Breaking News

Berita Banyuwangi

Enam Paradigma Baru Wisata New Normal di Banyuwangi

Sejumlah pelaku wisata di Banyuwangi melakukan musyawarah daring bersama Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas.

Haorahman
Sejumlah pelaku wisata di Banyuwangi melakukan musyawarah daring bersama Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas 

TRIBUN-BALI.COM, BANYUWANGI - Sejumlah pelaku wisata di Banyuwangi melakukan musyawarah daring bersama Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas.

Musyawarah tersebut bertujuan untuk membangun kesepahaman paradigma baru dunia pariwisata dalam menghadapi masa new normal.

"Pandemi Covid-19 belum diketahui kapan selesai. Namun, kita tidak bisa berdiam diri. Roda sosial dan ekonomi harus kembali digerakkan, termasuk juga pariwisata, tentu secara bertahap," ungkap Anas, Selasa (9/6/2020).

Perlu paradigma baru menyongsong new normal. Anas membeberkan enam paradigma baru pariwisata new normal. 

”Ada perbedaan strategis era sebelum Covid-19 dan new normal. Ini harus kita pahami agar bisa menang persaingan pariwisata dengan daerah alternatif destinasi lainnya,” ujarnya.

Maskapai Lion Air Kembali Terbang Pada 10 Juni, Berikut Syarat bagi Penumpangnya

Mall di DKI Jakarta Mulai Dibuka Pekan Depan, Begini Aturan Jam Operasionalnya

Transmisi Lokal di Denpasar, 3 Pasar Kini Jadi Cluster Covid-19, Gugus Tugas Kesulitan Tracking

Pertama, soal sumberdaya manusia (SDM) pariwisata. Era sebelum Covid-19, nilai yang diunggulkan sebagai ”jualan” adalah keramahan dan kompetensi.

Kompetensi meliputi penguasaan daerah destinasi hingga kemampuan berbahasa asing. Namun, di era new normal, itu saja tidak cukup, harus ditambah kesehatan.

”Misalnya, jualannya ke depan, ini lho di destinasi kami, hotel kami, para driver kami, sebelum memulai new normal sudah rapid test Covid-19. Ini lho kami beri vitamin ke petugas. Secara berkala kami juga kerja sama dengan Puskesmas cek kesehatan staf. Itu nanti jadi jualan pikat wisatawan,” ujarnya.

Kedua, pengaturan jam pelayanan. Era sebelum Covid-19, pelayanan 7 hari sepekan, dan sebagian bisnis akomodasi pariwisata malah 24 jam sehari. Di era new normal, harus ada waktu libur.

”Perlu libur memberi waktu ’bernafas’ untuk kesehatan dan kebersihan. Kafe-resto wajib tutup sehari dalam seminggu untuk pastikan sampah bersih, untuk atur limbah makanan, dan sebagainya. Juga destinasi, dalam sepekan libur dua hari misalnya, evaluasi kesehatan dan kebersihannya,” paparnya.

Poin Penting dalam Sosialisasi Sekolah Ramah Anak (SRA) di Kota Denpasar

Dilanda Covid-19, Survei Ini Sebut Ekonomi Indonesia Terburuk Sejak 2004

ATI Gelar Soft Opening, Mudahkan Masyarakat untuk Dapatkan Edukasi Seputar Trading

Ketiga, sertifikasi kebersihan dan kesehatan. Dulu, aspek ini belum prioritas. Tapi kini wajib, karena itu menjadi ”jualan” ke wisatawan. 

”Banyuwangi berinisiatif menerapkan stiker tanda new normal bisnis kuliner, dan berlanjut ke hotel, rent car, destinasi, dan sebagainya. Ini semacam legitimasi karena berdasarkan disupervisi Dinas Kesehatan, maka sebuah tempat layak disematkan lolos standar new normal,” jelasnya.

Keempat, preferensi wisatawan, yaitu”dorongan” untuk memilih destinasi tertentu, dan tidak memilih destinasi lainnya. Era sebelum Covid-19, preferensi dipengaruhi viralitas di media sosial yang didorong atraksi ramai dan gegap gempita. 

”Namun, di era new normal, virality akan didorong aktivitas wisata yang membantu menyehatkan wisatawan, seperti outdoor activity, dan juga private tour. Itu karena orang memilih destinasi dan layanan yang aman dari potensi penyebaran virus,” ujarnya.

”Dalam hal ini, Banyuwangi punya kelebihan, karena sejak awal mendorong pariwisata berbasis desa dengan keindahan alam dan budaya," imbuh Anas.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved