Gubernur Bali Instruksikan Desa Adat Data PMI dan Orang Tiba dari Luar Daerah
Para PMI atau ABK yang didata yakni mereka yang datang mulai 1 Februari hingga 13 April 2020 yang kini berada di wilayah desa adat masing-masing
Penulis: I Wayan Sui Suadnyana | Editor: Wema Satya Dinata
Laporan Jurnalis Tribun Bali, I Wayan Sui Suadnyana
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Gubernur Bali Wayan Koster memberikan instruksi kepada Bendesa atau pimpinan desa adat se-Bali.
Instruksi kali ini meminta kepada para bendesa untuk menugaskan Satuan Tugas (Satgas) Gotong Royong untuk mendata Pekerja Migran Indonesia (PMI) atau Anak Buah Kapal (ABK) yang baru pulang dari luar negeri.
Para PMI atau ABK yang didata yakni mereka yang datang mulai 1 Februari hingga 13 April 2020 yang kini berada di wilayah desa adat masing-masing.
Tak hanya PMI atau ABK, desa adat juga diminta mendata krama, krama tamiu dan tamiu yang baru datang dari daerah lain.
• Gelar Safari Politik ke Bangli, Sugawa Korry Monitor Satgas Covid-19 Golkar
• Pemain Bali United Platje Pilih Tetap Tinggal di Bali, Sebut di Belanda & Seluruh Eropa Situasi Sama
• Hari Ini, Covid-19 di Bali Bertambah 22 Kasus, Dewa Indra:Ada Penambahan Kasus Positif Sangat Besar
Pendataan ini dilaksanakan mulai 27 hingga 29 April 2020 secara swadaya dengan gotong royong demi tugas kemanusiaan.
Dosen Antropologi Universitas Warmadewa (Unwar) I Ngurah Suryawan menilai, desa adat memiliki keterbatasan kapasitas untuk mendata PMI dan orang yang baru datang dari luar Bali salah kaprah.
"Kebijakan ini sebenarnya menunjukkan bagaimana politik yang dicerminkan oleh Gubernur Koster. Pemerintahan ini menjadikan desa adat sebagai bemper dalam penanganan wabah Covid-19," kata Ngurah Suryawan saat dihubungi Tribun Bali, Selasa (28/4/2020).
• Terminal Mengwi Berhenti Beroperasi, Pendapatan Listiani Jadi Merosot
• 3 Mei Mendatang, Lion Air Group Kembali Beroperasi Layani Rute Domestik dengan Perizinan Khusus
Menurutnya Ngurah Suryawan, yang memiliki kapasitas dan sumber daya dalam melakukan pendataan tersebut adalah pemerintah daerah dan desa.
Desa adat, tuturnya, memiliki keterbatasan kapasitas untuk pendataan seperti ini, bukan hanya terbatas mengenai Sumber Daya Manusia (SDM) dan pendanaan, tapi yang lebih penting adalah soal standar yang perlu dilakukan oleh pemerintah dalam penanganan pendataan PMI ini.
Ngurah Suryawan yang juga aktif di Warmadewa Research Center (WaRC) ini juga melihat, bahwa pendataan yang dilakukan oleh desa adat berpotensi menimbulkan rasa saling curiga jika tidak ditangani langsung oleh pemerintah, dalam hal ini desa dinas, dengan standar penanganan kesehatan.
Saat adanya pandemi Covid-19 seperti sekarang ini, justru yang diperlukan adalah kepastian informasi, penanganan yang tepat, dan pemerintahan yang hadir di tengah masyarakat.
Sebagai pimpinan daerah, Koster seharusnya tampil paling depan di tengah masyarakat dan "pasang badan" di tengah pandemi Covid-19, agar masyarakat merasa pimpinannya hadir memberikan perlindungan.
"Kehadiran itu bisa berwujud hadirnya secara fisik pimpinan otoritas di tengah publik luas. Bukan malah menjadikan desa adat sebagai tameng," kata dia.
Di sisi lain, Ngurah Suryawan menilai tidak ada kesiapan Pemprov Bali dalam pendataan para PMI.