Petisi Bebaskan Tersangka Ngaben Sudaji Tembus 2.500, Persadha Nusantara: Keadilan Harus Dihadirkan

Persadha Nusantara sangat menyambut gembira antusias masyarakat Bali yang ikut menandatangi petisi tersebut.

Penulis: I Wayan Sui Suadnyana | Editor: Eviera Paramita Sandi
Istimewa
Prosesi upacara pengabenan di Desa Sudaji, Buleleng, Jumat (1/5/2020) lalu. 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Petisi bebaskan tersangka ngaben di Desa Sudaji yang digagas DPP Persadha Nusantara (Pergerakan Sanatana Dharma) terus mendapat dukungan dari masyarakat Bali.

Dalam sepekan, tandatangan petisi mencapai lebih dari 2.500

“Karena kasus tingkat desa awalnya Persadha Nusantara targetkan seribuan orang yang teken petisi, ternyata kini sudah mencapapai lebih dari 2.500,” kata Waketum DPP Persadha Nusantara DR Gede Suardana, Senin (25/5/2020).

Suardana yang menjadi pendamping non litigasi kasus ngaben Sudaji mengatakan bahwa petisi ini ditujukan kepada Kapolri, Kapolda Bali, dan Kapolres Buleleng.

Peringatan Dini BMKG : Tinggi Gelombang Laut Selatan Bali Bisa Capai 5 Meter 3 Hari Kedepan

Tujuannya agar institusi penegak hukum menghentikan proses hukum dan membebaskan tersangka Gede S.

Persadha Nusantara sangat menyambut gembira antusias masyarakat Bali yang ikut menandatangi petisi tersebut.

“Sangat menggembirakan. Semoga terus bertambah sebagai bagian partisipasi publik mengawal penegakan hukum yang fair dan bermanfaat secara hukum dan keadilan,” kata Suardana.

Penanganan kasus hukum yang adil dalam masa pandemi covid-19 di seluruh wilayah Indonesia dan Bali menjadi alasan Persadha Nusantara menggalang petisi ini.

“Kami melihat ada ketidakadilan penegakan hukum di tengah wabah pandemi covid-19. Krama Sudaji yang melaksanakan ngaben yang sebenarnya sudah hasil koordinasi dengan semua pihak di desa dijadikan tersangka. Kegiatan Ngaben juga tidak melanggar UU Kekarantinaan Kesehatan dan Wabah Penyakit Menular serta Bali belum ditetapkan PSBB,” ujarnya.

Persadha Nusantara pun mendesak aparat keamanan untuk memperlakukan semua masyarakat sama di depan hukum (Equality before the law).

“Saat ini rakyat Bali tengah merasakan ketidakadilan dalam penegakan hukum di tengah pandemi covid-19. Rasa keadilan harus dihadirkan di tengah masyarakat,” kata mantan jurnalis ini. (*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved