Corona di Bali
Dokter dan Perawat Covid-19 Disarankan Memperhatikan Jam Kerja, Ini Alasannya
Kelelahan bisa menjadi boomerang bagi para dokter dan perawat pasien virus corona atau Covid-19.
Penulis: Adrian Amurwonegoro | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
Laporan wartawan Tribun Bali, Adrian Amurwonegoro
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Kelelahan bisa menjadi boomerang bagi para dokter dan perawat pasien virus corona atau Covid-19.
Seorang Ahli Virologi dari Universitas Udayana Bali, Prof. Dr. drh. I Gusti Ngurah Kade Mahardika, menyarankan jam kerja tenaga medis Covid-19 agar lebih di perhatikan.
"Tim perawatan Covid-19 harus dibuat shift 4-6 shift dalam 24 jam. Setiap orang hanya boleh aktif bertugas maksimal 5 jam per hari. Seperti pilot, mereka pun tak boleh menerbangkan pesawat beberapa jam dalam sehari," kata Prof. Mahardika kepada Tribun Bali, Rabu (29/4/2020).
Menurut dia, faktor kelelahan menjadi penyebab rontoknya tenaga kesehatan.
• Peneliti Selidiki Mengapa Pria Lebih Rentan Terinfeksi Virus Corona Dengan Uji Hormon
• Rapid Test di Klungkung Dikawal Ketat oleh Kepolisian dengan APD Lengkap
• 3 Soal & Jawaban Belajar dari Rumah TVRI 29 April untuk SMA, Bisnis Produktif Mainan Edukatif
"Paper ilmiah tentang ini belum ada. Tapi pertimbangan teoritis berikut bisa kita jadikan premis," katanya.
Dia menjelaskan, begitu banyak gambar dan video bagaimana lelahnya dokter dan tenaga kesehatan dalam menangani pasien Covid-19, sebagian terpaksa karena menghemat APD.
"Begitu melepas APD, pakaian semua basah oleh keringat. Pada saat kita lelah, karbohidrat kurang, dehidrasi, dan oksigen kurang. Dalam kondisi itu terjadi glikosilasi anaerobik yang banyak menghasilkan asam laktat. Energi yang dihasilkan sedikit. Asam bertimbun di jaringan dan mempunyai pengaruh akumulatif pada pertahanan tubuh," ucapnya.
Lebih jauh, ia memaparkan, pertahanan tubuh yang pertama rontok adalah pertahanan bawaan seperti efek batuk, lendir pembasah dan rambut-rambut getar sepanjang aliran nafas dan bagian tubuh lain serta sel-sel seperti Natural Killer (NK) cell dan makrofaga.
"Rambut getar yang semestinya menyapu virus keluar, bergerak lemah gemulai. Sel pun tak berdaya sama sekali melawan jika ada virus datang. Metabolisme sel tak sempurna. Energi sedikit dan asam laktat bertimbun. Sel menjadi asam," jelas dia.
Dalam proteksi, kata dia, kelelahan adalah sumber bencana.
Sedikit atau sedetik saja lalai protokol perlindungan diri, bisa berakibat fatal.
Lanjut dia, meskipun tidak semua dokter dan perawat berhubungan dengan perawatan pasien Covid-19, namun ada pula dokter yang meninggal karena Covid-19.
"Walau mereka tak ikut dalam tim perawatan pasien Covid-19 namun mereka menjadi sakit karena pasien tak menunjukkan gejala Covid-19 sama sekali. Pasien jenis ini dikenal sebagai penyebar super (super spreader)," paparnya.
Baginya, para dokter dan perawat sudah ditakdirkan dan memilih pengabdian merawat orang lain.