Kadis Pertanian Klungkung Ida Bagus Juanida menjelaskan, sejak pertama kali ASF mencuat, pihaknya menghimpun data dari peternak babi terkait kondisi ternaknya.

Secara komulatif, dari Februari hingga April, terdapat 418 ekor babi mati yang tersebar di empat kecamatan.

“Jumlah itu merupakan data keseluruhan. Ada jumlah kematian ternak yang dilaporkan oleh peternak, dengan kata lain tidak dilihat langsung oleh petugas Keswan (Kesehatan Hewan). Sementara ada juga kematian babi yang didata dan dilihat langsung oleh petugas Keswan," ujar IB Juanida, Senin (27/4/2020).

Dari 418 ekor babi yang mati, 389 ekor adalah kematian yang dilaporkan langsung oleh peternak.

Tidak dapat dipastikan, babi itu mati karena ASF atau lainnya.

"389 ekor itu jumlah yang dilaporkan oleh peternak. Petugas kami tidak dapat memastikan penyebab kematiannya. Karena biasanya babi itu sudah dikubur, baru dilaporkan ke dinas," jelas IB Juanida.

Sementara sisanya, 29 ekor adalah kasus kematian babi yang dilihat langsung oleh petugas Keswan. Hasil pengecekan petugas, 29 ekor babi itu mati dengan gejala klinis ASF.

Hanya saja, pihaknya belum dapat memastikan penyebab kematian babi itu karena positif ASF.

Ini karena gejala penyakit tersebut, secara klinis identik dengan penyakit lainnya yang biasanya menyerang ternak babi.

Pembuktian hanya dapat dilakukan di laboratorium.

“Secara klinis, memang beberapa kematian bisa dicurigai mengarah ke ASF. Itu berdasarkan penjelasan langsung dari peternak, mulai dari gejala awal, sampai kematiannya. Serta kulit ternak ada bercak kemerahan dan mati mendadak. Kami sudah kirim beberapa sampel babi yang mati dengan gejala klinis ASF, hanya saja hasilnya belum kami terima. Apalagi pengujiannya di laboratorium di Sumatera Utara," ungkap Juanida.

Secara kuantitas, menurut Juanida, kasus kematian babi di Klungkung belum terlalu signifikan.

Namun begitu, pihaknya terus melakukan komunikasi, informasi, dan edukasi ke peternak untuk mencegah ASF dengan cara menjaga kesehatan kandang.

Halaman
12
Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved