Novel Baswedan Kecewa Persidangan, Laporkan Jaksa ke Kejagung
Persidangan sedang membuat pembentukan opini di masyarakat mengenai peristiwa yang dialaminya.
Novel Baswedan Kecewa Persidangan, Laporkan Jaksa ke Kejagung
TRIBUN-BALI.COM, JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan mengaku kecewa terhadap jalannya persidangan perkara penganiayaan berupa penyiraman keras yang dialami dirinya.
Dia melihat dan mengamati seolah-olah persidangan sedang membuat pembentukan opini di masyarakat mengenai peristiwa yang dialaminya.
Bahkan, Novel melihat secara langsung jalannya persidangan pada saat memberikan keterangan sebagai saksi korban yang sidangnya digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, pada bulan April lalu.
• Ratusan Kasus Corona Baru Muncul di Singapura, Presiden China Ucapkan Belasungkawa
• 197 Ribu Sopir Terima Bantuan, Ini Kata Presiden Terkait Bansos
• Pilkada Serentak 2020 Mungkin Ditunda, KPU Surati BNPB
"Saya melihat sepertinya sedang mengarahkan, membuat kesimpulan seolah penyerangan motif pribadi. Seolah penyerangan menggunakan air aki dan disiramkan ke badan, memercik sebagian ke muka. Tergambar demikian," kata Novel, di acara diskusi daring "Menyoal Persidangan Penyiraman Air Keras Terhadap Novel Baswedan", yang disiarkan melalui live streaming Facebook Page Sahabat ICW, Senin (18/5/2020).
Dia mengungkapkan sejumlah skenario yang terbentuk selama persidangan itu berlangsung.
Pertama, Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette, terdakwa pelaku penganiayaan dibuat seolah-olah mempunyai dendam kepada Novel.
"Seolah-olah motif dendam pribadi. Seolah-olah, saya sudah melihat dan mengamati. Saya menggambarkan. Diarahkan dendam pribadi," ujarnya.
Kedua, terdakwa penganiayaan menyiram air aki ke arah Novel Baswedan setelah pulang dari menunaikan ibadah salat subuh di masjid dekat tempat tinggalnya di Jalan Deposito, Kelapa Gading, Jakarta Utara.
"Ada kesan digambarkan penyerang itu menggunakan air aki. Hal ini saya ketahui dakwaaan jaksa mengatakan demikian. Hakim mengatakan air aki. Ini aneh karena sidang seharusnya membuktikan tetapi ada kekompakan," kata dia.
Ketiga, barang bukti berupa baju gamis yang dikenakan Novel pada saat insiden penyiraman.
Dia mengungkapkan, ada bekas guntingan di baju tersebut.
"Baju di bagian depan ada bekas guntingan. Ini hal aneh. Saya membuka baju sendiri dan meletakkan di tempat kejadian perkara. Ini hal aneh. Kenapa barang bukti dipotong dan potongan dimana? Ini upaya menyembunyikan fakta," tuturnya.
Berikutnya ada pernyataan Jaksa kepada Novel di persidangan untuk menganalisa atau menjelaskan bagaimana kalau ada seseorang mengaku pelaku kejahatan apakah akan memproses atau tidak.
"Jaksa bertanya kepada saya. Pertanyaan aneh. Walaupun itu bukan pertanyaan terkait fakta, tetapi analisa," ujarnya.
Melihat serangkaian kejanggalan itu, dia merasa khawatir sidang itu hanya sebagai formalitas.
"Dikhawatirkan sekedar sidang sehingga tidak ada lagi tuntutan dan kepada yang bersangkutan diberi hukuman ringan (penjara, Red) 2 tahun atau di bawah 2 tahun," tuturnya.
Dia mengkhawatirkan apabila di persidangan sudah ada skenario upaya untuk menghilangkan jejak pelaku intelektual atau otak pelaku penyerangan.
"Dugaan saya. Saya bisa memprediksi sidang ujungnya seperti apa, apabila kondisi kejanggalan dibiarkan situasi tetap seperti sekarang. Sidang hanya sebagai legalisasi memberikan sanksi kepada seseorang yang saya tidak tahu itu pelaku atau tidak. Saya menduga, tidak. Menutupi perkara sebenarnya," tambahnya.
Untuk diketahui, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette bersama-sama telah melakukan penganiayaan berat kepada penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan pada 11 April 2017 lalu.
Hal itu diungkapkan JPU saat membacakan surat dakwaan di sidang perdana dua terdakwa kasus penyiraman Novel Baswedan di Ruang Kusumah Atmadja, Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada Kamis (19/3).
Sidang ini dihadiri langsung oleh kedua terdakwa penyiraman Novel.
Dalam surat dakwaan, JPU mendakwa Pasal 355 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 353 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan atau Pasal 351 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang penganiayaan berat.
Banyak Kejanggalan
Novel Baswedan, dan tim Advokasi Novel Baswedan menyoroti sejumlah kejanggalan di sidang kasus penganiayaan yang dialami Novel.
Salah satu sorotan terkait tak dihadirkan sejumlah saksi yang mengetahui insiden penganiayaan Novel yang diduga dilakukan Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette, terdakwa penganiayaan, di dekat rumah Novel di Jalan Deposito, Kelapa Gading, Jakarta Utara, pada 11 April 2017.
"Setidaknya tiga orang saksi penting. Kenapa saksi ini tidak dihadirkan jaksa?" kata Novel Baswedan.
Novel mengungkapkan saksi mengetahui dirinya sedang diintai orang tidak dikenal sekitar dua minggu sebelum insiden penganiayaan berlangsung.
Menurut dia, saksi itu merekam aktivitas orang tidak dikenal yang mengamati Novel.
Novel tidak menyebutkan identitas saksi yang dikategorikannya sebagai saksi penting tersebut.
"Saksi yang mengetahui saat saya sedang diintai dua minggu sebelumnya. Dia dokumentasi orang-orang melakukan pengamatan diri saya. Dan pernah bertemu pelaku dua hari atau satu hari sebelum menyerang saya. Ketika saya sedang ke masjid," ungkap Novel.
Novel mengklaim, saksi itu sempat melihat secara langsung dari dekat wajah orang tidak dikenal tersebut.
"Saksi mengetahui bukan hanya dua orang tetapi terorganisir. Melihat benar dari jarak cukup dekat terhadap orang melakukan penyerangan," kata Novel.
Dia menjelaskan mendengarkan keterangan saksi yang mengetahui rencana penyerangan terhadap dirinya itu penting dilakukan di persidangan.
"Saksi penting, mengetahui (penganiayaan,-red) tidak dilakukan spontan. Apabila dihadirkan di sidang tentunya bisa kesaksian jelas untuk objektif apakah benar yang dikatakan terdakwa. Apakah orang ini (Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette, Red) benar melakukan penyerangan," ujar Novel.
"(Saksi, Red) orang yang diketahui mempunyai pengetahuan dan informasi yang cukup banyak terkait serangan kepada diri saya," lanjut Novel.
Dia mengungkapkan, ketiga orang saksi itu sudah dimintai keterangan dihadapan penyidik Polri, di Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), dan tim gabungan yang dibentuk Kapolri.
Namun, pada saat Novel bertanya kepada Jaksa mengapa tidak menghadirkan saksi-saksi itu, Jaksa menjawab tidak ada nama mereka di dalam berkas perkara.
Atas dasar itu, pada Senin ini, Novel Baswedan melalui Tim Advokasi Novel Baswedan mengirimkan surat kepada pihak Kejaksaan agar saksi-saksi yang disebutkan tersebut dihadirkan ke persidangan.
"Kami meminta saksi penting itu dihadirkan. Memang aneh ketika saksi penting tidak masuk berkas perkara. Harusnya saksi penting dijadikan pijakan utama membuktikan perkara ditambah bukti tambahan," tuturnya.
Laporkan Jaksa
Sementara itu, tim Advokasi Novel Baswedan melaporkan Jaksa Penuntut Umum yang menyidangkan sidang perkara penganiayaan yang dialami Novel Baswedan ke Kejaksaan Agung.
Koordinator Tim Advokasi Novel Baswedan, Arif Maulana mengatakan, upaya pelaporan itu karena pihaknya melihat ada sejumlah hal penting yang luput ditangani Jaksa
"Kami meminta Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (Jamwas, Red) untuk turun mengawasi dan memeriksa tim Jaksa menangani kasus. Melihat ada beberapa hal penting sangat krusial itu menjadi dugaan pelanggaran serius," ujarnya.
Dia membeberkan hal-hal penting itu seperti yang pernah disampaikan Novel Baswedan bahwa ada skenario pengusutan perkara hanya sampai pada pelaku penganiayaan di lapangan.
"Misalkan Mas Novel menjelaskan dari sisi dakwaan. Ini sudah membentuk skenario untuk bagaimana kasus berhenti di pelaku lapangan. Dan (menjerat pelaku, Red) pasal penganiayaan saja. Tidak sesuai temuan yang ada," kata dia.
Selain itu, kata dia, ada sejumlah saksi yang dapat dikategorikan sebagai saksi penting atau saksi fakta yang sudah diperiksa beberapa kali di kepolisian, namun oleh pihak Jaksa tidak masuk ke berkas perkara di pengadilan.
"Ini aneh dan mengerikan. Bisa jadi korupsi berkas peradilan untuk pengungkapan kebenaran materiil," ujarnya.
Selain meminta kepada Jaksa Agung agar melakukan pengawasan, pihaknya juga sudah mengirimkan surat kepada Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung agar mengawasi jalannya persidangan tersebut.
"Sudah meminta kepada KY dan Bawas (Badan Pengawasan, Red) Mahkamah Agung untuk mengawasi sidang. Dan kalau ditemukan ada kesengajaan harus dikenakan sanksi," tuturnya.
Di kesempatan itu, dia meminta, majelis hakim agar bekerja secara profesional dan independen untuk mengungkap kebenara dari perkara yang mengakibatkan Novel Baswedan kehilangan penglihatan.
"Hakim untuk mengungkap sesuai mandat kekuasaan kehakiman menggali keadilan di masyarakat," tambahnya. (.)(.)