Plastik Daur Ulang Mendapat Label Prioritas dalam Pengadaan Barang Pemerintah
Langkah kedua yang akan dilakukan pemerintah adalah mengurangi kebutuhan virgin plastik, yaitu pelet yang diambil terbuat dari minyak bumi
TRIBUN-BALI.COM - Impor limbah sampah dan plastik scrap telah menjadi masalah besar di Indonesia belakangan ini.
Karenanya, pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) saat ini tengah membangun road map agar Indonesia tidak boleh lagi tergantung kepada impor itu ke depan.
“Indonesia harus optimalkan sampah yang ada dalam negeri. Saya kira masih banyak potensi-potensi sampah di dalam negeri yang sangat baik,” kata Kepala Sub Direktorat Barang dan Kemasan Direktorat Pengelolaan Sampah KLHK, Ujang Solihin Sidik dalam keterangan tertulis yang diterima Kontan.co.id, Sabtu (20/6/2020).
Langkah kedua yang akan dilakukan pemerintah adalah mengurangi kebutuhan virgin plastik, yaitu pelet yang diambil terbuat dari minyak bumi.
• Brasil Cetak Rekor Harian Teritinggi Kasus Baru Covid-19, Hingga Kini Total Tembus 1 Juta Pasien
• Kasus Positif Covid-19 di Badung Naik, Suiasa Sebut Telah Lakukan Rapid Tes Massal di 4 Desa Ini
• Sekali Pakai, Minyak Goreng yang Dipakai untuk Menggoreng 3 Bahan Ini Tidak Boleh Digunakan Lagi
“Ke depan pemerintah harus membuat kebijakan bahwa barang-barang dari hasil daur ulang plastik itu harus menjadi prioritas dalam proses pengadaan,” ucapnya.
Dia juga menuturkan bahwa KLHK bersama dengan Lembaga Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) saat ini sedang membangun kebijakan green procurement.
“Jadi ke depan, barang-barang yang memang hasil daur ulang akan mendapatkan label khusus bahwa ini akan menjadi prioritas di pengadaan barang dan jasa khususnya di pemerintahan,” tuturnya.
Ujang mengatakan saat ini yang sudah terpasang label prioritas di pengadaan barang pemerintah adalah kertas.
“Jadi ke depannya kami akan prioritasnya produk plastik daur ulang,” katanya.
Pemerintah tengah mengupayakan proses pengadaan barang dan jasa yang ramah lingkungan (green procurement).
Untuk itu, pengadaan barang dan jasa yang makin meningkat ini, harus didorong agar memperhatikan aspek lingkungan.
Dasar hukum green procurement ini antara lain UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Dalam UU ini disebutkan, pengadaan barang dan jasa yang ramah lingkungan salah satu instrumen ekonomi lingkungan ekonomi insentif atau disinsentif.
Aturan lain adalah Perpres 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.
• Pemprov Bali Bakal Bentuk Tim Pengecekan Kesiapan Pariwisata Hadapi New Normal
• Duduk Perkara Perseteruan Shin Tae-yong dengan Indra Sjafri, Ada Tudingan Indisipliner
• Malam Ini Pukul 22.00 WIB Terakhir Pendaftaran UTBK-SBMPTN 2020, Ikuti 4 Langkah Cara Daftar Ini
Dengan keluarnya kebijakan mengenai green procurement ini nantinya, semua proses pengadaan pertimbangan lingkungan sebagai syarat utama, termasuk bagi rekanan.