Corona di Bali

Cerita Perawat Ruang Isolasi Nusa Indah RSUP Sanglah Saat Berjuang Menangani Pasien Covid-19

Selain itu, dia juga ngajag atau pulang pergi (PP) dari Pejeng, Gianyar, demi menjalankan kewajibannya sebagai perawat di RSUP Sanglah.

Penulis: Ni Luh Putu Wahyuni Sari | Editor: Wema Satya Dinata
Istimewa
Para Tenaga Kesehatan RSUP Sanglah yang sedang berjuang menangani kasus Covid-19. 

Laporan Wartawan, Ni Luh Putu Wahyuni Sri Utami

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Saat ini tenaga kesehatan (nakes) menjadi orang-orang yang berjibaku menangani pasien Covid-19. Perjuangannya patut diapresiasi.

Seperti kisah Luh Gede Therressya Ajna Hakini Riasma (33), salah satu perawat di Ruang Isolasi Nusa Indah RSUP Sanglah.

Saat ini dia masih dalam tahap menyusui bayinya yang berusia menjelang satu tahun.

Selain itu, dia juga ngajag atau pulang pergi (PP) dari Pejeng, Gianyar, demi menjalankan kewajibannya sebagai perawat di RSUP Sanglah.

Denpasar Catat Penambahan Satu Kasus Baru Covid-19 dan Satu Orang Dinyatakan Sembuh

Pelaksanaan SKB CPNS 2019 Dilanjutkan Atau Tidak, Ini Informasi Terbaru dari BKN

Update Virus Corona di Bali-Pasien Positif: 235 Orang, Sembuh: 121 Orang, Dalam Perawatan: 114 Orang

Sejak pertama kali ditugaskan di RSUP Sanglah, Luh Therressya langsung ditugaskan di Ruang Nusa Indah.

Berbagai macam pasien dengan status penyakit menular sudah pernah dia temui seperti flu burung, flu babi, MERS, Tuberchulosis (TB), hingga covid-19. Namun diakui, covid-19 paling terberat.

“Menurut saya ini (Covid-19) yang terberat. Pertama, karena kasusnya banyak. Kedua, karena penyebarannya juga lebih cepat. Ada juga kasusnya tanpa gejala,” ujar Luh Therressya, Jumat (1/5/2020).

Kasus covid-19 memang cukup berbeda. Tak jarang para tenaga kesehatan pun merasa was was dan khawatir.

Namun, mereka selalu saling mendukung sebagai bentuk support system satu dengan yang lainnya.

"Kalau rasa waswas pasti ada. Walaupun kita sudah memakai APD lengkap pun, kadang perasaan waswas itu tetap ada. Cuman yang namanya kewajiban, kalau bukan kita yang ngerawat, siapa lagi? Yang paling penting pakai APD dengan benar dan jaga kesehatan” tambahnya.

Sementara saat pulang ke rumah, Luh Therressya mengaku melakukan tindakan antisipasi penuh.

Sebagaimana nakes lainnya, setelah bertugas, APD yang dipakai langsung dibuang.

Dilanjutkan dengan mencuci tangan, keramas, mandi sampai bersih di rumah sakit.

Saat bekerja pun pakai pakaian khusus yang telah disediakan. Sehingga baju yang dipakai untuk pulang tidak terkontaminasi oleh ruangan ataupun pasien Covid-19.

“Sampai di rumah, beberapa teman perawat ada yang memilih tinggal terpisah (isolasi diri) dari keluarganya. Cuman saya karena ada bayi, susah kalau harus terpisah untuk isolasi diri. Jadi saya kalau sampai rumah itu, mandi dan keramas lagi sampai bersih. Terus baju yang dipakai ke rumah sakit langsung dicuci, tas, sepatu, dan alat lainnya disemprot disinfektan,” imbuh, lulusan Keperawatan Poltekkes Denpasar tersebut.

Luh Therressya juga harus ngajag alias Pulang Pergi (PP) dari Pejeng, Gianyar ke RSUP Sanglah.

 “Saya mulai ngajag sejak nikah sampai sekarang. Kalau misalnya pilih ngekos di Denpasar, kasihan juga sama bayinya. Apalagi kita tidak tahu di jalan ketemu dan kontak dengan siapa saja. Jadi saya memilih untuk tetap ngajag saja,” ungkap ibu dari tiga anak ini.

Bagi perawat yang menangani pasien Covid-19, yang dibutuhkan saat ini adalah dukungan, bukan stigma.

Syukurnya, Luh Therressya tidak merasakan stigma dijauhi, apalagi dikucilkan.

“Kalau saya syukurnya tidak ada stigma.  Lingkungan di rumah masih support semua, saat tahu saya kerja di Ruang Nusa Indah. Masyarakat malah banyak yang kasi pesan agar saya semangat merawat pasien hingga sembuh. Cuma beberapa teman memang ada yang lingkungan sekitarnya agak menjauhi,” ucap Luh Therressya.

“Masyarakat tidak perlu takut berlebihan seperti itu. Memang kami merawat dan kontak langsung dengan pasien covid-19, tapi kan kami sudah pakai APD dan tidak sembarangan dalam merawat kasus seperti ini. Perlindungannya berlapis. Sebelum pulang ke rumah juga kami menjalani proses desinfeksi, dekontaminasi, dan membersihkan diri dengan cuci tangan, mandi, keramas, dan sebagainya,” pesannya.

Luh Therressya berharap agar masyarakat bersama-sama membantu mencegah penularan covid-19. Bukan tenaga kesehatan, tetapi masyarakatlah yang menjadi garda terdepan dan yang bisa memutus rantai penularan.

“Dalam menghadapi covid-19 ini kita tidak boleh panik, tapi bukan berarti kita cuek. Saya sih lebih berharap masyarakat melindungi diri masing-masing. Karena kami hanya bisa merawat orang yang sudah sakit, tidak bisa merawat seluruh masyarakat,” katanya. (*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved