Pemanfaatan EBT Mengalami Kendala, Bali Masih Bergantung Pada Energi Fosil

Pengembangan energi baru terbarukan (EBT) di Bali sampai saat ini masih mengalami kendala, terutama yang berhubungan dengan kultural.

Penulis: I Wayan Sui Suadnyana | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
Dokumentasi DPRD Bali
Foto: Selaku Koordinator Pembahasan, I Gusti Ayu Diah Werdhi Srikandi Wedasteraputri Suyasa menyerahkan hasil pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi Bali tahun 2020-2050 kepada Ketua DPRD Bali, I Nyoman Adi Wiryatama saat rapat paripurna ke-10 masa persidangan.II tahun 2020 DPRD Bali, Selasa (21/7/2020). Rapat paripurna DPRD Bali tersebut berisikan dua agenda, yakni sikap/keputusan dewan terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Semesta Berencana tahun 2019 dan Ranperda tentang Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi Bali 2020-2050. 

Laporan Jurnalis Tribun Bali, I Wayan Sui Suadnyana

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Pengembangan energi baru terbarukan (EBT) di Bali sampai saat ini masih mengalami kendala, terutama yang berhubungan dengan kultural.

Situasi ini pun menyebabkan Pulau Dewata belum dapat mengurangi ketergantungan dengan energi fosil.

Berdasarkan data Permodelan Long-range Energy Alternatives Planning system (LEAP) Provinsi Bali, bauran sumber energi primer EBT pada tahun 2015 baru sebesar 0.27 persen.

Sementara bauran sumber energi lain sudah jauh lebih besar, seperti batubara yang berada di 19,63 persen, gas 4,39 persen dan minyak 75,71 persen.

Nekat Menerima 3 Kg Ganja, Beni Dikenakan Dakwaan Alternatif

Ramalan Zodiak Besok Rabu 22 Juli 2020, Sagitarius Jangan Khawatir, Virgo Jaga Toleransi

Ditangkap Usai Mengkonsumsi Sabu, Dikenakan Dakwaan Alternatif, Steven dan Oda Keberatan

"Ke depan mesti didorong upaya-upaya pengadaan, pengelolaan dan pemanfaatan EBT ini," kata Koordinator Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi Bali tahun 2020-2050, I Gusti Ayu Diah Werdhi Srikandi Wedasteraputri Suyasa saat rapat paripurna ke-10 masa persidangan II tahun 2020 DPRD Bali, Selasa (21/7/2020).

Rapat paripurna DPRD Bali tersebut berisikan dua agenda, yakni sikap/keputusan dewan terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Semesta Berencana tahun 2019 dan Ranperda tentang Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi Bali 2020-2050.

Tak hanya di Bali, rendahnya pemanfaatan EBT juga terjadi pada tingkat nasional.

Diah Werdhi mengatakan, berdasarkan data bauran energi tahun 2015 dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) tingkat porsi EBT yang dipergunakan baru sebesar 5 persen.

Rendahnya pemanfaatan dan pengembangan EBT pada pembangkit listrik disinyalir terjadi karena berbagai permasalahan, diantaranya belum adanya insentif untuk pemanfaatan EBT yang memadai; minimnya ketersediaan instrumen pembiayaan yang sesuai dengan kebutuhan investasi; proses perizinan yang relatif rumit dan memakan waktu yang cukup lama di tingkat pusat atau daerah; hingga permasalahan ketersediaan lahan dan tata ruang.

Padahal, Bali sendiri disinyalir mempunyai potensi EBT yang cukup menjanjikan untuk dikembangkan.

Diah Werdhi memaparkan, menurut Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Bali 2014-2019, potensi EBT yang terdapat di Pulau Dewata di antaranya berasal dari tenaga air, mini hidro dan makrohidro; serta bioenergi untuk listrik.

Bioenergi untuk listrik sendiri terdiri atas biomass, biogas, surya, angin, energi laut dan panas bumi.

Potensi masing-masing sumber energi tersebut yakni tenaga air 208 MW, mini hidro dan makrohidro 15 MW, biomass 146,9 MW, biogas 44,7 MW, surya 1.254 MWM dan angin 1,019 MW.

Sementara untuk energi laut, secara teoritis potensinya sebesar 5.119 MW, secara teknis 1.280 MW dan secara praktis 320 MW.

Kemudian potensi panas bumi secara spekulatif 70 MW, hypothetical 22 MW sehingga secara total 92 MW.

Terdapat juga cadangan possible energi panas bumi sebesar 262 MW.

"Memang potensi energi surya lah yang terbesar, menyusul energi laut, angin/bayu dan lain-lain. Tetapi bauran penggunaan energi dari dari air juga tidak kalah tingginya," kata Ketua Komisi III DPRD Bali itu.

Potensi energi dari air yang dimaksud seperti bendungan di Desa Sidan yang masih sedang dibangun, Bendungan Telaga Tunjung di Tabanan dan Bendungan Titab di Buleleng.

Tak hanya itu, yang tidak kalah besarnya adalah potensi energi Biomass yang bersumber dari sampah.

"Pilihan EBT Biomass ini juga kami sangat rekomendasikan terutama karena akan menyelesaikan dua persoalan sekaligus, timbunan sampah menjadi hilang dan berubah menjadi energi listrik yang kita butuhkan bersama-sama," tuturnya.

Berkaitan dengan penggunaan EBT ini, pihaknya sangat merekomendasikan agar pemerintah pusat sepenuhnya membantu pemerintah daerah dalam hal pendanaan, perizinan, penatalaksanaan, monitoring dan evaluasi sampai dengan pemeliharaan dan operasional.

Menurut Diah Werdhi, keberadaan RUED sebenarnya adalah turunan dari RUEN, sehingga sukses daerah pada saatnya akan menjadi sukses nasional.

Kendala keterbatasan pembiayaan, investasi sistem dan peralatan, termasuk kehandalan sumber daya manusia (SDM) menurutnya sebagai masalah utama bagi daerah untuk mendukung penuh menyelenggarakan pengelolaan sumber EBT.

Salah satu contoh terkait dengan permasalahan pemanfaatan potensi EBT yaitu pada pengembangan panas bumi (geo-thermal).

Diah Werdhi menguraikan, potensi panas bumi di Indonesia merupakan yang terbesar di dunia dan telah dikembangkan sejak tahun 1972.

Namun pemanfaatannya belum optimal karena seringkali terkendala dengan izin khusus, isu kelestarian hutan dan daerah tangkapan hujan.

Hal ini disebabkan lokasi sumber panas bumi di Indonesia umumnya terletak di kawasan hutan lindung dan hutan konservasi.

Kendala lainnya yaitu risiko eksplorasi panas bumi yang masih tinggi, rasio keberhasilan pengeboran yang masih rendah, dan tingginya impor komponen fabrikasi khususnya komponen pembangkit dan fasilitas produksi.

Namun demikian, banyak pelajaran yang bisa ditarik oleh Bali dalam pengembangan EBT dari beberapa proyek percontohan yang sudah pernah ada, seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Kayubihi-Bangli, Pembangkit Listrik Tenaga Bayu/Angin (PLTB) di Nusa Penida-Klungkung dan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTPB) di Bedugul-Tabanan.

"Semuanya bisa dilakukan studi, evaluasi dan kajian lebih dalam lagi, agar kelak tidak terulang lagi kekeliruan yang sama. Termasuk disiapkan suatu “rem darurat” atau yang dalam strategic planning dikenal sebagai exit strategy, jikalau semua situasi dan kondisi menjadi di luar perhitungan," terangnya. (*).

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved