Harga Kopi Jenis Gelondong Merah Anjlok Saat Puncak Panen

Pada puncak panen tahun ini, harga kopi untuk jenis gelondong merah justru dirasakan anjlok.

Istimewa
Petik Kopi - Seorang petani ketika memetik kopi gelondong merah 

TRIBUN-BALI.COM, BANGLI – Meningkatnya produksi kopi dari para petani nampaknya tak sejalan dengan harga jual.

Pasalnya pada puncak panen tahun ini, harga kopi untuk jenis gelondong merah justru dirasakan anjlok.

Hal ini diungkapkan salah satu petani kopi asal Desa Catur, Kintamani, Bangli, Bali, Gusti Mangku Rupa, Selasa (2/6/2020).

Ia menyebut, sementara harga kopi di tingkat petani saat ini menyentuh Rp. 6 ribu per kilo untuk jenis gelondong merah.

Pembahasan Belajar dari Rumah TVRI: Menceritakan Kembali Sejarah Berdirinya Museum Nasional

Kronologi Menghilangnya Speedboad di Perairan Maluku Tenggara yang Angkut Pemain Bola dan Suporter

Komentari Lokasi Latihan Pemain Timnas Indonesia Ini, Begini Respon Shin Tae-yong

Padahal jika dibandingkan dengan puncak panen tahun sebelumnya, harga kopi gelondong merah mencapai Rp. 9.500 hingga Rp. 10 ribu per kilo.

“Pucak panen kopi pada bulan Juni hingga Juli,” ungkapnya.

Mangku Rupa mengatakan, harga Rp. 6 ribu per kilo tergolong sangat anjlok.

Sebab kopi yang dijual dalam bentuk gelondong merah.

Lain halnya jika kopi yang dijual dalam bentuk campuran (asalan).

“Ini (gelondong merah) merupakan kualitas yang bagus, karena dipetik saat buahnya sudah merah. Karenanya dengan harga Rp. 6 ribu itu sangat-sangat mengecewakan bagi kita,” ujarnya.

Memang, pihaknya tidak memungkiri jika anjloknya harga kopi bukan kali pertama terjadi.

Sebab pada tahun 2012 silam harga kopi sempat anjlok dengan harga Rp. 5 ribu hingga Rp. 6 ribu per kilo untuk gelondong merah.

Lanjut Mangku Rupa, anjloknya harga kopi saat ini merupakan dampak dari merebaknya wabah Covid-19.

Pihaknya tak menampik walaupun ditengah pandemi, produksi kopi masih bisa disimpan.

Baik dalam bentuk biji kopi (green bean) maupun biji kopi HS (Hard Skin).

Kendati demikian yang lebih menjadi persoalan adalah pada hasil yang mampu didapatkan para petani.

Sebab pandemi yang terjadi juga berimbas pada permintaan pasar.

Seperti pengiriman ke luar negeri, Mangku Rupa menyebutkan rata-rata pengiriman kopi mencapai 10 ton per tahun.

Sedangkan pada tahun 2020 ini, pihaknya baru memenuhi permintaan ekspor ke negara Vietnam pada bulan Februari sebanyak 4 ton.

“Tak hanya ekspor, permintaan dari dalam negeri pun terkendala. Karena kita berpatokan pada tamu penikmat kopi, yang datang dari bidang pariwisata,” ucapnya.

Sedangkan disinggung mengenai kendala musim, Mangku Rupa justru menyebut untuk tahun ini produksi kopi cenderung lebih bagus.

Hal ini tidak terlepas dari musim kemarau panjang.

“Estimasi peningkatan produksi kopi mencapai 10 hingga 20 persen untuk tahun ini. Kalau dulu per hektare produksi gelondong merah mencapai 3 ton, tahun ini bisa mencapai 3,5 hingga 4 ton gelondong merah per hektare. Kami harap ada peran serta dari pemerintah untuk memikirkan nasib para petani. Apakah dari segi permodalan dan sebagainya, sehingga produksi kopi para petani tidak terjual dengan sangat murah,” tandasnya. (*)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved