Ini Daftar Aturan dan Sanksi Bagi Warga yang Nekat Mudik Lebaran 2020
Kementerian Perhubungan pun telah menyampaikan daftar aturan dan sanksi mudik lebaran 2020 selama ada virus corona.
TRIBUN-BALI.COM - Pamerintah Indonesia telah menetapkan larangan mudik lebaran 1441H tahun 2020.
Larangan tersebut dilakukan untuk mencegah penyebaran virus corona atau covid-19.
Kementerian Perhubungan pun telah menyampaikan daftar aturan dan sanksi mudik lebaran 2020 selama ada virus corona.
Ada sejumlah aturan dan sanksi bagi pemudik lebaran 2020 mulai yang ringan sampai paling berat.
• 27 Napi Dapat Asimilasi, Sebelum Pulang Bagikan Nasi Bungkus ke Tukang Panggul di Pasar Umum Negara
• Transmisi Lokal Tinggi di Bangli & Karangasem Jadi Bukti PMI Tak Disiplin Jalani Karantina Mandiri
• 40 Napi Rutan Kelas II B Negara Sudah Bebas Setelah Dapat Asimilasi
Larangan mudik lebaran 2020 ini sejalan dengan keputusan Presiden Jokowi beberapa waktu lalu.
Tak berselang lama giliran Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiyadi mengamini hal tersebut.
Pihak Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan tengah menyiapkan aturan mengenai pembatasan di sektor transportasi.
Berikut daftar aturan dan sanksi mudik lebaran 2020
1. Tidak Boleh Melanjutkan Perjalanan
Terkait sanksi, Budi menyebutkan sanksi bagi warga yang tetap nekat mudik bisa mengacu ke Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
"Bisa diambil dari sana. Jadi sanksi yang paling ringan yaitu dengan dikembalikannya saja kendaraan tersebut untuk tidak melanjutkan perjalanan mudik," ujarnya Budi.
2. Penjara dan Denda Ratusan Juta
Tak main-main untuk sanksi paling berat pemudik harus mendekam di penjara.
Jika dikalkulasi sanksi penjara paling lama satu tahun dan atau denda maksimal Rp 100 juta.
Hal ini mengacu kepada Pasal 93 UU Nomor 6 Tahun 2018.
3. Aturan Teknis Diatur Lebih Lanjut
Meski demikian pemerintah masih akan lebih dulu membuat aturan teknis terkait larangan mudik ini.
Seperti diketahui sebelumnya Pelaksana Tugas Menteri Perhubungan Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan aturan teknis larangan mudik akan dikebut.
Hal itu bertujuan agar bisa segera selesai dan berlaku secepatnya.
4. Belaku sejak Tanggal 24 April 2020
Sementara itu, aturan larangan mudik lebaran 2020 akan berlaku per tanggal Jumat, 24 April 2020 besok.
Hal ini seperti yang disampaikan Luhut Binsar Pandjaitan selepas rapat bersama Presiden Joko Widodo melalui konferensi video, Selasa (21/4/2020).
"Larangan mudik efektif terhitung Jumat, 24 April 2020 dan untuk sanksinya efektif 7 Mei 2020," kata Luhut.
5. Nasib Angkutan Umum dan Mobil Pribadi yang Nekat di Jabodetabek
Seperti dikutip dari Kompas.com, selama aturan larangan mudik diterapkan angkutan umum dan mobil pribadi yang nekat keluar dari zona merah akan diberi sanksi.
Saat larangan mudik diterapkan, check point akan disiapkan di setiap akses keluar masuk wilayah Jabodetabek.
Aturan penerapan sanksi ini juga mengacu pada UU No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Pernyataan Jokowi Soal Larangan Mudik
Pemberitahuan terkait larangan mudik lebaran tahun 2020 disampaikan Presiden Joko Widodo melalui video conference hari ini, Selasa (21/4/2020).
Pemerintah melalui Presiden Jokowi mengimbau seluruh masyarakat agar tidak mudik.
Jajaran pemerintahan diminta menyiapakan aturan agar seluruh masyarakat tak mudik saat lebaran 2020 nanti.
Pemerintah akan melarang mudik untuk mencegah penyebaran virus corona Covid-19.
"Pada rapat hari ini, saya ingin menyampaikan juga bahwa mudik semuanya akan kita larang," kata Presiden Jokowi.
Ia meminta jajarannya segera mempersiapkan segala hal yang berkaitan dengan larangan mudik ini.
Dalam rapat sebelumnya, pemerintah diketahui belum melarang mudik dan hanya menyampaikan imbauan agar masyarakat tak pulang ke kampung halaman.
Larangan mudik sebelumnya hanya berlaku bagi PNS, TNI, Polri dan Pegawai BUMN.
Namun Kepala Negara menyebutkan, berdasarkan survei, masih ada 24 persen masyarakat yang bersikeras akan mudik.
"Artinya masih ada angka yang sangat besar," kata dia.
Dengan demikian, perlu adanya kebijakan yang lebih tegas agar masyarakat tidak mudik sehingga penyebaran virus corona di Indonesia dapat dicegah.
Kepala Pusat Penelitian Kependudukan LIPI Herry Jogaswara menyebutkan, sebesar 56,22 persen responden menjawab tidak akan mudik, termasuk di dalamnya 20, 98 persen masih dalam tahap berencana untuk membatalkan mudik.
“Meskipun demikian, persentase masyarakat yang mudik dinilai masih tinggi di angka 43,78 persen,” ungkap Herry dikutip dari Kompas.com artikel, 'Corona Masih Melanda, Survei Masyarakat Pilih Mudik atau Tidak?'.
Apakah penduduk akan tetap mudik dalam kondisi macam ini?
Peneliti Pusat Penelitian Kependudukan LIPI, Rusli Cahyadi, menjelaskan, pihaknya dalam melakukan survei mencoba memperdalam jawaban koresponden tentang polemik mudik atau tidak.
Peneliti menemukan beberapa di antaranya koresponden setelah mereka mengakumulasi dari potensi penyakit Covid-19, imbauan, dan ragamnya informasi yang diperoleh terkait wabah ini, sebagian besar masih mempertimbangkan dan berpikir ulang.
"Mereka akan menunda (mudik). Jika saja pemerintah lebih tegas melarang atau mengimbau, seperti untuk ASN, Polri, TNI dan pegawai BUMN," ujar Rusli dalam diskusi online bertajuk "Pandemik Covid-19: Mudik atau Tidak?", Selasa (14/4/2020).
Imbauan tidak mudik agar memutuskan rantai penularan virus corona ini sangat perlu ketegasan dari pemerintah.
Dikatakan oleh IPAI, Sudibyo Alimoeso, warga yang terpaksa pulang kampung umumnya karena dua hal.
Di antaranya penghasilan turun atau tidak ada penghasilan karena praktik pembatasan sosial berskala besar ( PSBB) dan ritual yang tidak bisa ditinggalkan.
"Makanya, pemerintah harus siap mempertimbangkan menyelamatkan masyarakat dari pandemi atau menyelamatkan ekonomi saja," kata Sudibyo.
Oleh sebab itu, supaya masyarakat bisa memutuskan dengan lebih jelas lagi untuk tidak mudik dalam selama pandemi ini masih berlangsung agar potensi penyebaran episentrum pandemi ini tidak meluas lagi ke wilayah lain selain Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek).
Partisipasi publik dalam grafik survei menunjukkan pergerakan pemudik atau calon pemudik dari satu lokasi ke lokasi lain, jadi sangat berpotensi terjadi penularan yang sangat luar biasa.
"Minta untuk masyarakat tidak mudik, tapi kita minta kebijakan dan kejelasan dari pemerintah itu harus tegas," ujar Rusli.
Selain itu, Rusli menegaskan, persoalan utama dalam polemik mudik Lebaran di tengah pandemi virus corona ini adalah persoalan kultural, dan sebaiknya pemerintah juga dapat mengambil cara strategis melalui sosial budaya, jangan hanya dalam aspek ekonomi. (*)