Kisah WNI Berpuasa di Eropa

Tomy Berpuasa Lebih Lama, Subuh Jam 02.00 Berbuka Jam 20.00

Puasa di sini lebih lama dibanding di Tanah Air. Menjalankan puasa di sini lamanya bisa 17 sampai 19 jam.

Editor: Kander Turnip
istimewa
Hartomy Akbar Basory WNI di Rusia 

Tomy Berpuasa Lebih Lama, Subuh Jam 02.00 Berbuka Jam 20.00

TRIBUN-BALI.COM, KAZAN - Sudah dua tahun Hartomy Akbar Basory (28) menetap di Kazan, Rusia.

Menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan kedua kalinya, jauh dengan keluarga tercinta.

"Puasa di sini lebih lama dibanding di Tanah Air. Menjalankan puasa di sini lamanya bisa 17 sampai 19 jam," Tomy mengawali ceritanya kepada Tribun.

Bulan Ramadhan kali ini yang menjadi istimewa lantaran pemerintah Rusia juga melakukan pembatasan, tidak keluar rumah untuk menekan penyebaran Covid-19.

Pusat respons krisis virus Corona Rusia mencatat kasus infeksi Corona di Rusia mencapai 57.999 kasus.

Kasus Covid-19 Meningkat, WNI di Rusia dalam Keadaan Sehat

Kontrak Kim Jeffrey akan Habis, Dia Belum Tahu Nasibnya di Persib

Tomy kemudian berujar, Rusia tak jauh bedanya dengan Indonesia dari jumlah penduduk yang banyak dan sama-sama memiliki ragam budaya.

Bedanya kalau di bulan Ramadan. "Kita subuh jam 2 pagi dan baru berbuka pada pukul jam 8 malam," kata dia.

Kazan adalah salah satu kota di negara Rusia yang mayoritasnya berpenduduk Muslim.

Kazan (800 km di tenggara Moskow), ibu kota Republik Tatarstan dan salah satu kota tertua di Rusia (didirikan pada 1005).

Selama bulan puasa tempat makan di sana pun tak jauh berbeda dengan di Indonesia.

Mereka menutup jendela tempat makan dengan gorden atau kain penutup jendela.

"Seperti pujasera atau warung tetap buka, tapi dikasih gorden itu tahun lalu. Kalau untuk tahun ini mereka tetap buka, tapi tidak boleh masuk ruangan," tutur Tomy.

Tomy juga bercerita jemaah dibatasi datang ke sejumlah masjid di Kazan, terutama saat pandemi corona.

Hal itu dilakukan untuk pencegahan terjadinya penularan corona.

"Ke masjid dibatasi tidak sebebas tahun lalu," ujarnya.

Tahun lalu Tomy bisa berbuka di basement masjid.

Di Rusia, menurut dia, setiap bangunan memiliki basement.

Setiap masjid ada basement karena budaya Rusia selain karena dingin, bangunan-bangunan, memiliki basement.

"Tahun lalu setelah salat Maghrib takjilan kurma. Berbuka bersama, makan bareng cowok sama ceweknya dibedakan. Di meja sudah tersedia buah, sayur," kata dia.

Tomy adalah salah satu mahasiswa Universitas Federal Kazan, Rusia.

Keinginannya belajar di sana bermula karena keingintahuan.

Dari menonton gala aksi yang mengidentikkan orang Rusia adalah mafioso.

"Waktu saya kecil saya melihat semua stereotype di film orang Rusia selalu dikaitkan dengan mafia. Tapi masa iya tidak ada sisi baiknya? Dan selama pandemi Corona ini aktivitas saya selain kuliah online, mengerjakan tugas online," katanya.

Tomy bercerita lagi, Rusia tak jauh bedanya dengan Indonesia dari jumlah penduduk yang banyak dan sama-sama memiliki ragam budaya.

Islam di Rusia merupakan agama terbesar kedua setelah agama mayoritas Kristen Ortodoks.

Populasinya sekitar 20 juta penduduk atau 14 persen dari sekitar 142 juta seluruh penduduk Rusia.

Tomy tergabung dalam Perhimpunan Pelajar Indonesia se-Dunia (PPID).

Selama pandemi corona dan menjalani bulan puasa di sana, ia juga membuat acara donasi bersama PPID.

Selama di Kazan, ia bersama Perhimpunan Mahasiswa Indonesia di Rusia (Permira) Kazan Tim Divisi Kerohanian membuat kuliah tujuh menit (Kultum). (tribun network/denis)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved