Corona di Bali

Virus Pernah Digunakan Prabu Salya Sebagai Senjata Perang dalam Mahabharata

Kini seluruh dunia sedang menghadapi pandemi Covid-19.Dalam perang Bharata Yudha dalam epos Mahabharata juga dikisahkan ada penggunaan virus

Tribun Bali/I Made Ardhiangga
Ida Mpu Jaya Acharyananda (dua dari kiri) 

Laporan Wartawan Tribun Bali, I Putu Supartika 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR- Kini seluruh dunia sedang menghadapi pandemi Covid-19.

Hampir semua orang dan semua sektor pun ikut terdampak.

Terkait virus ini, dalam perang Bharata Yudha dalam epos Mahabharata juga dikisahkan ada penggunaan virus dalam peperangan.

Hal ini diungkapkan oleh, Ida Pandita Mpu Jaya Acharyananda.

Pedagang Keliling di Gianyar Positif Covid-19, Kasus di Gianyar Kembali Melonjak

Sinopsis Film Crazy Romance, Dibintangi Gong Hyo Jin hingga Kim Rae Won, Tayang Hari Ini di Trans 7

Ini Kriteria Wanita Idaman Berdasarkan Zodiak Pria, Aquarius Menyukai Wanita yang Unik

Di mana menurut Ida, dalam peperangan tersebut, Prabu Salya mengeluarkan senjata ampuh untuk menyerang pasukan pandawa.

Ia mengeluarkan sejenis ajian Candra Berawa dimana ajian ini sejenis virus.

Sulit untuk bisa melawan kekuatan tersebut.

Akan tetapi menurut Ida, Krisna yang dalam perang ini selaku 'sutradara' menghadirkan Dharmawangsa atau Yudistira.

"Yudistira itu simbol kemurnian dan kesucian. Baik itu secara rohani maupun lahiriah," kata Ida.

Untuk menghadapi perang tersebut, Yudistira tidak melakukan perlawanan fisik, akan tetapi menggunakan ketahanan mental yang stabil.

"Ia tidak panik, ia menghadapinya secara lahiriah dan batiniah, sama dengan kondisi saat ini. Maka disinilah ada new normal, hidup seperti seidakala tapi bersih secara batin dan secara rohani," kata Ida.

Selain itu, Ida mengatakan, dalam situasi global ini apalagi di masa pandemi, apapun yang dilaksanakan pasti akan mendapat tanggapan baik yang positif maupun negatif.

Oleh karena itu semua orang harus membangun kesabaran dalam dirinya.

Menurut Ida, dalam pandangan Hindu, Covid-19 ini disebut sasab, merana atau gering, yang merupakan penyakit yang tidak bisa dilihat secara kasat mata.

Ida juga mengajak semua untuk melakukan renungan kontemplasi kembali ke dalam diri terhadap apa yang sudah dikerjakan dan apa yang disiapkan untuk menatap kehidupan baru atau new normal atau kondisi normal yang baru.

Ida mengatakan, dalam teks suci Agama Hindu disebutkan, alam merespon apa yang menjadi karma manusia baik itu karma pikiran, ucapan, maupun perbuatan.

"Bahkan jangankan dalam karma perbuatan, dalam benak saja sudah menghasilkan buah atau pahala, padahal belum dilakukan," kata Ida.

Dalam Candogya Uphanisad juga disebutkan, alam semesta akan merefleksikan apa yang dipikirkan.

Ida juga mengatakan, munculnya Covid-19 ini pasti ada sebab dan tidak akan terjadi secara kebetulan.

"Seperti kita ketahui bersama apa yang kita terima adalah phala dari karma kita, sehingga ada sesuatu di dalamnya, karena di dalamnya ada tanggung jawab bersama dalam membenahi pemeliharaan alam semesta," katanya.

Ida juga mengajak semua untuk tidak putus asa dalam menyikapi pandemi Covid-19 ini, karena semua pasti akan berlalu.

"Karena dalam hidup ada 6 hal yang dijalani yakni kelahiran, tua, penyakit, duka, penderitaan dan dosa. Mungkin banyak yang kurang merenungi tentang penyakit," kata Ida.

Ida juga mengatakan ada hikmah dari apa yang terjadi termasuk pandemi Covid-19 ini.

Seperti halnya letusan Gunung Agung, walaupun menimbulkan korban, akan tetapi ada karunia melimpah yang diberikan kepada manusia yakni material.

Ida selaku sulinggih juga mengimbau masyarakat untuk membantu sesama yang membutuhkan dalam kondisi sekarang ini.

"Kalau dulu beryadnya (korban suci) sifatnya vertikal kepada Tuhan. Sekarang pahamilah konsep Tat Twam Asi, sekarang mari melayani sesama. Lihat Tuhan pada setiap orang yang kita bantu," katanya. (*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved