Corona di Bali
Rapid Test Gratis bagi Awak Kendaraan Logistik Hanya Diberikan Saat Suasana Mudik Hari Raya
Ratusan sopir logistik menggelar protes di Terminal Sritanjung, Kecamatan Kalipuro, Banyuwangi, Kamis (18/6/2020)
Penulis: I Wayan Sui Suadnyana | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
Laporan Jurnalis Tribun Bali, I Wayan Sui Suadnyana
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Ratusan sopir logistik menggelar protes di Terminal Sritanjung, Kecamatan Kalipuro, Banyuwangi, Kamis (18/6/2020).
Mereka memprotes kebijakan ketentuan kelengkapan surat kesehatan berupa rapid test yang dirasa sangat mahal.
Para sopir melakukan aksi mogok dan tak mau menyeberang ke Bali.
Mereka hanya duduk sembari berteriak memprotes kebijakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali yang memsyaratkan para sopir logistik harus menyertakan surat rapid test dengan hasil non-reaktif jika ingin masuk Bali.
• Berdiri Megah dan Disebut Dibuat oleh Arsitektur Jenius, Berikut Fakta Unik Candi Prambanan
• Ditangkap Menjual Tembakau Gorilla, Ketut Semara Jaya Jalani Pelimpahan
• Madu Ternyata Bermanfaat Turunkan Berat Badan, Begini Caranya Konsumsi
Para sopir pun menutup akses pintu keluar Terminal Sritanjung sebagai bentuk protes.
Gubernur Bali, Wayan Koster menjelaskan, mengenai kebijakan Pemprov Bali yang menghentikan pelayanan rapid test gratis bagi awak kendaraan logistik yang menyeberang ke Pulau Dewata.
Dirinya mengatakan, pelayanan rapid test gratis sebelumnya diberikan kepada awak kendaraan logistik dikarenakan dalam masa mudik.
"Nah yang logistik karena kaitannya dengan kebutuhan dasar masyarakat itu kita layani (gratis) waktu itu, waktu sedang konteks mudik," jelasnya saat ditemui awak media usai memimpin rapat Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di rumah jabatannya, Jum'at (19/6/2020).
Kemudian karena situasi saat ini yang sudah tidak dalam konteks mudik, pihaknya tidak lagi memberikan layanan rapid secara gratis kepada awak kendaraan logistik.
Apalagi awak kendaraan logistik yang masuk ke Bali dinaungi oleh perusahaan.
Oleh karena itu, perusahaanlah yang seharusnya menanggung biaya rapid test tersebut.
Koster menuturkan, setiap hari pihaknya harus melakukan rapid test sebanyak 1.500 dengan biaya per satuannya mencapai Rp 135 ribu.
Jika dikalikan sebanyak 1.000 pieces saja, biayanya sudah mencapai lebih dari Rp 1,3 miliar per hari.
"Kalau terus-terusan ini diberlakukan, sampai tidak tahu kapan berhentinya, berapa habis dananya. Padahal yang berjalan ini adalah orang pengusaha. Kan harus bisa dong usaha sendiri rapid tes-nya," kata pria yang sempat duduk di DPR RI itu.